Happy Reading!
***
Clara sangat menyukai kebersihan.
Kebersihan menjadi salah satu faktor yang diperhatikan dalam menilai sesuatu. Entah itu benda atau manusia, kebersihan adalah hal pertama yang dilihat dalam menilai rupa maupun bentuk.
Termasuk bagaimana ia menilai seorang laki-laki.
Clara, Rana, dan Giovanni adalah tiga orang yang selalu bersama dari kecil. Mereka berada di satu lingkungan yang sama, memiliki status sosial tertinggi, dan dikenal karena pengaruh orang tua mereka yang mumpuni.
Clara mengenal keduanya dengan sangat baik. Oleh sebab itu, tidak ada rasa cinta di antara mereka karena ia takkan pernah tertarik.
Clara tidak menyukai Rana akibat sikapnya yang terlalu egois. Rana akan melakukan apapun demi tujuan yang ia miliki. Clara pun kurang suka terhadap Giovanni, karena anak itu minim ekspresi serta mudah curiga pada orang lain.
Jika Clara menyukai salah satu dari mereka, maka dipastikan kiamat semakin dekat.
Clara bertemu dengan Gladis saat mereka duduk di bangku SMP. Ketika Gladis tahu bahwa Clara dan Giovanni adalah teman masa kecil, Gladis langsung menarik perempuan itu untuk masuk ke dalam kelompoknya.
Gladis adalah perempuan manja yang mudah ditebak. Clara pun tahu, ia dimanfaatkan agar Gladis bisa lebih dekat dengan Giovanni.
Namun, Clara tidak peduli.
Ia tahu perjuangan Gladis adalah sesuatu yang sia-sia.
"Dia boleh duduk di sini nggak?"
Meski Clara menganggap semua teman-temannya di SMA adalah orang-orang bodoh tak berotak, ada hal lain yang membuat ia betah untuk terus bersekolah.
"Oh, boleh dong!" Arya menjawab antusias. Ia menggeser duduknya, menepuk-nepuk tempat yang sengaja ia kosongkan. "Sebelah gue aja, Za."
Reza duduk di samping Arya, menghadap Rana yang terlihat tidak rela. "Makasih ya."
"Nggak usah sungkan, hehe. Gue yang justru harus bilang makasih sama lo karena udah bantuin gue belajar waktu itu."
Reza mengangguk kecil, lalu tersenyum tipis. Stevan menggeser tempat duduk, menempel pada Arya dan memajukan kepalanya. Ia menatap Reza dengan tatapan antusias. Arya mencibir, "Minggir, anjir! Gue nggak bisa makan nih!"
"Lo tahu gue, 'kan?" Stevan terlihat tidak peduli. Ia malah semakin senang menggencet Arya agar bisa bertatapan dengan Reza. "Kadang gue mikir lo makan apaan sih sampe pinter banget jadi orang."
"Makan buku," bisik Rana. "Kayak nggak pernah lihat orang pinter aja, dasar norak."
Donny yang duduk di samping Rana hanya bisa menaikkan alis. Namun, ia memutuskan untuk tidak menggubris. Fokusnya malah terjatuh pada mangkuk soto yang mengepul hangat. "Ran, lo makan nggak?"
Rana tersentak saat tiba-tiba mangkuk soto yang ia pesan malah berpindah. Ia menggeplak kepala Donny. "Ini jatah gue! Pesan sendiri sana!"
"Nggak ada duit."
"Utang!"
"Utang gue udah numpuk, Ran. Bu Sumi pasti bakal laporin gue ke Pak Ridwan kalau gue ngutang lagi..."
"Derita lo!"
"Pinjem duit dong."
"Enak aja!"
Giovanni menatap Donny begitu lama. Tangannya mengambil dompet dari saku celana, mengambil satu lembar uang biru dari sana. "Pakai uang gue aja dulu, nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG SAMA [BL]
Teen Fiction[CERITA HOMO] [ 🔞 DI BAB TERTENTU] [DRAMA, TIDAK ADA HUMOR] [DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jika diperhatikan, Reza Samuel Ivander adalah wujud dari manusia yang sulit ditebak. Dikenal karena kecerdasan dan gaya bicara yang formal, ia memutu...