dua belas

1.7K 293 172
                                    

Sudah satu minggu, Anne tidak pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah satu minggu, Anne tidak pulang.

Anne tidak pulang—bukan karena tidak rindu teman-teman, juga bukan karena telalu enak menikmati waktu bersama keluarga, apalagi karena ingin membolos kuliah, bukan, bukan itu alasan mengapa Anne masih berada di rumah orangtuanya. Jika kalian berpikir, Anne merasa bahagia karena bertemu orangtuanya, tentu saja jawabannya adalah iya. Hanya saja, sikap orangtuanya tidak menunjukkan hal yang sama seperti Anne.

Anne senang, orangtuanya tidak.

Paham?

Sejujurnya, Anne tidak pernah membenci apapun di dunia ini. Sebelum sebuah kontrak tiba-tiba disodorkan padanya oleh kedua orangtua, yang selama kurang lebih dua tahun ini—lebih tepatnya ketika Anne baru keluar SMA—sama sekali belum ia terima sehingga menjadi beban pikiran sendiri. Tidak ada yang tahu tentang itu, termasuk Bryan. Karena orangtuanya memang tidak memperbolehkannya memberitahu hal ini pada orang-orang.

Karena kontrak bersifat rahasia, yang hanya diketahui oleh beberapa orang.

"Pokoknya, Mama ga mau tau kamu harus nandatanganin kontrak itu, se-ce-pat-nya! Ini udah dua taun, loh, Anne. Kamu ga bosen emang kuliah tapi ujung-ujungnya gitu doang? Ya daripada tetep bodo, terus polos ga ada dewasa-dewasanya, mending ikutin kata Mama!"

Mendengar perkataan Mama-nya, Anne meneguk ludah kasar. Ia menundukkan kepala, tidak berani menatap wajah sang Ibu yang kini tengah meliriknya tajam sambil mendesis. Anne sendiri tidak tahu harus melakukan apa, ia adalah anak tunggal. Tidak punya siapa-siapa, selain Bryan. Ayahnya? Tentu saja lebih mendukung Ibunya. Anne tidak bisa melawan orangtua, ia sebisa mungkin menolak kontrak itu dengan halus—

—yang mana nantinya dibalas dengan kekerasan.

Anne menarik napas panjang. "Ma, maaf banget.. tapi jawaban Anne sama kayak sebelum-sebelumnya. Anne ga siap kalo harus ninggalin Bryan. Gimana pun dia masih—"

"Bryan lagi, Bryan lagi." decak Mama Anne kesal. Wanita yang sudah berumur hampir menyentuh lima puluh tahun itu memutar bola matanya malas. Ia melanjutkan, "Gini, ya, Anne. Bryan itu siapa, sih? Dia cuman sahabat kamu yang bisa hilang kapan aja! Sementara Mama? Mama udah ngelahirin kamu, ngedidik kamu, ngebesarin kamu, tapi apa balasannya?! Kamu ga nurutin apa kata Mama. Kamu malah terus milih Bryan!"

"Tau gini Mama gugurin aja kamu,"

Setelah mengatakan itu, Mama Anne pergi masuk ke kamarnya, meninggalkan Anne yang bergetar begitu saja. Diikuti oleh sang suami—alias Papa Anne, pria itu bahkan sama sekali tidak melirik Anne. Seolah tak peduli akan keadaan gadis itu yang rapuh karena perkataan sang Ibu sekarang.

Dan tentunya Anne sadar, orangtuanya menyimpan kekecewaan yang amat besar terhadapnya.

Bagaimana pun, sampai kapan pun, Anne tidak akan bisa menerima kontrak—yang mengharuskan dirinya untuk memiliki seorang anak di usia yang masih sangat muda. Secara diam-diam, dan dilakukan semata-mata hanya karena kasihan pada pihak lelaki. Yang mana laki-laki itu adalah anak dari temannya Papa Anne. Kemudian Anne akan dikirim ke luar negeri agar tidak memalukan citra keluarganya.

𝐋𝐎𝐂𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang