19. Bumi dan Angkasa

2 1 0
                                    

Bumi duduk di sofa ruang tamu sembari menyelesaikan pekerjaannya. Sudah satu jam lebih ia menunggu adiknya pulang untuk mengajaknya membicarakan sesuatu. Mungkin jika kalian bertanya apakah Thara yang menjadi topik pembicaraannya nanti, jawabannya adalah benar. Sengaja ia pulang lebih awal untuk membicarakan hal ini bersama Angkasa. Bumi tidak marah Angkasa pergi bersama Thara, hanya saja ia sedikit... cemburu?

Bumi khawatir jika Thara akan mencintai Angkasa daripada dirinya. Karena memang saat ini yang bisa membuat Thara tersenyum sempurna hanya Angkasa, bukan dirinya. Tentu Bumi tidak terima dengan hal itu. Ia juga ingin berada di posisi Angkasa yang bisa mengajak Thara mengobrol dan tertawa bersama.

Suara motor Angkasa terdengar memasuki halaman rumah. Dan tidak lama setelah itu disusul olehnya yang memasuki rumah dengan wajah yang tertekuk. Ia lemparkan tasnya dengan sembarangan di sofa dan ikut mendudukkan tubuhnya dengan gerakan sedikit kasar. Bumi hanya melirik sekilas Angkasa tanpa berniat mengomentari cowok itu. Karena ia tahu, Angkasa pasti kesal kepadanya.

"Lo ngeselin banget, bang, serius." Ucap Angkasa dengan tatapan marah mengarah pada Bumi. Bumi yang semula fokus pada laptopnya, kini mulai mengalihkan pandangannya kepada sang adik. Raut wajah tanpa ekspresi terlihat dari mata Angkasa yang mengarah pada Bumi.

"Jangan pergi sama Thara lagi." Ujar Bumi dengan nada memperingati. Angkasa tentu bingung, tentu ia tidak terima dengan larangan itu. Saat ingin melayangkan protesnya, Bumi segera memberi kode kepada cowok itu untuk diam lebih dulu.

"Gue suka sama Thara, Sa. Bisa kan sekali aja lo ngalah sama gue?" Kalimat yang tidak pernah Angkasa duga keluar dari mulutnya sang kakak. Angkasa hanya diam, ia sampai bingung harus mengatakan apa sekarang ini. Ia juga menyukai Thara, bahkan sejak mereka kelas 10 dulu. Hanya saja ia baru memiliki keberanian mendekati cewek itu sekarang-sekarang ini.

Seolah tidak mempedulikan ucapan Bumi, Angkasa bangkit begitu saja dari duduknya. Tanpa menoleh lagi ke arah cowok itu, ia membawa kaki jenjangnya melangkah menuju kamar. Bumi menghembuskan nafasnya dengan panjang. Sudah ia duga akan seperti ini. Angkasa itu orangnya sulit untuk mengalah, ia akan mempertahankan apa saja yang ia sukai, termasuk sekarang ini adalah Thara. Disatu sisi Bumi tidak ingin ada keributan antara dirinya dengan Angkasa, namun disisi lain ia juga tidak rela apabila Angkasa berhasil mendapatkan hati Thara.

Kembali dengan kegiatan awal, Bumi kembali fokus dengan laptopnya. Ia akan memikirkan hal ini nanti saja, daripada pekerjaan menjadi terhambat karena seorang wanita. Tadinya ia berniat menghubungi Thara, namun ia masih ingat dengan ucapan gadis itu tadi pagi.

Sementara itu di lain sisi, Thara sedang dilanda rasa bingung. Ia ingin menghubungi Bumi, namun ia gengsi. Keinginannya tertutup oleh egonya yang setinggi langit itu.

"Gue telpon Angkasa atau Bumi, ya?" Gumamnya bermonolog. Diliriknya ponsel yang tergeletak di kasur itu dengan perasaan bimbang. Padahal sejak tadi ia menunggu pesan atau panggilan dari Bumi ataupun Angkasa. Wajar jika Bumi tidak mengiriminya pesan, karena mungkin dia menuruti ucapannya, tapi Angkasa? Cowok itu bahkan tidak memberitahunya apakah sudah sampai di rumah atau belum.

"Gue telpon Angkasa aja deh."

Thara ambil ponselnya kemudian mencari nama Angkasa disana. Tanpa berpikir panjang, segera ia telpon cowok itu untuk menanyakan apa yang terjadi. Cukup lama ia menunggu namun samaa sekali tidak ada jawaban darinya. Pikiran Thara semakin melayang kesana kemari, ia terus menduga jika Angkasa dan Bumi ada sedikit keributan.

"Gue telpon Bumi aja deh, biarin mau dikatain kangen juga." Ujar Thara pada akhirnya. Cewek itu tidak peduli jika nanti Bumi akan menggodanya dengan embel-embel kata 'kangen'.

