DUA ─ Sebuah Harsa Yang Tak Dirasa

104 17 13
                                    

"Woy! Bersihin lemarinya!!"

"Yang piket mana?! Kok malah santai-santai?!!"

"Meja guru kenapa kosong gitu, hah?!"

"Mau kerja buruh dapetnya kuli, situ nyuruh emang saya peduli?"

"Sialan lo bebek, sini lo!!"

"AAAAA MAMA!"

"HAHAHAHAHA!!"

Ini Adibrata, sebuah ruang kelas yang murni di huni oleh para manusia berakhlak penyuka keributan.

Tidak heran kenapa nama Adibrata dipilih, sebab jika menurut bahasa sansekerta itu sendiri, Adibrata berarti tingkah lakunya yang unggul. Dan itulah isi dari keseluruhan kelas ini, tingkah laku yang hobi membuat kegaduhan didahului daripada pelajaran.

Suasananya seperti kerumunan yang sedang melakukan demo di pinggir jalan sana. Menurut Arumi sendiri, sekumpulan monyet liar cocok untuk mendeskripsikan manusia-manusia ini, perilakunya sama, suka membuat keributan. Tapi ia bukan bagian dari mereka, karena ia tidak suka membuat keributan.

Ini bermula saat beberapa siswa yang seharusnya piket hari ini, justru bermain-main tanpa mengerjakan tanggung jawabnya. Sang wakil ketua kelas beserta sekretaris kelas sibuk meneriaki pelaku piket yang tak mau mengerjakan tugasnya.

Namun, yang membuat heran, sang ketua kelas yang seharusnya mengatur kelas ini, justru ikut bermain-main dipojok ruang kelas sana. Tidak memperdulikan kondisi kelas yang sudah berantakan. Gadis yang sudah terbiasa dengan semuanya itu sudah tidak bisa berbuat apa-apa selain menikmatinya.

Teriakan, suara pukulan meja, suara tawa, nyanyian, semua menjadi satu disini. Membuat Arumi berpikir kembali, kenapa dirinya bisa masuk ke kelas seperti jenggala ini.

"AKSA!!! URUSIN KELASNYA! KALO GAK GUE ADUIN KE BUK MARTA LO, BIAR DIGANTI," teriak sang sekretaris. Seketika, pemuda bernama Aksa─yang merupakan sang ketua kelas─itu lantas mengatur manusia-manusia yang ada dan suasana kelas kembali tenang.

Ya, setidaknya mereka bisa tenang untuk sementara waktu.

Sang bayu kala itu terasa pelan melintasi permukaan kulit, cahaya bagaskara memasuki ruangan melalui celah-celah jendela dan pintu. Bel masuk telah mengudara, seluruh siswa siswi berlomba-lomba memasuki ruangan masing-masing.

Tak berselang lama, sang guru datang memasuki ruangan dengan seorang taruna bertubuh tinggi di belakangnya. Tentu, hal itu membuat seisi kelas bertanya-tanya, siapa pemuda rupawan itu?

Lantas, sang guru berdiri di depan kelas dan memberi salam, "Selamat pagi semuanya, hari ini Bapak membawa murid baru. Dia akan menjadi teman kalian sekarang." Sebuah kata sahaja itu sukses membuat suasana kelas menjadi sedikit riuh.

"Bapak harap kalian bisa berteman baik dengannya."

"Baik, Pak."

Semua aksa mengarah kepadanya, tidak terkecuali Arumi. Entah kenapa ia seperti mengenali wajah itu.

"Sumpah, Rum. Ganteng banget." Itu Agni tentu saja. Seorang gadis yang kini sedang hanyut karena pesona milik taruna tadi.

"Yee, masa iya Jendra diacuhkan. Tapi bentar deh, Ni. Aku ngerasa kaya pernah ngelihat mukanya, tapi gak tahu di mana." Setelah berucap, Agni justru menatap Arumi dengan tatapan yang tak percaya.

𝗞𝗼𝘁𝗮 𝗞𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang