Happy Reading!
***
Reza menatap tangga yang mengarah ke lantai tiga, merenung sendirian.
Beberapa orang melewatinya, terburu-buru. Lima belas menit lagi, waktu akan menunjukkan pukul tujuh. Dunia telah berganti ke hari yang baru, suasana baru, serta peristiwa baru.
Di sana, ia tetap diam dengan pikiran berputar-putar. Di sana, ia ingin kedatangan lelaki yang menculiknya hanya untuk mencicipi es krim di tengah malam. Di sana, ia berharap lelaki itu menepuk bahunya dan mengucapkan satu kata, hai.
Tapi setelah enam menit menunggu seperti orang gila, akhirnya ia memutuskan untuk menyerah.
Reza menaiki tangga, melewati deretan pintu kelas tiga yang sudah penuh oleh siswa. Kakinya melangkah, tetapi langkah tersebut seketika memelan kala melewati kelas XII MIPA 2.
Kepalanya tegak ke depan. Matanya malah melirik ke dalam kelas. Tidak ada siapa-siapa. Tidak ada penghuni. Bangkunya kosong tanpa pemilik.
Reza tidak melakukan apa-apa. Wajahnya datar. Tidak ada ekspresi yang kentara. Kakinya lanjut melangkah, hendak masuk ke dalam kelas XII MIPA 1 demi menyambut Fisika sebagai pelajaran pembuka.
"Hai, pagi."
Meski begitu, langkah tersebut lagi-lagi harus berhenti.
Clara berdiri, senyumnya merekah seperti putri, mata menyipit seperti terkena sinar ilahi. Reza mengerutkan alis, tidak mengerti sejak kapan perempuan ini datang tanpa permisi.
Seperti tidak terjadi apa-apa, Reza membalas senyuman Clara. "Selamat pagi."
Lorong tersebut seketika heboh akan interaksi yang terjadi antara dua orang yang punya kasta berbeda; Reza yang dikenal sebagai si miskin tapi selalu juara dan Clara yang dikenal sebagai si kaya dan punya relasi banyak.
Clara bersumpah, memandangi Reza terasa jauh lebih baik dari pada menanggapi gosip tak berarti. Reza pun tidak ambil pusing, bersikap biasa meski rumor baru pasti akan terjadi.
"Soal tadi malem, lo tenang aja. Rana emang sinis, tapi orangnya baik kok. Dia cuma ... em, apa ya? Agak susah bergaul sama orang baru."
"Bagi dia saya ini orang baru?"
"Iya, tapi istilahnya itu ke kita-kita. Lo ngerti, 'kan?" Clara tersenyum saat Reza mengangguk.
"Dia mungkin agak syok. Ya bayangin aja, temennya dari kecil tiba-tiba deket sama orang lain. Apalagi si orang lain itu orang kayak lo."
Orang kayak lo, katanya.
Memang Reza orang yang seperti apa?
"Dia ingin orang yang seperti apa?"
Clara memiringkan kepala, berpikir sebentar. Reza menatapnya tenang, tidak peduli bahwa bel akan berbunyi dalam dua menit ke depan.
"Rana tipikal orang yang terlanjur nyaman sama satu lingkungan. Kalau ada orang baru yang tiba-tiba datang, mungkin dia nggak—"
"Dia nggak berharap saya ada di antara kalian?"
Clara menundukkan kepala, salah tingkah. Sebelum perempuan itu menyiapkan seribu satu alasan, ia terdiam saat melihat ada senyum yang merekah.
"Giovanni dan saya cuma sebatas kenalan. Dibandingkan Rana, sudah pasti status saya berbeda jauh, 'kan?"
Reza ingin meyakinkan Clara, semua pasti akan baik-baik saja.
"Saya juga nggak berharap jadi teman atau bagaimana. Kalau Rana memang benci dan nggak ingin saya ada di sekitar kalian, tolong minta dia bilang langsung ke saya. Jangan main kucing-kucingan seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG SAMA [BL]
Teen Fiction[CERITA HOMO] [ 🔞 DI BAB TERTENTU] [DRAMA, TIDAK ADA HUMOR] [DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jika diperhatikan, Reza Samuel Ivander adalah wujud dari manusia yang sulit ditebak. Dikenal karena kecerdasan dan gaya bicara yang formal, ia memutu...