Ranadrian terus melajukan mobilnya hingga memasuki pusat kota Jakarta, menuju sebuah hotel yang tidak terlalu mewah tapi cukup nyaman ditinggali. Brad memang tidak meminta tinggal di hotel bintang lima.
Ranadrian mengantar Brad ke sebuah hotel berbintang empat. Ia dan Dara mengantarkan Brad check in dan memesan satu kamar single bed.
"Berapa lama kamu di sini, Brad?" tanya Ranadrian.
"Hanya seminggu," jawab Brad seraya melirik Dara diam-diam.
"Jauh-jauh perjalanan dari Amerika ke sini, kamu cuma seminggu di sini?"
"Karena memang aku hanya punya waktu seminggu bisa bebas. Minggu depan aku harus persiapan konser."
"Sibuk banget ya. Jadi, kamu ke sini cuma mau bertemu Dara? Atau ingin melamarnya sekalian?" tanya Ranadrian seraya tersenyum.
Brad tersentak sedikit terkejut, tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dari kakak Dara.
"Mas Rana! Jangan ngaco deh!" cetus Dara, segera saja mengajukan protes pada kelancangan kakaknya.
"Sebenarnya aku memang punya rencana ingin sekalian melamar Dara. Tapi entahlah apakah Dara bersedia menerima lamaranku," jawab Brad seraya tersenyum lebar.
Ranadrian tampak semakin tergoda untuk memprovokasi Brad lebih jauh.
"Aku yakin Dara akan menerima lamaranmu. Asal kamu tahu, Brad. Diam-diam dia sangat merindukanmu," bisik Ranadrian pada Brad, tetap suara Ranadrian masih dapat didengar Dara.
"Mas Rana!" ujar Dara seraya mencubit kecil lengan kanan kakaknya.
"Aw! Kok kamu marah sih, Ra? Aku kan cuma bicara jujur sama Brad," protes Ranadrian seraya meringis, merasakan sakit di bagian yang dicubit Dara.
Dara hanya mendelik, sementara Brad tersenyum geli melihat tingkah kedua kakak beradik itu. Walau ia tidak paham bahasa Indonesia yang diucapkan keduanya, tetapi dia sudah bisa mengira apa yang mereka bicarakan.
Kejadian itu terinterupsi saat kemudian pegawai hotel memberikan kunci kamar pada Brad, dan seorang pegawai hotel lainnya dengan sigap membawakan koper Brad dan bermaksud memandunya ke kamar hotelnya.
"Maaf, biar saya yang membawakan barang Mister ini. Biar saya juga yang mengantar ke kamarnya, saya calon kakak iparnya," ucap Ranadrian sopan, seraya mengambil alih koper milik Brad dari pegawai hotel itu.
Pegawai hotel itu mengangguk dan tersenyum mengerti, lalu permisi pergi. Sementara Dara membelalak ke arah Ranadrian yang lagi-lagi meledeknya.
Brad melangkah bersisian dengan Ranadrian, ia biarkan Ranadrian yang menarik koper berodanya. Dara yang mendadak kesal pada Ranadrian enggan untuk ikut mengantar Brad ke kamarnya.
"Aku tunggu di lobby ya," ucapnya.
"Loh, kamu nggak ikut mengantar calon suamimu, Ra?" goda Ranadrian lagi dengan wajah polos, seolah tidak sadar semua ucapannya telah membuat Dara merasa kesal.
"Muslimah yang baik mana boleh mengantar lelaki yang bukan muhrim ke kamarnya," jawab Dara memberi alasan.
Ranadrian menyeringai lebar.
"Benar juga kamu, Ra. Karena itulah kamu mengajakku, kan? Baiklah, ayo, Brad. Aku saja yang mengantarmu ke kamarmu," kata Ranadrian.
Lalu ia melangkah lebih dulu, diikuti Brad yang beberapa kali masih menoleh ke belakang, melihat Dara yang sudah duduk di sofa tunggu yang disediakan di lobby hotel.
Sementara Dara juga belum melepas pandangannya dari Brad dan kakaknya sampai keduanya masuk ke dalam lift. Ia tersenyum lega.
Brad, kamu nggak berubah, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From America With Love
RomanceDara meninggalkan New York dan meninggalkan Brad Smith, cowok Amerika yang baru mulai dekat dengannya. Setelah lulus kuliah, Dara memilih berbakti dahulu pada orang tuanya. Richard Wenner seorang arsitek yang masih penasaran pada Dara dan berprinsi...