/47 - Kilas Balik Beberapa Part/

1.2K 98 1
                                    

-Setiap part chapter disini menggunakan sudut pandang Win-


(Chapter 29)

"Dari mana saja kau selama seminggu ini?"

Aku sudah menduga pertanyaan itu akan keluar pertama kali darinya. Tidak mengherankan, aku menghilang selama seminggu tanpa mengabari. Aku tersenyum sumringah, agar Bright tidak marah lagi,

"Aku sudah bertemu ayahku." ucapku yang mana membuatnya agak terkejut namun ia terlihat menetralisir ekspresinya.

"Apakah.." pertanyaannya menggantung, aku mengira-ngira apa yang akan dikatakannya selanjutnya, lalu aku akhirnya paham.

"Aku sudah mengurus semuanya. Aku juga sudah ingat kejadian yang sebenarnya. Sekarang aku lega tidak perlu mencari tahu apapun lagi. Aku sudah punya kau." sekali lagi, aku tersenyum sumringah, menutupi kebohongan bahwa sebenarnya aku belum mengingat banyak hal tentang kami. Tapi dari pada membuat Bright kecewa, aku memilih berbohong.

Kulihat ia tampak kebingungan, seperti menerka-nerka sesuatu.

"Apa ayahmu tidak melarang kita berdua.."

"Tentu saja tidak." aku terus berdusta, "Aku sudah mengatasi hal itu. Jadi berterima kasihlah padaku."

Bohong. Aku tidak bisa melawan ayahku. Sampai kapanpun pak tua itu tidak akan menyetujui hubungan kami. Bahkan aku memperparah masalah dengan melakukan perjanjian konyol dengannya.
































































(Chapter 35 yang terpotong)

"Apa ini?" tanyaku pada Khao saat lelaki itu menyerahkan sebuah dokumen yang isinya kuyakin adalah surat.

"Buka lalu baca." perintahnya. Aku menurutinya lalu membaca isi surat tersebut.

Isinya tentang perjanjian baru yang dikeluarkan ayah. Ternyata ayah semakin mempercepat kepergianku.

"Bukankah aku sudah menandatangi surat yang lama dan mencapnya dengan darahku sendiri?" aku tahu yang kulakukan selalu berakhir tak sesuai harapan, tapi ayah bukanlah orang yang suka mengingkari janji. Tapi orang tua sialan itu malah melakukannya sepihak.

"Aku tidak mau tanda tangan." tegas ku, menolak.

"Win," Khao mendekat, memegang pundakku, "kau tahu kan ayah orang seperti apa. Kau takkan bisa membantahnya."

"Tapi aku dan ayah sudah melakukan perjanjian itu dengan aturan tidak ada yang boleh membatalkan atau menggantinya, kecuali dua belah pihak setuju." ucapku menggebu-gebu, sangat kecewa dengan tindakan ayahku.

"Aku juga ingin berkata demikian pada ayah, tapi aku tidak cukup kuat- belum. Aku sudah berjanji untuk menahanmu sampai aku sukses tapi aku malah tak bisa menepatinya. Maaf."

Aku menunduk lesu. Ayah benar-benar keterlaluan. Jika aku tidak setuju dan melarikan diri, ia tetap bisa menemukanku. Aku hafal betul watak lelaki tua itu; keras, egois, tak mau mengalah dan suka seenaknya.

"Aku akan menandatanganinya jika syarat nomor 3 diganti menjadi aku lulus SMA disini baru aku mau kembali ke sana."

Khao menggeleng, "aku sudah memprotes sebelum kau meminta. Dan kau sudah tahu jawabannya seperti apa."

Orangtua sialan. Aku benar-benar benci ayahku. Tapi seperti kata Khao, aku tidak akan bisa melakukan apa-apa sendirian. Pada akhirnya aku menandatangi surat itu dengan miris.























































Nineteen • [Bright×Win]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang