Sesuai arahan ketua club musik, di pukul 3 sore ini akan ada latihan dasar bagi pemula dan junior dan latihan lanjutan bagi senior.
Sekarang baru pukul 12 siang. Mata pelajaran terakhir sedang berlangsung.
Racha terus mengingatkan Bright untuk jangan lupa datang ke tempat latihan tersebut.
Karena sedari tadi Racha merengek, lelaki itu mau datang untuk latihan jika Win mau ikut bersamanya.
"Akan aku bujuk dia jadi tetap datang ya ya ya ya???"
"Coba saja kalau bisa. Tadi ku ajak ke kantin pun alasannya sibuk membuat tugas."
"Tentu bisa! Dia kan slalu mendengarkanku."
Bright melengos. Mencibir dalam diam.
Memang Win selalu mendengarkan perempuan- Racha, Love- dibanding dirinya yang notabene adalah pacarnya sendiri.
Melupakan bahwa Win belum sepenuhnya mengingat kejadian dimasa lalu. Sehingga sikap lelaki itu yang sekarang adalah bentuk dirinya sebagai lelaki normal pada umumnya.
Tapi kan Win sudah menerimanya sebagai pacar, tapi kenapa sulit sekali dirinya mendengarkan Bright?
"Dia sudah membalas!"
"Hah?"
"Katanya dia mau ikut!" ujar Racha kegirangan. "Jadi cepat berjanji padaku kau akan datang latihan!" lanjutnya sambil menunjuk Bright dimuka.
"Maksudmu apa, aku tak paham."
"Ck." Racha berkacak pinggang.
"Aku mulai kesal dengan kebodohanmu ini Bright. Sadarlah! ini seperti bukan dirimu."Bright mengerjapkan matanya berkali-kali lalu kemudian tersadar dengan maksud sahabatnya ini.
"Ah benar dia mau datang?!" bukan pura-pura, tapi memang Bright benaran terkejut.
Racha yang makin tak tahan pun memilih keluar dari kelas, "Telat bodoh!"
Bright dengan segala kepiwaiannya memainkan alat musik, membuat satu ruangan heboh dan bersorak-sorak.
Satu persatu pemula dan junior saling berbisik memuji ketampanan dan betapa berbakatnya seorang Bright.
Lelaki itu tentu hanya bersikap biasa saja dan tidak peduli, layak biasanya. Malah sedari tadi ia memainkan alat musik sambil menatap Win tanpa menoleh sedikit pun.
'Dunia'nya terlalu indah.
"Win, sini." panggil Bright.
Yang dipanggil menghampiri.
"Kenapa? Kalau tidak penting aku mau duduk lagi." ketusnya.
Bukan tanpa alasan. Belum ada dia berdiri pun, ia sudah mendapat tatapan tajam dari gadis-gadis disekelilingnya.
Kalau bisa, ia akan berteriak ke wajah mereka dan berkata bahwa ia adalah pacar Bright.
Sayangnya dia sedang tidak dalam situasi yang senang.
Ia cukup mengantuk untuk berurusan dengan lawan jenis yang suka tak mau kalah itu.
"Duduk disebelahku." Bright memaklumi. Dulu pun begitu, junior-junior dua tingkat dibawah mereka tak suka dengan keberadaan Win disampingnya.
"Akan ku ajar kau bermain alat musik. Pilihlah salah satu." pinta Bright.
Win sangat malas dengan pilihan ini. Tapi kalau tidak dituruti, Bright tetap akan memaksanya sampai ia menuruti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen • [Bright×Win]
Fiksi Penggemar[END] - Semua bermula saat Win yang tak sengaja masuk ke gedung Club Sepak Bola.. [Bright×Win] 6#brightwin - 19/08/20 1#clown - 10/02/21 1#raikantopeni - 10/02/21 ©2020