17. Yogyakarta

255 34 0
                                    

"Kalau bisa mencintai kenapa harus membenci? Mencintai adalah nikmat sedangkan membenci adalah adzab. Hiduplah dalam nikmat, jangan hidup dalam adzab."

April menatap dalam-dalam selembar sertifikat pertama dan terakhirnya berlogo SMA Bhayangkari sekolah yang dibangun dan dibesarkan oleh Lusy Indira, perempuan yang telah membuat dirinya terlahir di dunia lalu mencampakkannya begitu saja.

Sertifikat Peringkat 10 besar paralel kelas X, tak lagi ada artinya. Perjuangan merebut peringkat itu hanyalah sia-sia jika ia harus berhenti di sini. Dia tak mengira akan mendapatkan tempat yang paling diperebutkan oleh siswa-siswi Bhayangkari. Sama seperti 6 bulan yang lalu. Ranking 1 pun dipermasalahkan, kini tak lagi ada yang menghujat dirinya lagi. "Selamat Tinggal Jakarta, Selamat Tinggal Bhayangkari."

Ia menarik kopernya yang berat. Dengan berat hati ia akan meninggalkan semuanya dan memulai hidup baru. April StarLight cafe masih dikelola oleh Sari dan rekan-rekannya karena Mama Martha tak lagi bisa membantunya. Sendiri untuk kedua kalinya.

Yogyakarta kota tujuannya entahlah mengapa ia menjatuhkan pilihannya ke kota itu. Hidupnya sungguh rumit. Akankah ia sanggup menjalani hari-hari di sana. Bahkan sekarang ia masih duduk termenung setelah menyantap masakan khas Yogyakarta, gudeg Yogya.

"Assalamu'alaikum, dek." Seorang ibu terbalut gamis panjang dan berhijab lebar menyapanya.

"Wa'alaikumussalam...." April menundukkan kepala dan memberikan senyumannya sebagai tanda hormat kepadanya. Ia menatap sorot mata ibu itu. Mengenalnya, mungkin ia mengenalnya. Tapi tidak mungkin. Ibu itu pakai masker ia tidak bisa mengenalinya tapi sorot matanya.

"Mami..." Akhirnya suara itu yang keluar dari mulutnya.

Ibu itu pun menyadari suara itu dan membuka maskernya. April pun juga membuka maskernya. "Gita Aprillia, anak Mami?" Ibu itu hendak memeluk anaknya tapi dengan cepat April menghindar.

"Apakah pantas seorang ibu memanggil anaknya setelah ia mencampakkannya, meninggalkannya seorang diri?"

"Baiklah, apakah kamu mau mendengarkan Mami terlebih dahulu?"

"Sebelum aku mendengarkanmu, apakah aku boleh berkata?" Pertanyaannya dijawab anggukan oleh Lusy.

"Mamiku sudah mati!" Itu kata yang hendak keluar dari mulutnya tapi rasanya tercekat saat ia hendak berkata seperti itu. Ia tak bisa mengelak. Ia merindukan ibunya, sangat. Bahkan ia sudah berjanji ia akan hidup dengan cinta tanpa membencinya.

"Aku merindukanmu."

"Mami lebih merindukanmu, sayang. Maafin Mami....Maaf." Lusy menangis. April lebih tak kuasa lagi. Ia berhamburan di pelukan Maminya. Maminya pun memeluk dia erat.

Setelah sekian lama akhirnya mereka bertemu. April berharap pertemuan dengannya bukan untuk saling menyakiti lagi. Sungguh ia lelah hidup dalam tekanan dan kebencian.

"Ikut Mami! Mami akan ceritakan semuanya tanpa rekayasa dari Mami, please listen me!" Lusy memohon kepadanya. April sendiri bingung di tempat ini tidak ada yang ia tahu. Ia pun memilih ikut dengannya.

