sepuluh

1.9K 346 97
                                    

vote & komennya yuk banyakin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

vote & komennya yuk banyakin.. biar aku semangat ngerjain segala macem praktek krna udah kelas akhir, dan bisa bikin wp juga disela-selanya.. ಥ‿ಥ

•••

"Varrel!"

Panggil Deon dengan keras saat tiba di koridor Rumah Sakit. Ia dapat melihat Varrel tengah berdiri sambil mengusak rambutnya beberapa kali seperti orang frustasi--menoleh pada Deon. Matanya berbinar ketika tahu dirinya datang, Varrel langsung memeluknya erat. Tak peduli jika orang-orang beranggapan aneh-aneh tentang mereka berdua. Dan tidak dapat dibendung lagi, tangisannya kini jatuh ke pipinya.

"Yang kuat ya, bro.."

Sementara Laura mengabaikan mereka berdua, ia mengerti mungkin Varrel benar-benar merasa sedih karena sang kekasih koma saat ini. Dan sahabat adalah tempat yang paling tepat untuk mengadu keluh kesahnya. Ia melangkah mendekati ruangan UGD. Mencoba mengintip kaca yang gordennya tidak tertutup rapat. Ada sedikit celah di sana yang memudahkan Laura melihat Jane walaupun sebentar saja.

Hanya mampu bertahan tiga detik, Laura cepat-cepat membuang wajah.

Ia lantas mendudukkan diri di kursi yang berada di depan ruangan. Mau berdiri pun rasanya lemas sekali. Laura lalu menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. Dengan perasaan sulit percaya atas apa yang terjadi sekarang. Ini sungguh di luar ekspektasinya. Wajah Jane yang tertutup perban dan beberapa lebam di tubuhnya menjadi alasan mengapa Laura tidak bisa memandanginya lama-lama.

"Jane mana?!"

Suara Olivia menginstrupsi koridor. Dia datang secara tergesa-gesa meninggalkan Sean yang berjalan lambat di belakang dirinya. Kemudian mendekati Varrel—yang sudah melepaskan pelukannya pada Deon sebab terkejut dengan kedatangan Olivia. Varrel mendadak merasa tidak enak pada Olivia. Karena bagaimana pun Varrel sudah berjanji pada Olivia untuk menjaga Jane. Ia ingin menjelaskan semuanya—

Plak!

"S-sumpah, ya lo.. lo bener-bener gabisa ngejaga Jane.. mana janji lo?! MANA, GUE TANYA?!" mata Olivia berkaca-kaca menahan air mata yang mendesak ingin keluar. Telunjuk tangannya terangkat mengarah pada Varrel.

Varrel yang terdiam membuat emosi Olivia mendidih. Tangan kirinya mengepal, siap meninju Varrel kapan saja. "Gue masih diem waktu lo bilang mau dinner sama Jane, tapi lo batalin gitu aja gara-gara cewek lain! Lo itu terlalu baik ke cewek lain, tapi gak buat cewek lo sendiri! Gue bener-bener gedeg sama lo sekarang, anjing! Apalagi sampe bikin Jane koma kayak gini. Dasar sialan,"

"Olivia udah! Lo apa-apaan, sih?" ucap Laura sambil menarik paksa Olivia menjauh dari Varrel.

"Lo yang apa-apaan?! Gue kayak gini juga karena ga terima sahabat gue koma gitu aja! Lo mana? Pembelaan lo mana? Diem doang kayak batu," ketus Olivia memutar bola matanya malas membuat Laura menghela napas. "Gue diem bukan berarti gue ga terima, ya! Tapi lo sadar diri dong, ini Rumah Sakit, bukan rumah lo yang bisa lo pake bebas buat teriak-teriak! Mana etika, lo?! Ga enak diliatin perawat!"

𝐋𝐎𝐂𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang