1. Unlucky Day.

49 11 1
                                    

Mentari pagi nampak bersinar cerah. Angin berhembus sepoi-sepoi membuat pohon-pohon seolah tengah menari. Suasana jalanan ramai, bahkan bisa disebut macet. Banyak orang berlalu-lalang di jalanan. Ada yang ingin berangkat sekolah, kerja ataupun hanya sekedar berjalan santai. Biasalah kota Jakarta.

Ramainya jalanan kota itu tidak menyurutkan semangat orang-orang yang berlalu-lalang itu. Bahkan tak sedikit dari mereka yang dengan sabar menunggu agar kendaraannya kembali berjalan. Tapi, tidak sedikit juga orang-orang yang sudah merasa jengkel karena macet yang tak kunjung mereda. Tak jarang mereka membunyikan klaksonnya untuk mendesak kendaraan lain. Dan itu, membuat jalanan kian ramai.

Sama seperti orang-orang pada umumnya, seorang gadis tengah duduk di dalam mobil angkutan umum. Jika biasanya ia pergi ke sekolah bersama dengan ayahnya, maka kali ini tidak. Ia pergi sendiri dikarenakan sang ayah ada pekerjaan yang mendesak pagi ini. Gadis itu nampak berkali-kali membuang nafasnya gusar, ia merasa kepanasan. Sebenarnya ini bukan kali pertama ia menaiki angkutan umum, tapi entah mengapa ia merasa sangat sumpek di dalamnya.

Dia Joesav Elbithara Keithalyn, gadis berwajah jutek yang sebenarnya berhati lembut. Sama seperti yang kebanyakan orang katakan, janganlah menilai orang dari covernya saja. Nilailah seseorang dari sifat dan tutur katanya.
Thara, nama panggilan gadis itu. Ia tidak begitu suka dengan orang yang memanggilnya dengan sebutan 'Joe ataupun Alyn'.

Berkali-kali netra Thara memperhatikan sekitarnya. Jalanan macet membuatnya harus menunggu berlama-lama di dalam angkot yang sesak dengan orang lain. Tetapi beberapa saat kemudian, pandangan Thara terkunci pada seseorang yang tengah menaiki motor trail kesayangannya. Thara kenal orang itu, ia akan segera turun dari angkot dan menebeng kepadanya. Tetapi sebelum itu, Thara tidak lupa memberi ongkos kepada supir angkot yang ia tumpangi tadi

Setelah turun dari angkot, Thara segera menghampiri pria tadi. Ditepuknya pundak sang pria agar dapat melihatnya. Alis Thara sedikit mengerut karena adanya sinar matahari yang menerpa kulit putihnya. Pria yang diketahui bernama Elbara Stevano itu menolehkan kepalanya sehingga berhadapan dengan wajah cantik Thara.

"Kak, gue nebeng, ya? Ini macet banget, takut kesiangan sampe sekolahnya." Ucap Thara memohon. Ia mengatupkan kedua tangannya guna membujuk Bara.

"Nggak." Tolak Bara dengan dinginnya. Dirinya membuang pandangannya dari Thara. Ia malas jika harus berurusan dengan Thara.

"Sekali aja." Mohon Thara untuk kedua kalinya. Wajahnya dibuat seolah-olah bersedih agar Bara mengizinkannya untuk pergi ke sekolah bersama.

"Gue bilang nggak, ya nggak!" Bara sengaja menekan kata-katanya agar Thara bisa memahaminya dengan jelas. Padahal, Thara sudah memahaminya.

Thara membuang nafasnya pasrah, ia mengangguk lalu pergi meninggalkan Bara yang diam tak bergeming. Thara berjalan menuju pinggiran jalan, ia akan berjalan kaki menuju sekolahnya, syukur-syukur nanti ada ojek atau taksi lewat. Jadi, ia bisa menggunakan jasanya.

Thara melirik jam yang terpasang di pergelangan tangannya. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi, dan dirinya mungkin baru sampai setengah perjalanan saja. Entahlah, Thara merasa ini adalah hari sialnya. Rambutnya yang sudah ia kuncir rapi menjadi sedikit berantakan dan sedikit basah lantaran terkena keringatnya.

Thara mengistirahatkan tubuhnya sejenak di halte bus. Sesekali ia melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan ada kendaraan umum atau tidak. Tapi hasilnya nihil, tadi ada beberapa taksi lewat, tetapi sudah terisi penumpang. Thara mengerucutkan bibirnya kesal, kalau tau begini jadinya ia lebih baik berangkat lebih pagi bersama ayahnya.

Bunyi klakson membuyarkan lamunan Thara. Matanya mendelik tajam ke arah orang yang tengah menaiki motor trail itu. "Bisa nggak sih, jangan ngagetin?" Tanya Thara dengan nada judes khasnya.

ELBITHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang