36. Dia Yang Selalu Berbeda

209 20 4
                                    

Lea tidak tahu persis sejak kapan ia tertarik pada Richard Wenner. Tertarik dalam arti benar-benar tertarik pada lelaki itu secara keseluruhan. Bukan hanya penampilannya yang menawan. Sikap santunnya saat berbicara dengan siapa saja, tapi ia juga tak segan bersikap tegas disaat situasi yang dihadapi memang butuh ketegasan. 

Keteguhannya untuk selalu menjalankan ibadah tepat waktu. Tak banyak lelaki berambut pirang yang seperti itu. Dan terpenting adalah, sikap Richard yang sangat menghargai wanita. Ia selalu bersikap sopan. Tak ada kata-kata dan pandangan menggoda. Senyumnya menenangkan, bukan senyum menggoda. 

Awalnya rasa ini hanya rasa kagum biasa. Namun sekian lama berinteraksi dengan lelaki bermata biru ini, membuat Lea mulai merasakan sesuatu. Rasa sukanya pada Richard memang semakin jelas sejak saat ia mengantar Richard pulang ke gedung apartemennya pertama kali dulu itu. 

Tetapi ia tidak mau berharap lebih. Sikap Richard padanya biasa-biasa saja. Sama saja seperti sikapnya pada pegawai wanita lainnya di kantor ini. 

Kecuali sikap Richard pada Dara. Lea merasakan berbeda. Richard tampak jelas sangat mengagumi Dara. Seringkali Lea memergoki Richard diam-diam mencuri pandang pada Dara tiap kali mereka mendapat tugas bersama.

"Apakah kamu punya waktu mengantarku melihat-lihat keadaan kota Jakarta? Aku sudah lebih dari sembilan bulan tinggal di sini, tapi belum sempat berkeliling kota ini. Maksudku bukan pergi dari mal ke mal atau tempat mewah lainnya, tapi bagian-bagian Jakarta yang dijadikan tempat tinggal. Jujur saja, tiap kali aku melalui jalan Jakarta dan melihat keadaan sungai di kota ini buruk sekali, masih banyak rumah-rumah seadanya yang dibangun di tepian sungai. Rasanya ingin sekali aku berbuat sesuatu untuk orang-orang yang tinggal di tepian sungai," kata Richard.

Lea mendengarkan ucapan Richard yang panjang lebar itu sembari menyeruput perlahan orange float-nya. Dalam benaknya berpikir, dibuat dari apakah hati Richard? Mengapa ia peduli dengan hal-hal seperti itu? 

Padahal Lea yang lahir dan besar di Jakarta saja tidak pernah peduli. Menurutnya, revitalisasi sungai dan pemukiman penduduk di pinggiran sungai adalah kewajiban pemerintah daerah Jakarta. 

Siapa yang mampu memindahkan mereka dari pinggiran sungai itu kalau bukan pemerintah Kota Jakarta? Itu pun masih berani dilawan juga. Apalagi Lea yang hanya salah seorang penduduk kota ini dan tidak punya kekuasaan apa-apa.

“Maksudmu, kamu ingin membersihkan sungai-sungai Jakarta dan menghancurkan rumah-rumah kumuh di sepanjang tepian sungai? tanya Lea, terdengar setengah sinis.

“Tidak, bukan itu maksudku. Nggak mungkin aku bisa melakukan itu. Tapi aku nggak keberatan ikut serta jika ada organisasi yang berniat membersihkan dan merapikan lingkungan sungai di Jakarta. Maksudku, aku senang mengikuti kegiatan sosial. Saat di New York, aku terlibat dalam beberapa kegiatan sosial. Sementara sejak aku tinggal di Jakarta, kehidupanku hanya berputar antara bekerja, pindah dari satu meeting ke meeting berikutnya, pulang ke apartemen, bersantai di kafe, jalan-jalan di mal. Aku merasa hidupku berat sebelah, karena aku tahu, di luar sana masih banyak orang yang butuh bantuan kita," jawab Richard panjang lebar.

Lea tertegun. Seumur hidupnya bekerja di sini, ia belum pernah bertemu rekan kerja yang punya keinginan seperti Richard. Ia pun tidak pernah memikirkannya. Hidupnya telah disibukkan dengan tugas-tugas pekerjaan yang menumpuk dan sesekali ia memanjakan diri untuk menghilangkan penat. 

Tetapi terlibat dalam kegiatan sosial? Itu tidak pernah masuk dalam perhitungannya. Dan saat ini, ia mendengar ide itu justru terlontar dari orang asing, lelaki pirang bermata biru. Mendadak Lea merasa malu pada dirinya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

From America With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang