06. Tunangan?

9.5K 735 8
                                    

Cyra dan Gitvin duduk di bangku taman yang letaknya tak jauh dari supermarket, mereka pun sempat mampir sebentar ke sanah tadi untuk membeli beberapa makanan.

Ralat, bukan beberapa melainkan sekeresek putih besar, sampe Cyra pusing sendiri mendengar keseluruhan harga makanan yang berada di dalam keresek itu.

"Ini semua beneran buat saya Pak?" tanya Cyra dengan wajah bingung sekaligus tak percaya ketika Gitvin mengatakan jika ini semua untuk Cyra.

"Iya, kenapa? Ada yang kurang?"

Dengan cepat Cyra menggeleng seraya berkata, "ngga-ngga... Maksud saya apa enggak kebanyakan?" Cyra bertanya pelan diakhir kalimatnya.

"Tidak." Hanya satu kata yang terlontar dari mulut Gitvin.

"Tapi ini kebanyakan loh Pak," kekeh Cyra sedikit menekan ucapannya.

"Tapi bagi saya tidak."

"Yaudah kalo gitu, nanti kalo sampe rumah saya gantiin deh."

"Saya ngga minta kamu untuk ganti rugi, tapi ngasih buat kamu." jelas Gitvin, sedikit mengeser tubuhnya untuk menghadap Cyra.

"Tapi saya merasa berhutang, apalagi kita baru aja kenal." Cyra merasa tidak enak.

"Memangnya kenapa kalo baru kenal?" Entah atau perasaan Cyra atau memang benar jika Gitvin seperti tidak suka dengan pertanyaan.

"Ya... yaudah deh kalo gitu, Makasih ya Pak Polisii. Yang ganteng." Cyra mengecilkan suaranya yang nyaris tidak terdengar oleh Gitvin di akhir kalimatnya.

"Apa?"

"Maksudnya tuh, Terima kasih Pak Polisi." Ulang Cyra yang dibalas senyum oleh Gitvin. Duh rasanya jika Cyra melihat senyum Gitvin ingin rasanya cepat dihalalkan.

"Sebenernya niat saya mengajak kamu keluar itu untuk menunjukkan sesuatu, tapi tidak jadi." Celetuk Gitvin seraya mengambil alih keresek berwarna putih ditangan Cyra.

"Kenapa?" Balas Cyra memperhatikan Gitvin yang tengah membuka salah satu Snack, lalu menyerahkannya pada Cyra.

"Karena, belum waktunya."

Hening. Tidak ada yang membuka percakapan, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing terutama Cyra yang sangat anteng memakan Snack seraya memperhatikan taman yang luas. Semakin siang, semakin banyak pula pengunjungnya, ditambah lagi ada beberapa permainan anak-anak. Membuat suasana ramai, untungnya Cyra duduk bersama Gitvin dibawah pohon, jadi tidak terlalu panas.

Sebuah ide terlintas dipikiran Cyra ketika melihat Ibu-ibu yang menggelar tikar di atas rumput. Kebetulan pulan, tak jauh dari sanah ada seorang yang menyewa'kan tikar.

Saat Cyra melirik ke arah Gitvin, ternyata lelaki itu tengah memperhatikannya dari samping. Beberapa detik mereka saling pandang sampai Cyra merasakan pipinya memanas.

"Kenapa liatin saya gitu?" tanya Cyra, berdehem pelan sebelum melanjutkan ucapannya sambil mengibaskan rambutnya pelan, "saya tau kok saya itu emang cantik, tapi pak polisi jangan gitu juga dong liatinya. Panas nih hati." lanjutnya.

Gitvin tak menanggapi lelaki itu memiringkan kepalanya agar lebih jelas menghadap Cyra. "Saya heran deh sama kamu." Ucap Gitvin tiba-tiba.

"Heran kenapa?" Cyra bertanya.

"Wajah kamu itu bisa cantik, bisa juga imut. Kira-kira Ibu kamu ngidam apa waktu hamil kamu sampe secantik ini." Gitvin tak bosan-bosannya memandang wajah Cyra.

Tolong siapapun seret Cyra dari hadapan Gitvin sekarang cefat! Jantungnya tiba-tiba berdetak cepat, Cyra baper, siapa yang tidak baper jika berada diposisi Cyra sekarang coba. Tidak menyangka jika Gitvin akan mengatakan seperti itu.

Sebisa mungkin Cyra menetralkan detak jantungnya yang menggila. Tapi tingkah Cyra yang sedang salting seperti ini benar-benar tidak bisa disembunyikan, terlihat dari pipinya yang memerah dan juga beberapa kali melirik ke arah lain. Hal itu membuat Gitvin merasa semakin gemas.

Cyra bingung harus mengatakan apa, jadi spontan yang keluar dari mulut Cyra adalah, "Makasih."

Karena mendadak Cyra nervous, maka gadis itu pamit sebentar pada Gitvin untuk menghampiri penjual alas untuk mereka duduk di bawah. Gitvin hanya mengangguk sekilas, matanya tak pernah lepas dari jangkau Cyra yang tengah berbicara, lalu menyerahkan uang, setelah kembali seraya membawa alas seperti tikar.

"Kamu mau duduk di bawah?" tanya Gitvin bingung saat Cyra menggelar alas tadi di atas rumput.

"Bukan cuman saya, Pak polisi juga."

Cyra menyuruh Gitvin untuk menunggu selagi Cyra melebarkan alas berwarna putih itu, lalu gadis itu duduk di atasnya sambil mengeluarkan beberapa makana ringan beserta minuman yang Gitvin beli. Setelah menatanya, Cyra menyuruh Gitvin untuk ikut bergabung, lelaki itu hanya nurut ketika melihat antusias dari Cyra.

"Gini lebih enak 'kan?" Cyra bertanya seraya mengangkat sebelah alisnya.

Gitvin mengangguk membenarkan, duduk di atas tikar seperti ini membuat lebih leluasa. "Jadi saya mau tanya sama Pak polisi." Ucap Cyra.

"Silahkan." Balas Gitvin dengan senang, satu hal yang Gitvin sukai lagi dari Cyra, adalah ketika gadis itu makan. Ada untungnya juga Gitvin bertanya pada Mamih-nya Cyra tentang kesuksaan gadis itu. Kata Mamih Cyra 'dia mah anaknya suka makan, tapi badanya gak pernah gede segitu terus.

Cyra adalah salah satu manusia, yang suka makan, nyemil, tapi berat badannya tetap 47 Cyra curiga jika makanan yang masuk ke dalam perutnya tidak jadi daging melainkan angin yang hanya numpang lewat usus.

"Pak Polisi kok mau-maunya sih dijodohin sama bocah ingusan kaya saya?" Tanya Cyra setelah lama berpikir.

Gitvin nampak berpikir sejenak untuk mencari jawaban yang tepat sebelum akhirnya menjawab. "Saya ngga lihat kamu ada ingusnya tuh.”

“Ihh bukan ingus itu maksudnya, kok Pak polisi mau sama saya, yang notabenenya masih seorang pelajar, masih sekolah gitu lohhh.” gemas Cyra.

“Karena... Memang keinginan saya.”

“Kok bisa-bisanya Pak polisi berkeinginan nikah sama saya?”

“Pertanyaan kamu satu tapi beruntun ya.” Kekeh Gitvin.

“Emang kamu tidak mau nikah dengan saya?” Gitvin bertanya balik yang membuat Cyra nampak berpikir sejenak dan berhenti mengunyah.

“Ya, mau sih.”

“Yaudah kalo gitu menikah dengan saya. Besok kita tunangan.”

Annyeong aku up.

That PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang