lulus

8 1 2
                                    

Happy reading

***
Tak terasa, hari demi hari mereka lalui bersama, hari ini, tepatnya tiga bulan setelah perkara itu mereka lulus sekolah. Setelah melalui banyak sekali rintangan untuk mencapai keberhasilan ini, mereka akan dihadapkan kembali dengan dunia yang keras.

Sekarang ini, Ibel, Tira dan geng Augloas sedang berada di lapangan. Bukan hanya mereka seluruh kelas 12 pun berkumpul dilapangan. Mereka sedang mencoret-coret baju satu sama lain, mereka saling menulis kata-kata, tanda tangan dan lainnya.

Sama dengan Ibel, Tira dan geng Augloas yang sedang berkumpul, tertawa bersama dan berbincang-bincang lainnya. Saat mereka sedang asik bercengkrama, datanglah seseorang yang tersenyum canggung kepadaereka semua.

"Hai," sapa orang itu.

Mereka semua menoleh menemukan Arsa yang berdiri dihadapan mereka semua. Semuanya tersenyum kecuali Nata.

"Boleh minta tanda tangan kalian?" tanya Arsa.

"Buat apa?" balik tanya Nata.

"Buat kenang-kenangan aja," jawab Arsa.

"Bukannya masalah beberapa bulan yang lalu itu udah menjadi kenang-kenangan buat lo?" tanya Nata tajam.

Ibu menoleh ke Nata mengelus bahu Nata lembut, "Nat," ucap Ibel sambil menggelengkan kepalanya.

Ibel berdiri menghadap Arsa yang tersenyum canggung padanya, "mana spidol nya?"

Arsa memberikan spidol berwarna merah kepada Ibel dan diterima baik oleh Ibel. Ibel berjalan kebelakang Arsa, menuliskan sesuatu dan menandatangani di punggung Arsa. Setelah selesai, Ibel berjalan ke arah teman-teman nya bergantian untuk menandatangani baju Arsa.

Semuanya menerima baik, hingga akhirnya Nata. Ibel menggenggam tangan Nata kuat, lalu tersenyum manis seraya memberikan spidol kepada Nata. Nata berjalan kearah Arsa, menatap pria itu tajam, sedangkan Arsa hanya tersenyum singkat.

Setelah selesai, Nata memberikan spidol itu kepada Arsa. Sedangkan Araa langsung membuang pandangannya pada Nata dan beralih kepada Ibel, Tira, Jino, Roy dan Zaki.

"Makasih, maaf untuk masalah yang lalu," ucap Arsa dan langsung berlenggang pergi.

Semuanya mengangguk, Ibel menoleh kearah Nata yang sedang fokus melihat jejak Arsa yang mulai tertelan banyaknya manusia. Ibel memeluk bahu Nata pelan membuat Nata tersadar.

"Maafin, udah meminta maaf berapa kali dia Nat? Tuhan aja maha Pemaaf masa lo cuman hambanya aja gak mau memaafkan," ucap Ibel.

Nata tersenyum, menganggukan kepalanya kepada Ibel, "gue udah maafin dia kok."

Setelah itu mereka pun melanjutkan aktifitas lainnya, hingga waktu pulang sekolah selesai dan smalam ini pun mereka sudah merencanakan untuk mengadakan pesta kecil-kecilan dan akan berlibur di puncak beberapa hari mendatang.

•••

Malam ini, lebih tepatnya di caffe yang berada di dekat sekolah. Geng Augloas, Ibel dan Tira sedang berada disana, menikmati pesta kecil-kecilan nya.

Mereka tertawa bersama membahas hal konyol sewaktu sekolah dan membahas hal apa yang akan dilakukan selanjutnya dalam kehidupan ini.

"Waktu itu gue pernah liat Nata ngerokok di kelas terus bapak Jai dateng, Nata telinganya nya ditarik bro. Disitu gue lihat Nata matanya berair, ngakak parah," ucap Zaki.

"Wah, iya parah tuh pas waktu itu. Gila telinga gue sakit banget, gak bohong itu mah gue," sahut Nata dramatis.

Semua tertawa mendengar cerita singkat itu, kemudian melanjutkan cerita lainnya.