"Lo kangen gue ya, Tha?" Tanpa mengucapkan salam atau apa, laki-laki itu langsung mengucapkan kalimat yang membuat Thara kesal saat itu juga. Benar apa yang ia duga tadi, tapi Thara tidak peduli, ia acuhkan saja ucapan menjijikan cowok itu.

"Angkasa dimana?" Tanya Thara dengan cepat.

"..." Terjadi keheningan selama beberapa detik disana, Bumi sama sekali belum mengeluarkan suaranya. Thara tetap menunggu, ia yakin Bumi hanya ragu untuk menjawab.

"Ada, di kamarnya." Jawab Bumi. Nada bicara lelaki itu terdengar berbeda dari sebelumnya.

"Lo sama Angkasa nggak kenapa-kenapa, kan?" Dengan amat hati-hati Thara bertanya. Terdengar suara tawa pelan di sana, entah apa yang ditertawakan cowok itu, tapi menurutnya benar-benar tidak ada yang lucu.

"Nggak apa-apa, emangnya kenapa?" Ada sedikit kelegaan dalam hatinya ketika Bumi mengatakan itu, namun ia juga sedikit ragu dengan jawaban dari lelaki itu. Ia ingin bertanya lagi, namun ia cukup malu. Thara menggigit bibir bawahnya, ia ingin menjelaskan sesuatu, namun ia juga malu.

"Gue sama Angkasa nggak ada apa-apa, tadi dia cuma ngajakin gue nonton aja, dan kebetulan gue juga lagi nggak sibuk."

Bumi tertawa terbahak-bahak, menurutnya Thara sangat lucu. Apalagi rasa percaya dirinya semakin meningkat sekarang ini. "Lo udah mulai suka sama gue, ya?" Tanyanya menggoda. Thara berdecak sebal, tiba-tiba saja ia menyesal telah mengatakan hal itu.

"Nggak, najis." Bantahnya mentah-mentah.

"Itu buktinya sampe jelasin ke gue tuh." Katanya, kembali menggoda.

"Ya gue cuma nggak mau lo sama Angkasa ribut!" Sentak cewek itu lalu memutuskan sambungan telepon begitu saja. Kesal? Tentu saja. Ia sudah rela menurunkan gengsinya dan Bumi malah menganggapnya sepele? Tentu Thara kesal.

"Gue bakar juga muka lo!" Gerutunya pelan. Memilih untuk acuh, Thara melemparkan ponselnya begitu saja di atas kasur. Hanya selang beberapa detik saja, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Thara berdecak sebal, ia ambil ponselnya dengan kasar dan melihat siapa yang menelponnya.

Bibir Thara yang semula mengerucut seketika berubah tersenyum lebar. El, ternyata kakaknya itu yang menelpon dirinya. Tidak perlu menunggu lama lagi, segera ia angkat kemudian ia ucapkan kata halo. Sahutan terdengar dari sebrang sana. "Kenapa, kak?" Tanya Thara dengan girang.

"Lusa papi ultah kan, Tha? Anterin gue beli kado buat papi, besok. Gue tau lo pasti paling bisa pilihin." Sedikit senyum Thara memudar, entah mengapa perasaan sedih tiba-tiba menghampirinya. Ia tahu El sangat menyayangi papi, meskipun papi begitu membencinya. Saat masih kecil pun El selalu mendapatkan perlakuan berbeda dibandingkan dengan Thara maupun kedua kakaknya. Entah, Thara juga tidak tahu apa penyebab papi melakukan itu kepada El.

Thara terkekeh pelan, bahkan ia yang satu rumah dengan papi saja tidak ingat jika lusa adalah ulang tahun papi. "Gue malah lupa kak. Ya udah besok pulang sekolah gue anter, ya."

El tidak membalas ucapan Thara, ia hanya diam hingga akhirnya Thara kembali yang bersuara. "Udah makan belum?" Tanyanya perhatian.

"Belum, lagi kerja."

"Makan dulu, kak, jangan lupa istirahat juga, ya?" Ujar Thara menasehati. Ia menundukkan kepalanya kemudian menghembuskan nafasnya yang terasa mencekik itu. Ia tidak tega, tapi apa yang bisa ia buat sekarang? Bahkan untuk sekedar membela El di depan papi saja ia tidak berani.

"Lo juga."

Thara tersenyum, lalu tanpa sadar kepalanya mengangguk. Saat ia hendak berbicara, sambungan telepon dimatikan oleh El. Thara tidak masalah, lagipula papi juga sudah dangat sering melakukan hal itu. "Semoga hati papi cepet luluh ya, kak." Gumamnya dengan pelan.

TBC!

ELBITHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang