Sudah seminggu Richard tinggal di Jakarta, bekerja di Narendra Consultant Design, salah satu divisi dari PT. Narendra Property.
Ia diberikan tempat tinggal salah satu unit di apartemen milik Narendra Property tak jauh dari gedung tempat Narendra Consultant Design berada.
Ruang apartemennya cukup memadai. Terdiri dari sebuah kamar tidur, ruang tamu, pantry plus ruang makan, kamar mandi, serta balkon kecil, cukup untuk ditinggalinya sendiri.
Sebenarnya Richard ingin tinggal di komplek perumahan, di mana ia bisa lebih merasakan denyut kehidupan masyarakat Jakarta yang sesungguhnya. Tinggal di apartemen membuatnya merasa tidak ada bedanya dengan tinggal di New York. Kehidupan penghuni apartemen ini adalah individualis.
Mungkin satu-satunya tempat yang paling sering dikunjungi Richard adalah sebuah masjid lumayan besar yang dibangun di komplek apartemen ini.
Sayangnya, yang datang ke masjid itu bukanlah penghuni apartemen, kebanyakan justru orang dari luar apartemen yang sedang dalam perjalanan, kemudian mampir ke masjid yang ada di lingkungan ini.
Hanya di masjid ini Richard merasakan hubungan antar manusia yang lebih baik. Salat berjamaah, mengaji, dan saling mengobrol apa saja dengan sesama jamaah masjid.
Biasanya orang yang ditemui Richard selalu saja ingin tahu bagaimana kehidupan Islam di New York. Kemudian berganti, Richard yang akan bertanya bagaimana wajah Islam di Indonesia.
Richard kemudian tahu, di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, menjalani kehidupan yang disesuaikan dengan kegiatan kaum muslim. Seperti jam kerja yang berbeda di hari jumat. Jika di hari lainnya istirahat makan siang baru dimulai pukul dua belas siang, khusus hari Jumat jam istirahat dimajukan menjadi pukul sebelas.
Hari ini, pertama kalinya Richard melihat gadis penghuni meja di sebelahnya. Ia memang mendengar dari rekan kerjanya yang lain, penghuni meja di dekat mejanya itu sedang cuti selama seminggu ke Sidney.
Richard dengar, gadis itu sudah satu tahun bekerja di sini. Ia arsitek lulusan University of Western Australia. Seminggu kemarin adalah pertama kalinya ia mengambil cuti setelah bekerja tekun selama satu tahun.
“Hello, good morning," sapa Richard ramah pada gadis itu.
Gadis itu terlihat sporty dan chic. Tubuhnya yang langsing setinggi kurang lebih seratus enam puluh lima sentimeter, terlihat apik dalam balutan celana panjang berwarna krem dipadu kemeja coklat tua berlengan pendek, lalu ia memberi aksen rompi menggantung di atas pinggang yang sewarna dengan celana panjangnya. Penampilannya secara keseluruhan memperlihatkan semangat mudanya.
Richard menebak usia gadis itu sekitar dua puluh empat tahun, sebaya dengan Dara. Berkulit kuning langsat. Wajahnya manis, dengan sepasang alis tebal yang melengkung nyaris sempurna.
Matanya tidak terlalu lebar, tetapi memancarkan semangat. Rambutnya yang hitam, lurus, tebal panjang sedikit melewati bahu, ia biarkan terurai.
“Hello, good morning too, Sir, balas gadis itu.
“I am new in this office. I am from New York, ucap Richard memperkenalkan diri.
"Yes, I know, Sir. Aku sudah mendengar dari beberapa teman, ada arsitek baru yang datang dari New York. Great! My name is Chatlea Rumi. Just call me, Lea," ucap gadis itu sembari mengulurkan tangannya ke arah Richard.
“Just call me Richard or Rick," sahut Richard, tampak tidak nyaman dipanggil dengan sebutan Sir’ oleh gadis bersebelahan meja dengannya.
Richard hanya memandangi tangan berkulit kuning langsat dengan jari-jari langsing dan kuku terawat baik itu. Ia tersenyum, lalu menangkupkan kedua tangannya sebagai balasan uluran tangan gadis yang mengaku bernama Lea itu.
Gadis itu mengernyit, bibirnya memberengut seketika tanpa sempat ia cegah.
Yang benar aja nih bule! Dia nggak mau salaman sama gue? Memangnya tangan gue kenapa? gerutu gadis itu menahan kesal di dalam hati.
Ia melihat Richard tadi dengan santainya berjabatan tangan dengan Anggra, Dwipa dan Banyu. Kenapa dengannya tidak?
Lea semakin tercengang ketika melihat Richard juga menolak bersalaman dengan Jelita, gadis bagian administrasi yang baru berkenalan dengannya saat Richard menyelesaikan urusan administrasinya di kantor ini.
Dia alergi bersentuhan sama cewek apa ya? Atau jangan-jangan dia ... Nggak suka cewek? batin Lea masih menilai pegawai baru di perusahaan konsultan desain tempatnya bekerja ini.
Ia mengakui, sosok Richard Wenner seorang lelaki yang menarik perhatian. Mungkin di gedung perkantoran ini Richard bukanlah satu-satunya orang asing yang bekerja di Jakarta.
Tetapi di Narendra Consultant Design, memang hanya Richard Wenner yang berambut pirang dan bermata biru.
Tapi, percuma kan ganteng kalau nggak suka cewek? Ah, sayang banget, batin Lea.
Ia masih saja bertanya-tanya, tidak habis pikir melihat sikap lelaki pirang yang sangat berbeda dengan lelaki-lelaki terutama lelaki asing yang pernah ia temui.
Nih bule kege-eran banget ya. Apa dia takut gue naksir berat sama dia? Karena itu dia bersikap menjaga jarak seperti itu? Helloow, gue juga udah sering kalee gaul sama bule. Gue kan kuliah di Aussie, gerutu Lea lagi di dalam hati.
Ia masih kesal melihat sikap Richard yang seolah merasa jijik bersalaman dengannya.
Padahal Lea merasa ia sudah berdandan cukup menarik, beberapa orang malah menyebutnya cantik. Kulitnya juga putih bersih. Parfumnya, pakaiannya, kosmetik yang ia kenakan, juga perawatan tubuhnya, semuanya ia pilih yang terbaik, dan bermerk ternama.
Tetapi sikap Richard yang tidak mau menerima uluran tangannya saat Lea mengajaknya bersalaman tadi dianggap Lea sebagai sebuah penghinaan secara tidak langsung.
Ah, sudahlah. Kalau dia memang merasa dirinya super keren. Lihat aja nanti, apa dia sanggup bertahan tinggal di kota ini. Jangan-jangan nanti kulitnya gatel-gatel alergi udara di sini atau perutnya mule-mules, batin Lea lagi.
Ia menyudahi rasa kesalnya dan berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya.
Lea sama sekali tidak mengira, segala dugaan negatifnya terhadap Richard, kelak akan berubah drastis.
**======**
Terima kasih ya buat yang masih terus rajin baca cerita ini 😊
Salam,
Arumi
KAMU SEDANG MEMBACA
From America With Love
RomanceDara meninggalkan New York dan meninggalkan Brad Smith, cowok Amerika yang baru mulai dekat dengannya. Setelah lulus kuliah, Dara memilih berbakti dahulu pada orang tuanya. Richard Wenner seorang arsitek yang masih penasaran pada Dara dan berprinsi...