delapan belas

1.6K 275 160
                                    

pembaca tapi ga vote makin banyak nih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

pembaca tapi ga vote makin banyak
nih.. (●__●)

•••

"Lo mau bawa gue kemana?"

Langkah Deon terhenti, pemuda itu lantas berbalik. Ia menatap wajah cantik Laura sambil tersenyum tipis. Ekspresinya datar sih, memang. Berbeda dengan Deon yang malah memasang wajah tengil. Membuat Laura merasakan ada sesuatu yang aneh dalam diri pemuda itu. Kemudian Deon terkekeh, ia bergerak mendekati Laura. Lalu merangkul bahu gadis itu, yang tak Deon ketahui kalau Laura terkejut.

"Kemana, ya.. niatnya sih mau bawa lo ke atas panggung. Tapi.." Deon secara sengaja menjeda ucapannya. Hanya sekedar untuk melihat respon Laura—si gadis introvert yang tak suka keramaian.

Dengan cepat, Laura menggeleng. "Ga! Gue ga mau, Deon.. ga lucu banget naik ke atas panggung! Lagian ngapain ke sana, coba? Malu diliatin orang.. pokoknya gue ga mau ikut. Lo aja pergi sendiri, ga usah so kenal pake ngajak-ngajak gue segala!" paniknya setengah mati. Ia paling anti menjadi pusat perhatian terlebih lagi di tengah-tengah keramaian. 

"Tapi kan kita emang kenal, Laura.." balas Deon sambil tertawa geli menahan gemas. Ia mengusak rambut Laura membuat gadis itu mendelik tak terima.

"Jangan pegang-pegang!" serunya seraya menggerakkan tangan untuk merapihkan rambutnya yang sama sekali tidak rusak. Ia hanya takut rambutnya yang sudah di tata oleh salon, rusak begitu saja karena Deon. Masih dengan wajah datar, Laura lantas menatap mantannya. "Lo ke atas panggung mau ngapain, emang? Nyari perhatian cewek, atau nyanyi?"

Deon menghela napas. Laura selalu salah paham. "Nyari perhatian cewek, Ca. Ya, engga-lah! Mau nyanyi gue, nyanyi lagu."

"Ck, gue juga tau lo mau nyanyi lagu, Deon! Dikira lo kalo nyanyi sambil nyinden gitu?" tanya Laura dengan perasaan emosi. Ia terlanjur kesal akan rencana Deon yang mau mengajaknya pergi ke atas panggung. Terlebih, dilirik oleh banyak orang bukan hal yang bagus. Laura hanya bisa merapal doa dalam hati agar Deon tak benar-benar menjalankan keinginannya.

"Hehehe.. galak amat mantan gue."

"Gue ga galak, lo-nya aja ketengilan!" ucap Laura bersidekap dada.

"Iya, iya. Gue tengilnya ke lo doang, kok." Laura mengerucutkan bibirnya, ia tanpa sadar menjadi bawel jika bersama Deon. Sementara di sisi lain, Deon memandangi sekelilingnya. Pemuda itu melihat kursi yang berada di bawah pohon rindang. Ia kemudian berkata, "Ca, lo diem tungguin gue di kursi sana, ya? Gue mau minjem gitar dulu.. bentar doang, ga akan lama. Lo, ga usah mikir yang aneh-aneh."

Laura membulatkan matanya. "D-dih.. ga jadi manggung lo?"

"Emang lo mau?"

"Hah? Engga-engga!" tolak Laura cepat. Ia menarik paksa tangan Deon agar terlepas dari bahunya. Setelah itu, Laura berjalan secara tergesa-gesa menuju kursi panjang yang Deon tunjuk sebelumnya.

𝐋𝐎𝐂𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang