Hai, maaf terlambat update.
Happy Reading!
*****
Akhir pekan adalah hari yang selalu ditunggu oleh setiap orang.
Tidak ada yang mengganggumu ketika ingin menghabiskan waktu di hari pekan. Jika bisa, kau akan menggunakan kesempatan ini untuk berbaring di teras rumah dan membiarkan waktu selesai begitu saja. Meski ujian nasional akan diadakan dalam dua bulan ke depan, bukan berarti siswa harus belajar setiap saat, 'kan?
Termasuk Arya.
Ketika teman-temannya terperangkap dalam dunia penuh drama, ia memilih untuk diam dan fokus terhadap apa yang ia lakukan. Pemuda itu tidak terlalu ambil pusing mengenai fakta bahwa semua orang kini sibuk secara personal, tidak ada waktu untuk kembali bersenang-senang.
Arya membiarkan matahari menusuk kulitnya, memberikan efek panas. Matanya tertutup, menikmati kesendirian. Bibirnya bergerak-gerak kecil, menggumamkan lirik lagu yang ia dengar. Earphone menutup kedua telinga, mengacuhkan apa pun yang terjadi di luar sana.
Arya merasa dunia kini berpihak padanya, sebelum tiba-tiba ada dorongan yang membuatnya terjatuh dari kursi kolam renang.
"Anjing!" Arya langsung membuka mata, melotot saat menemukan pelaku dari aksi sebelumnya. "Lo nggak lihat gue lagi tidur apa!?"
Stevan ikutan melotot, menarik tangan Arya agar pemuda itu berdiri dengan cepat. "Bangun."
Arya melepas earphone, membiarkan ia ditarik hingga masuk ke dalam rumah. "Kok bisa masuk? Pagar 'kan gue kunci."
"Intinya gue bisa masuk," Stevan merespon cuek. "Ke mana aja selama ini? Lo nggak tahu situasi lagi warning?"
"Apaan sih?" Arya menepis tangan Stevan, meletakkan earphone ke meja terdekat dan mengambil handuk yang sudah disiapkan. "Emang selama ini gue ke mana? Kita ketemu di sekolah, sekali-kali mabar, nongki bareng di kantin—"
"Lo nggak ngerasa ada yang beda?"
Arya enggan menjawab, ia malah melangkah ke dapur dan membiarkan Stevan mengikutinya. Kulkas dibuka dengan pelan, diambilnya dua soda. Arya melempar salah satu soda dan ditangkap oleh Stevan dengan sempurna.
"Nggak ada."
"Jangan pura-pura goblok."
Arya mengernyit, kemudian duduk di meja makan. Stevan tetap berdiri di tempat, bersandar di dekat pintu belakang. "Oke, gue goblok. Bisa jelasin biar gue jadi pinter?"
Mereka berpandangan. Stevan bisa melihat ekspresi Arya yang memang tidak tahu apa-apa. "Lo ini ... nggak peka banget, ya?"
"Makanya jelasin biar gue peka."
Arya malah semakin heran ketika melihat sahabatnya itu salah tingkah. Dia tidak paham apa yang telah terjadi di luar sana, tetapi melihat Stevan gelisah seperti itu, membuat dirinya merasa bersalah. Apa yang ia lewatkan? Semuanya baik-baik saja, 'kan?
"Van, sini ... duduk."
Stevan tetap diam, tapi ia menurut. Dia duduk di sebelah pemuda itu.
"Cerita."
Stevan menoleh, menatap Arya. "Gio sama Reza pacaran."
Padahal hanya empat kata, satu kalimat, dan berupa pernyataan. Namun kenyataan itu berhasil membuat Arya seketika terdiam, ekspresinya menerawang. "Hah?"
"Jangan 'hah'-in gue, jawab yang bener!" Stevan kesal sendiri, ia menepuk lengan Arya yang telanjang.
"Gue nggak peduli mereka homo kek, bromance kek, apa kek, tapi lo tahu 'kan nanti ke depannya gimana? Gimana bapak Gio tiba-tiba balik terus denger soal ini? Apalagi dia dijodohin sama Gladis! Gue udah ngomong sama Donny tapi dianya begitu! Bantuin Ya, gue bingung—"
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG SAMA [BL]
Teen Fiction[CERITA HOMO] [ 🔞 DI BAB TERTENTU] [DRAMA, TIDAK ADA HUMOR] [DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jika diperhatikan, Reza Samuel Ivander adalah wujud dari manusia yang sulit ditebak. Dikenal karena kecerdasan dan gaya bicara yang formal, ia memutu...