Beberapa hari silam setelah cerita membingungkan itu terjadi, aku sudah tidak mempedulikannya lagi, eksistensi gadis itu saja sudah di rasa lenyap dari dunia karena tidak pernah tampak kembali.
Sedang dalam perjalanan untuk menuju sekolah hari ini, aku rasa semesta sedang kurang bersemangat, sebab mentari tampak ia tutupi dengan gumpalan mega kelabu di atas.
Kuharap semesta sedang tidak di dalam suasana hati yang buruk.
Seperti biasanya saja, pelataran sekolah tampak begitu-begitu saja setiap harinya, tidak ada yang menarik dan mengagumkan.
Ya, aku rasa gedung ini akan dirindukan pula ketika sudah lulus nanti, banyak kenangan dan cerita yang beragam di sini.
Menyusuri koridor yang sepi, siapa sangka jika gadis ini harus menabrak seseorang, mungkin karena kurang fokus.
Kendati tidak sampai jatuh, aku tetap meminta maaf karena menjatuhkan buku miliknya.
"Aduh, maaf."
"Tidak apa." Aku berjongkok, membantu dirinya mengambil buku-buku itu.
"Terima kasih──Arum?" Ia terpaku dengan hasta yang memegang erat tumpukan buku itu.
Aku menatapnya dan baru sadar jika itu adalah dirinya.
"H-halo? Kamu ... Arumi Lembayung, 'kan?"
Aku mengangguk kaku. "I-iya, k-kamu Bayu?"
Sang pemuda mengangguk jua, perihal siapa pigura ini. Ia adalah darah daging dari sahabat Ayahanda, sudah lama kita bersua, kini sudah jarang──hampir tidak pernah lagi menampakan raga satu sama lain.
Kita cukup dekat karena Ayahnya senantiasa mengajak pemuda itu bermain kerumah, dan kita berada di tempat kursus yang sama jua, jadi semakin lama semakin dekat. Bahkan sampai menginjak jenjang Sekolah Menengah Pertama.
Namun, satu hari pada bulan ketiga lima warsa silam, ia mengatakan perasaannya kepada pemudi ini dengan mendadak. Dan pertiwi yang juga menyaksikan semua itu sebagai saksi, bahwasanya ia tahu jika aku menolaknya.
Sejujurnya, aku tidak memiliki rasa yang lebih untuknya selain kawan semata, dan dengan berat hati pula aku mengatakan bahwa aku tidak bisa membalas amornya.
Semenjak hari itu, kedua insan ini jadi jarang bersua walau hanya untuk sekadar bertatap muka, entah ia memang kecewa atau apa, tapi ia selalu menghindariku. Hingga tanpa sadar, kita kehilangan kontak satu sama lain, tidak ada kabar dirinya dan hingga hari ini aku melupakan dia.
Tapi di hari ini pula, semesta mempertemukan, entah apa yang salah dengannya. Aku jadi tidak tahu harus memulainya bagaimana, sudah terlalu kaku untuk berbicara walau sepatah kata.
Aku menunduk, sedang dirinya memperhatikan. "Apa kabar? Aku yakin jika kau bersekolah di sini."
"Begitulah." Aku menjawab seadanya.
"... bisa berbicara sebentar?"
Baiklah pertiwi, apa yang harus dilakukan gadis ini? Bibir ini sudah terlalu kelu untuk menanyakan kabar sang tuan walau sedikit. Dan sekarang ia meminta waktu untuk berbincang, aku terlalu canggung sejak hari terakhir kita bersua.
Aku hanya sanggup mengangguk dan membiarkan sang tuan membawaku ke tempat yang ia inginkan.
Tidak jauh, kita hanya singgah sejenak di bawah pohon belakang sekolah.
"Ada apa?" Tanyaku berani.
Sebelumnya, ia mengusap tengkuknya sejemang. "Pertama-tama aku ingin meminta maaf kepadamu," ujarnya dahulu, aku bingung, tapi tetap mendengarkannya.
"Tentang kejadian terakhir setelah kamu ... menolakku, jujur aku kecewa dengan jawaban yang kamu beri, tapi aku dengan bodoh menjauhi dan merenggangkan hubungan hingga tidak pernah mendapatkan kabar lagi tentangmu, aku sadar kalau itu berlebihan dan tidak seharusnya dilakukan, kamu tidak salah tapi aku malah menjauhimu. Aku benar-benar minta maaf, setelah bertahun-tahun tidak ada kabar tentangmu, aku bingung. Aku sempat mencarimu, tapi orang tuaku justru mencari tempat tinggal yang lebih jauh lagi dari awalnya, jadi aku semakin sulit untuk mencari keberadaanmu. Tapi, hari ini tanpa sengaja aku bertemu denganmu, jadi langsung saja aku mengucapkan hal yang sudah lama aku pendam ini."
Gadis ini tertegun, jadi selama ini pemuda itu mencariku? Sangat sulit dipercaya memang.
"Itu memang sulit dipercaya, tapi itulah yang kulakukan."
"... mencariku? Seharusnya kamu tidak usah melakukan itu, aku juga merasa bersalah karena aku rasa waktu itu aku telah menolak tanpa memikirkannya dulu, aku yakin itu pasti membuatmu tidak nyaman."
"Tidak, selebihnya ini salahku, karena melakukan hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Dan aku mengajakmu kesini untuk ... memperbaiki pertemanan kita." Aku terdiam menatap maniknya, tapi anggukan aku berikan dahulu sebelum ujaran.
"Kok cuma ngangguk?" Tanyanya.
"Iya, aku setuju. Kita harus memperbaiki pertemanan kita."
Bayu tersenyum begitu juga diriku, dan aku berujar lagi, "ngomong-ngomong, untuk apa kamu di sini? Perasaan ini bukan sekolahmu?"
"Aku ke sini untuk mengambil buku karena sekolahku meminjamnya, tapi rupanya aku bertemu orang yang aku cari selama ini."
"O-oh, begitu."
Bayu menatap langit sembari berucap, "nomorku masih sama dengan yang dulu, jadi jika rindu telfon saja. " Lalu beranjak tanpa izin dan meninggalkan raga gadis ini di sana.
Rindu katanya? Dengan penuh percaya diri, bisa-bisanya itu keluar mulus dari lisannya. Aku tersenyum dan ikut Bayu pergi dari sana.
Sedikit lebih pendek
untuk hari ini,
kira-kira siapa
pemuda Bayu itu?
Kalian bisa menebaknya-!
semoga benar dan
selamat menikmati hari.aku memberikan
dua update untuk
hari ini-!!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗞𝗼𝘁𝗮 𝗞𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻
Fanfiction[tertahan sementara] 🔯 au 。희승 / HEESEUNG ❝ Tepat di mana kota itu berada, terajut sebuah kisah suka yang kini hanya menjadi kenangan semata-mata. ❞ © by 𝗺𝗮𝘂𝘃𝗮𝗹𝘂𝗲 , 2021.