Happy Reading!
***
Reza selalu berharap bahwa kelainan ini bisa hilang kapan saja.
Ketika mulai berbicara, ia mencoba untuk mencari celah kalau semua yang terjadi dari awal sampai sekarang hanya sebuah permainan. Ya, permainan dalam memainkan hatinya dan membuatnya hancur sampai tak tersisa.
Reza ingin sekali mendengar bibir yang sedang menciuminya dengan ganas ini mengatakan kenyataan yang menyakitkan, membisikkan hal-hal fatal sehingga membuatnya terluka dan memilih untuk menyerah; menyerah terhadap cinta, menyerah terhadap keadaan, menyerah terhadap satu harapan yang terus berkembang.
Jika Giovanni adalah orang yang membuat hatinya patah, maka Reza selalu siap akan semua rasa sakit yang ada. Itu adalah satu-satunya cara agar kelainan ini bisa menghilang dan mengubahnya menjadi normal.
Namun, yang terjadi malah sebaliknya.
Reza sama sekali tidak pernah membayangkan atau memperhitungkan Giovanni yang menyatakan cinta padanya.
Dengan tatapan serius dan mencekam, saling berpelukan, bercumbu hebat serta bermasturbasi bersama adalah rentetan peristiwa yang membuat dirinya sulit untuk percaya bahwa laki-laki itu berbohong.
Reza sudah bertemu jutaan manusia di dunia ini dan ia tahu kalau Giovanni sama sekali tidak berbohong.
"Malam ini, mau nginap?"
Reza menelan ludah dan menutup mata, menikmati kecupan-kecupan manis yang dilayangkan oleh Giovanni pada pipi dan lehernya. Kedua tangannya sudah berpindah ke punggung dan mengelusnya lembut. Sentuhan intim itu membuat Reza berusaha keras agar tidak mengangguk. Akal sehatnya masih berfungsi dan mengatakan semua ini adalah sesuatu yang keliru.
Setelah menarik napas dalam-dalam, Reza menyentak tubuh Giovanni sampai ada jarak di antara keduanya. Mereka kembali bertatapan, beradu dengan pandangan yang hampir diselimuti hasrat.
Giovanni maju kembali, ingin menciumi. Reza segera berpaling, menahannya dengan mata menghakimi.
"Saya mau pulang," Reza menatapnya serius. "Maaf, saya harus tolak tawaran kamu."
Giovanni terdiam, bulu matanya yang lentik terlihat turun. Ada perasaan kecewa, tetapi ia terlalu hebat untuk memperlihatkan. Dia tahu bahwa ini adalah pemaksaan. Bukankah jika ia mencintai seseorang, ia akan menghormati segala keputusannya?
Akhirnya, Giovanni bersuara. "Mau gue antar?"
Reza terpana sebentar, tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan. Dengan kekuatan yang tersisa, ia berdiri dari pangkuan yang nyaris membuatnya gila. "Nggak usah. Kamu istirahat saja."
Giovanni memperhatikan Reza yang berdiri dengan kaki gemetaran. Dilihatnya tangan pucat itu cepat-cepat merapikan seragam, menaikkan resleting celana, dan memasang ikat pinggang. Setelah semuanya kembali seperti semula, Reza sempat terdiam.
Dia tidak tahu harus berbuat apa.
Giovanni mengetahuinya dengan sangat baik. Oleh sebab itu, ia sentuh ujung kelingking, meminta Reza untuk berbalik. Menelan ludah, yang disentuh pun berbalik dan menemukan Giovanni yang tersenyum kecil.
"Gue serius," Giovanni lalu menggenggam tangan Reza, ia kecup punggung tangannya. "Jangan mikir yang tadi cuma becanda, oke? Masalah kayak gini gue nggak pernah main-main."
Reza mengatupkan bibir, memperhatikan punggung tangannya yang diciumi. Setelah menenangkan hatinya yang menjerit, ia berbisik. "Saya juga nggak main-main, Gio. Kamu kira jadi gay itu mudah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG SAMA [BL]
Teen Fiction[CERITA HOMO] [ 🔞 DI BAB TERTENTU] [DRAMA, TIDAK ADA HUMOR] [DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jika diperhatikan, Reza Samuel Ivander adalah wujud dari manusia yang sulit ditebak. Dikenal karena kecerdasan dan gaya bicara yang formal, ia memutu...