Malam berlalu menjadi pagi, sang mentari yang terbangun dengan indah dari arah timur itu lantas mengedarkan cahayanya hingga ke celah terkecil bumi.
Kicauan merdu para burung berpadu dengan indahnya suasana di perumahan yang ditempati.
Disana, terlihat potret sebuah rumah dengan warna yang di dominasi putih kelabu, di mana itu ialah tempat sebuah raganya singgah, telah menjadi sedikit sunyi sesaat.
Sebab, sang ayah sudah pamit untuk bekerja sebelumnya dan saudara tertua yang masih berada di bawah alam sadarnya.
Gadis Senandika itu tampak bosan, terhitung sudah tiga menit lamanya ia hanya menatap lurus kearah depan yang dapat dipastikan disana tidak ada apa-apa walau hanya untuk menarik minat.
Bagaimana dengan pergi ke perpustakaan kota? Ujaran di dalam kepala itu membuatnya seperti baru mendapatkan nyawa, walau bukan seorang yang kutu buku, tapi gadis itu selalu sanggup untuk membaca lebih dari satu buku.
Waktu sudah singgah di angka sembilan lewat tiga puluh, seharusnya perpustakaan itu sudah dibuka. Akhirnya Arumi bergegas bersiap-siap untuk menepikan diri ke perpustakaan kota tersebut.
Menggunakan bus untuk pergi ketempat tujuan adalah salah satu caranya, tapi sebelumnya, Arumi harus menguras sedikit energi untuk berjalan menuju halte bus yang berada di pinggir jalan sana.
Puluhan insan tengah berlalu lalang seperti biasa, meramaikan kota dengan hiruk pikuknya, begitu pula dengan beberapa kendaraan yang selalu memenuhi jalanan kota.
Netra yang tak hentinya menatap sekitar dan tungkai yang sibuk menelusuri jalan, di buat terpaku pada sesuatu yang menarik perhatian.
Netranya menangkap sebuah potret seorang pemuda yang sedang terjongkok di tengah padatnya kota, memberikan seekor kucing betina makanan sembari dielusnya kucing itu dengan manja, membuat gadis itu tak sadar jika lengkungan kurvanya terpahat dengan sendirinya.
Beberapa detik berlalu, ia menegakkan tungkainya dan saat itu pula tatapan keduanya saling bertemu. Lengkungan itu terlukis diatas kanvas wajahnya yang sahaja, membuat sang gadis tak sadar jika ia juga membalasnya.
Setelahnya, Arumi pamit undur diri tanpa basa basi, beranjak meninggalkan sang taruna beserta si kucing yang sibuk bermain.
Dan tahukah kalian? Itu adalah kali pertamanya bertemu dengan seorang remaja yang tak disangka-sangka akan menjadi bagian dari sebagian besar cerita hidupnya.
⚝˖
"AHAYYY!!"
Pemilik suara melengking itu merupakan sahabat seperjuangan Arumi sejak sekolah dasar dahulu, yang tak sengaja bertemu sesaat setelah selesai membaca buku dari perpustakaan kota hari itu.
Karena ia sedang terduduk jenuh menunggu sang Ibunda yang sibuk berbelanja, Arumi mencoba untuk mengajaknya pergi bersama.
Dan kini, mereka sedang berada disebuah kedai untuk beristirahat sejenak.
Setelah kata tersebut terucap, gadis itu sedikit tersentak dan mengerjap. "Kenapa, Ni?"
"Ini Allega chat, katanya udah jadian sama seseorang," ujarnya sembari tersenyum-senyum menatap layar handphone yang menyala.
Netra Arumi membesar, tak menyangka dengan apa yang dikatakan gadis bersurai sebahu itu. "Serius?"
"Iya."
Ia tertawa sejenak, lalu kembali berujar, "siapa yang nyangka, kalau orang kaya dia bisa disukai sama cewe lain."
"Aku juga gak nyangka, padahal kalo di kelas suka gosipin orang gak jelas." Gelak tawa meramaikan pembicaraan, karena masih tak menyangka bahwa seorang taruna seperti Allega memiliki kekasih hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗞𝗼𝘁𝗮 𝗞𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻
Fanfiction[tertahan sementara] 🔯 au 。희승 / HEESEUNG ❝ Tepat di mana kota itu berada, terajut sebuah kisah suka yang kini hanya menjadi kenangan semata-mata. ❞ © by 𝗺𝗮𝘂𝘃𝗮𝗹𝘂𝗲 , 2021.