Lusy berjalan ke arah parkiran diikuti oleh April. Ia membuka pintu mobil dan masuk disusul oleh April.
"Mami enak masih bisa naik mobil mewah sedangkan aku? Mami tinggal dan kemana-mana harus naik angkot." Ujar April.

"Maafin Mami, sayang."

April menarik napasnya panjang dan memejamkan matanya. "Mami janji ya gak akan ninggalin April lagi, April takut, Mi." Ucapnya melemah.

"Iya sayang, Mami akan bersama kamu terus." Ucap Lusy dan mengelus tangan mungilnya. Ia menatapnya penuh penyesalan.

"Mami sekarang tambah cantik pakai gamis dan hijab." Pujinya untuk Lusy.

"Ah masa sih?? Banyak peristiwa yang menimpa diri Mami hingga Mami bertemu dengan orang yang sangat baik dan membuat Mami insyaf."

"Kenapa Mami gak mencariku?"

"Karena Mami harus menyelamatkan aset yang menjadi hak kamu terlebih dahulu sayang, butuh waktu lama untuk itu jadi Mami belum sempat menemuimu. Maafkan Mami!"

Mobil Lusy masuk area mansion yang megah lalu menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk. "Yuk sayang!" Lusy keluar dari mobil dan mengajak April masuk ke dalam.

"Pak bawa mobilnya ke parkiran ya!"

"Baik Nyonya."

"Pak Asep?" April melihat pak Asep sopir di rumahnya dulu.

"Non April."

"Pak Asep April kangen bapak." April langsung berhamburan memeluk Asep dan Lusy melihatnya tersenyum bahagia.

"Bapak juga kangen, Non."

"Mami punya kejutan lagi, sayang. Yuk masuk!" Setelah mereka menaiki tangga untuk masuk mereka disambut oleh para asisten rumah tangga di mansion ini.

"Non April!!" Teriak Bik Muna dari arah dalam yang melihat April. Bik Muna lari menghampirinya begitu pula dengan April langsung memeluk erat Bik Muna. Air mata berjatuhan, isak tangis mengharukan memenuhi ruangan ini. Mereka saling membisu tak bisa banyak berkata karena bahagia bisa bersama lagi.

Kini April tinggal bersama orang-orang yang sangat ia sayangi. Semua kisah sedih yang terjadi padanya adalah tak lain dari rencana Lusy yang harus melindunginya dari orang-orang jahat kiriman Papi dan istri pertamanya.

"Mami sadar, dulu mami dibutakan oleh cinta. Tapi berkat Bik Muna dan Pak Asep Mami sadar sayang ada orang yang harus Mami bahagiakan yaitu kamu buah hati Mami."

"Terima kasih, Mi. Aku mau seperti Mami boleh?" Lusy mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Maksud aku, aku mau berpakaian seperti Mami gini. Adem lihatnya."

"Masyaallah. Boleh sayang." Lusy memeluk putrinya. "Oh ya Selamat yaa sayang kamu masuk 10 besar paralel."

"Mami tau dari mana?"

"Ya ampun sayang kamu tidak tahu. Maaf Mami yang membuat kamu dikeluarkan dari SMA Bhayangkari biar Papi kamu dan istrinya makin percaya kalau keluarga Mami sudah hancur dan juga kamu hancur. Namun, baiknya Allah mempertemukan kita dan menyatukan kita lagi."

"Termasuk Ali menjauhi itu juga rencana Mami?"

"Maaf kalau masalah Ali Mami benar-benar tidak tahu. Maaf."

April memutuskan untuk melanjutkan belajarnya di pondok pesantren Yogyakarta. Lusy juga mengijinkan karena kalau terus bersamanya keluarga suaminya akan tahu yang sebenarnya.

"Mami sebenarnya gak mau jauh dari kamu lagi sayang."

"I know, Mi. But we must do it."

"It's ok. I know you so well."
.
.
.
.
.
.
.
.
AshilaVandana
Tulungagung, 24 Oktober 2021

Terjebak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang