十六 ENAMBELAS ─ Petak Kejutan

24 5 0
                                    

Beberapa dedaunan jatuh mencium bumi, seakan sudah rela untuk lepas dari rantingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa dedaunan jatuh mencium bumi, seakan sudah rela untuk lepas dari rantingnya.

Mentari tersenyum menyapa bumi dan Batavia, burung-burung bersayap megah bersemayam rapi di atas atap sekolah.

Hatiku rasanya seperti di singgahi bunga-bunga hari ini, entah kenapa, tapi semesta bisa menebaknya jika ini karena pemudanya sudah kembali.

Beberapa tapakku baru memasuki pelataran sekolah, tetapi bahuku sudah di sentuh sejemang oleh seseorang. Aku berbalik, tapi anehnya tidak ada siapa-siapa. Huh siapa yang usil?

Aku hendak berjalan lagi, tapi seseorang menarik tas ini sehingga aku tertarik kearah belakang dan berbalik.

"Pagi, cantik."

Tuhan, jantung gadis ini hampir saja lepas dari tempatnya, sebab durja miliknya begitu berdekatan dengan sang jejaka. Benar-benar gila, jantungku berdetak kencang.

Untungnya keadaan sedang sepi saat itu, jika tidak sorakan-sorakan aneh pasti di lontarkan penghuni sekolah ini.

"H-harsa?"

"Halo." Ia justru tersenyum, berbeda denganku yang masih terkejut.

Harsa melepaskan tasku dan berjalan di sampingku, sedang aku masih berusaha untuk mengontrol suasana.

"Maaf ya, kalau tarikannya cukup kuat sampai buat kamu terkejut," katanya.

"Tidak apa."

"Untukmu gadis elok milik semesta, aku harap hari ini dunia berpihak padamu, ya?" Harsa berujar, tapi aku bingung itu ditujukan untuk siapa.

"Siapa yang kamu maksud?" Tanyaku dan menatapnya.

Harsa tersenyum manis. "Sudah tentu untukmu."

Baiklah, jika kau bertanya apakah aku masih kuat untuk menghadapi dunia, jawabannya adalah tidak. Bagaimana mau kuat jika setiap hari harus bertatap muka dengan pemuda yang gemar membuat hati Arumi ini serasa diterbangi ribuan kupu-kupu terus?!

Bisa kutebak disaat Tuhan membuatnya, ia pasti sedang bersemangat hingga membuatnya seperti ini.

Aku tersenyum, sudah tentu itu tidak bisa disembunyikan. Lalu, aku berkata, "begitu juga untukmu pemuda rupawan kesayangan bumi, semoga bahagia selalu, karena senyumanmu meneduhkan seluruh semesta."

* * *

"Di mana sisanya?"

"Masih menyusul."

"Arum!"

"Itu dia."

Iya, waktu istirahat sedang berlangsung. Aku sedang berada di kantin bersama Harsa awalnya, tapi rombongan pemuda-pemudi datang dan memenuhi tempat ini.

𝗞𝗼𝘁𝗮 𝗞𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang