Pagi buta sunyi di Batavia memperlihatkan beberapa eksistensi burung bersayap megah menyambut Arunika di ujung sana. Dengan berkolaborasinya kicauan sang unggas serta penampakan sederhana semesta di awal hari membuatnya sempurna.
Diharapkan pula jika hari ini menjadi sempurna dan indah layaknya sapaan awal hari untukku seperti sekarang, sebab ketegangan dan kegugupan karena ingin bertempur hari ini membuatku ketar-ketir.
Iya, ujian pertama akan dilaksanakan pada hari ini pukul delapan tepat nanti. Si ujian penentu posisimu yang akan lanjut menuju kelas selanjutnya atau tetap di kelas yang sama.
Sejak semalam bahkan sebelum turun ke bawah alam sadar, gadis Lembayung ini sudah tidak bisa tenang untuk hari ini. Walau sudah mempelajari semua yang diberikan sang guru untuk ujian.
Tepat di luar pagar rumah, aku memeluk tubuhku erat sebab udara sedikit dingin menerpa kawasan sekitar komplek. Sembari menunggu seseorang keluar dari halaman rumah.
"Dek, ayo." Ia bersuara setelah ditunggu selama kurang lebih tiga menit. Dengan baju bebas rapi yang memeluk tubuhnya, bersiap untuk menuju kampus.
"Jangan tegang-tegang atuh, jugaan bukan ujian pertamamu," celetuknya yang entah bertujuan untuk menyemangati atau berunjuk ke hal yang lain.
"Iya aku juga tahu, tapi tetap saja ini menegangkan," buncahku sembari menatap sinis dirinya.
"Sudah, dari pada tegang-tegang, lebih baik kamu berdoa saja agar dimudahkan semuanya." Begitu ucapan pemuda Chandrayaksa tersebut. Terkadang cukup sulit dipercaya bahwa dia adalah orang yang sama, sebab ia terkadang membuatku kesal karena ucapannya, tapi tak jarang pula jika ia selalu menyemangati lewat ujaran.
Tanpa menjawabnya, lekas aku memohon kepada semesta agar ujian hari ini berjalan baik dan sesuai dugaan.
* * *
"Akhirnya selesai juga." Helaan nafas lega sang Allega terdengar, setelah selesai bertempur dengan kertas jawaban lima menit lalu.
"Kepalaku hampir pecah saat mengerjakan matematika tadi," celetuk Rama sembari memegangi dahinya yang dipenuhi keringat.
"Iya, bahkan keringat sudah menguasai tubuhmu sekarang, Rama," tambah Agni sambil menunjuk Rama.
"Dia memang seperti itu, setiap bertemu dengan matematika, dia akan mengerahkan seluruh tenaga untuk bisa menaklukannya," sahut Allega mewakili Rama.
"Woy, tunggu!" Itu Aksa, sang ketua kelas yang baru saja kembali dari ruang guru bersama sang pendamping, Sendu.
"Habis kemana kamu?"
"Dari ruang guru."
"Aa ciee, udah ada yang mendampingi sekarang ya," goda Rama, membuat sang tuan tersenyum malu sembari sedikit melirik Sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗞𝗼𝘁𝗮 𝗞𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻
Fanfiction[tertahan sementara] 🔯 au 。희승 / HEESEUNG ❝ Tepat di mana kota itu berada, terajut sebuah kisah suka yang kini hanya menjadi kenangan semata-mata. ❞ © by 𝗺𝗮𝘂𝘃𝗮𝗹𝘂𝗲 , 2021.