Bab ini mengandung adegan seks implisit antar pria. Mohon bijaklah dalam memilih bacaan.
So, Happy Reading!
*****
Clara terlihat cantik pagi ini.
Gadis itu berdiri tegap di depan kaca, tersenyum dengan badan berputar-putar. Rasanya sudah lama tidak mengenakan seragam sekolah, tampak cerah disertai roknya yang berwarna keabuan.
Tiga hari tidak masuk, tiga hari pula meratapi nasib dan merenung di balik selimut. Meski dunia akhir-akhir ini selalu diratapi mendung, bukan berarti hidupnya juga harus gelap seperti kalbu.
"Harus senyum, harus senyum..."
Clara bergumam, menatap dirinya di depan kaca. Ditolak dan mengalami putus cinta adalah hal yang memalukan. Dia tidak boleh terlalu larut dalam tangisan. Waktu terus bergerak, begitu juga dengan keadaan mereka semua.
Hujan masih melanda Jakarta. Di balik kaca jendela, Clara menatap dunia yang masih basah oleh air mata. Gadis itu menarik napas panjang dan membulatkan tekad. Dia harus melupakan segalanya, melangkah ke jalan yang berbeda, dan melihat masa depan yang lebih cerah.
Clara hanya jatuh cinta. Dia hanya jatuh cinta pada laki-laki biasa. Tidak ada yang istimewa. Ini hanya Reza. Reza bukan manusia spesial. Masih banyak laki-laki hebat, kaya, pantas, berwibawa, dan berwawasan luas yang sederajat dengannya.
Dunia Clara tidak hanya berpusat pada Reza. Baginya, Reza adalah poros yang harus ia patahkan sekarang juga.
Clara bukan anak gadis yang suka duduk lama-lama di meja makan. Dia lebih senang mengambil roti yang sudah disiapkan di atas meja, melahapnya dengan satu gigitan sambil terburu-buru ke halaman rumah. Bi Aci menyuruhnya untuk makan pelan-pelan, tapi telinga seolah tuli secara mendadak.
Saat ini, ia hanya ingin ke sekolah dan menyapa semua orang.
Jika Giovanni menyukai Mustang dan menganggapnya sebagai mobil paling keren di dunia, maka Mini Cooper adalah mobil yang tidak pernah termakan usia. Clara menyukainya karena mobil ini adalah hadiah ulang tahun dari sang ibu saat ia menginjak usia yang ke tujuh belas.
Mini Cooper edisi terbaru, berwarna merah dengan garis hitam-hitam. Saat mobil itu terparkir di sekolah, semua orang seketika tahu siapa pemiliknya.
Itu Clara. Dia teman Gladis. Tangan kanan Gladis. Yang dipercaya oleh Gladis. Sekaligus penghubung antara Giovanni dan Gladis.
Mengabaikan tatapan dari adik kelas di lantai dua, Clara beranjak naik ke lantai tiga. Dia melewati kelas IPS, melirik sebentar ke XII IPS 4. Setelah memastikan bahwa orang yang ia cari belum ada di sana, ia beranjak pergi ke kawasan IPA.
Dan tidak pernah ia sangka bahwa orang pertama yang ia temui hari ini adalah Donny.
"Udah selesai galaunya?"
Donny memang brengsek, bertanya hal seperti itu pada perempuan yang mengalami patah hati. "Kenapa? Nggak seneng gue di sini?"
Yang ditanya mengangkat bahu. "Gue kira lo udah mati."
Clara mendengus, beranjak maju. Cokelat silver queen tampak menggiurkan, ia ingin mencicipinya. "Minta ya? Barusan cuma makan roti nih."
Donny mengerutkan dahi, tidak ikhlas. Namun, ia tetap mengiyakan. "Dikit aja."
Bibir Clara tersenyum, lebih mengarah ke cengiran manis. Gadis itu mengucapkan terima kasih, menerima cokelatnya sepenuh hati. Donny memang brengsek, tapi ia tidak pelit.
"Udah baik, tinggi, nggak jelek-jelek amat ... kok gue nggak naksir lo aja ya?"
Seketika kerutan penuh jijik terlukis di sana. "Mending jangan, nggak sudi."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG SAMA [BL]
Teen Fiction[CERITA HOMO] [ 🔞 DI BAB TERTENTU] [DRAMA, TIDAK ADA HUMOR] [DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jika diperhatikan, Reza Samuel Ivander adalah wujud dari manusia yang sulit ditebak. Dikenal karena kecerdasan dan gaya bicara yang formal, ia memutu...