"Waktu itu juga gue pernah tuh sama pak Jai dihukum suruh bersihin toilet, yakali gue ganteng-ganteng gini bersihin toilet ogah banget kan. Nah, gue belaga jalanin tuh tugas padahal, gue suruh si gue suruh si jono buat bersihin. Tapi, sayangnya ketawan terus gue disuruh lari lapangan dengan waktu 3 jam pelajaran," ucap Roy.

Semua tertawa terbahak-bahak, mendengar cerita Roy. Ibel tertawa hingga keluar air mata, membuat yang lainnya melongo melihat Ibel.

"Lo kenapa lagi nangis? Ini kan cerita lucu," ucap Jino sambil terkekeh.

"Maklumin Ibel, ketawa sambil nangis itu sudah menjadi hal biasa," sahut Tira yang juga tertawa.

"Nih gantian gue mau cerita," ucap Ibel sambil menyeka air matanya, "lo semua kenal Bu Tena?"

Semua mengangguk, mendengarkan dengan baik cerita Ibel, "waktu itu kan gue pernah dihukum sama dia suruh beli buku, tapi gue malah ngoce-ngoce eh, tau gak kalian?"

"Apa-apa?" tanya mereka bersamaan dengan antusias.

"Dia ngambek anjir, gue didiemin sama dia. Seh masa gue harus drama dulu, nangis-nangis dan mohon-mohon dulu, baru dia denger apa yang gue ucap."

"Terus apalagi?" tanya Nata.

"Udah gitu doang," jawab Ibel santai lalu menyeruput jusnya.

Semua membuang napas kasar, menatap Ibel sinis, "itu bukan cerita humor tapi cerita tegang," ucap Tira.

Ibel mengerucutkan bibirnya, menahan dagunya dengan wajah, "ya maaf."

Semua menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ibel. Setelah itu mereka semua melanjutkan makannya dan melanjutkan cengkrama.

"Nanti abis lulus kuliah gue mau mau nikah sama Tira," ucap Roy dengan entemgnya, lalu menggandeng tangan Tira.

"Ih, Roy apa-apaan sih. Malu tau," ucap Tira lalu melepaskan tangan Roy.

"Kuliah aja belum, udah ngomongin nikah," ucap Jino sambil menggelng-gelengkan kepalanya.

Zaki terkekeh, "jangan mentang-mentang udah pacaran bebas ngomongin pernikahan, belum tentu juga kalian bakal nikah," ucap Zaki tajam.

"Jahat banget lo," sergah Roy.

Setelah itu mereka melanjutkan makannya, membahas hal-hal lain. Hingga akhirnya mereka berniat untuk menyelesaikan pesta ini.

"Mas, sini, sekalian bawa billnya," ucap Nata.

Nata mengeluarkan kartu ATM nya, lalu menaruhnya dimeja. Nata menaikan satu alisnya, meminta agar teman-teman nya pun mengeluarkan kartu ATM nya. Sedangkan Ibel dan Tira hanya tercengang melihat hal ini.

"Ini apaan begini?" tanya Ibel.

"Mana kartu ATM lo?" tanya Nata.

Ibel mengeluarkan kartu ATM nya, memegangnya, "terus?"

"Taruh situ."

Nata menoleh kearah Tira, lalu mengarahkan matanya pada seluruh kartu ATM.

"Gue juga?"

"Iyalah."

Setelah semua kartu itu berjejer, pelayan itu menuju meja Nata, lalu mengeryitkan dahinya melihat kartu ATM yang berjejer rapi.

"Mas pilih salah satu kartu nya," ucap Zaki

Pelayan itu tampak memilih dan mengambil salah satu dari sekian banyak kartu itu. Semua tertawa melihat hal itu, ternyata itu adalah kartu Nata.

"Si Masnya tau aja kalau itu kartu anak Sultan," ucap Tira sambil terkekeh.

Pelayan itu tertawa, lalu menaruh kembali kartu itu, "bawa aja Mas, nanti balik lagi kesini," ucap Nata, menghela napas pasrah.

Setelah menunggu beberapa menit akhinya pelayan itu kembali sambil dan memberikannya kepada Nata, "ini Kak, kartunya."

Nata mengangguk lalu memasukkan kembali kartu itu ke dalam dompetnya. Dan beberapa menit kemudian mereka berjalan keluar bersama lalu, pulang dengan mobil masing-masing.

***

Semoga suka, jangan lupa vote and comen ya!

Salam,

Zahra Zainal

SATNATA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang