Chapter 9: Hilang

204 72 8
                                    

"Na"

Seseorang menepuk pelan pundaknya. Anna terkejut lantas memalingkan badan, melihat orang yang menepuknya tadi. Dirinya dibuat terkejut untuk kedua kalinya, ketika orang itu adalah Angga.

"hah, iya" Jawab Anna masih dengan ekspresi bingung.

"Besok pulang sekolah, bisa ikut gue beli buku persiapan olim? Katanya lo juga ikut olim, kali aja mau cari buku bareng?"

Anna menimbang perasaannya. Dirinya sudah terbiasa pulang on time, bahkan jika bekerperluan harus diantar supir. Ayahnya terlalu overprotective. Disisi lain, Angga pria idamannya mengajak untuk pergi, ini kesempatan buatnya kan?

Ini kesempatan saya, batin Anna

"bisa, kamu tunggu saya saja di parkiran"

Angga mengangguk menyetujui lantas pergi meninggalkan Anna.

-------------------0000000---------------------

Sedari pagi jantungnya berdegup kencang, mungkin Angga mengartikan ini hanya sebagai jalan-jalan semata, tapi untuk Anna hari ini mungkin bisa jadi hari paling berkesan.

Saya harus menemui Erson, untuk kasih tau hal ini, batin Anna

Anna menunggu jam istirahat sambari melirik jam tangan yang melingkar ditangannya. Entah kenapa waktu di hari ini terasa sangat lamban. Padahal Anna sudah sangat bersemangat untuk hari ini.

Bel Istirahat yang dinantikannya pun berbunyi. Anna lantas mengemasi cepat barang-barang di mejanya.

"Na, lo mau kemana?" tanya Shella yang sedang berdiri disamping Anna

"Saya mau buru-buru ketemu Erson, mau kasih tau kalau nanti saya keluar dengan Angga"

"Okay, kita tunggu dikantin aja kalo gitu"

Kedua sahabat Anna berjalan keluar kelas meninggalkan Anna.

Anna lantas berjalan cepat menuju arah Rooftop, tempat dimana dirinya dan Erson biasa bertemu.

"Erson, saya disini. Kamu dimana?"

Anna berkeliling di tiap sudut Rooftop mencari Erson.

Rooftop sekolahnya bukan polos tanpa bangunan seperti rooftop pada umumnya, namun rooftop ini punya banyak ruangan yang belum rampung, beberapa bahan bangunan, kursi dan meja tergeletak acak di tiapruangannya.

Anna berjalan menyusuri tiap ruangan sambari memanggil Erson, untuk datang menemuinya.

Biasanya dia datang, kenapa sekarang hilang?, Batin Anna

Anna melirik jam di pergelangan tangannya, jam istirahat hampir selesai. Mungkin Erson tidak datang di hari ini. Terakhir pria itu bersikap aneh padanya, dan sekarang tiba-tiba hilang.

"Udah lah, balik aja" ucap lirih Anna dengan putus asa

"Gue takut lo pasti nyesel, kalau udah tau semuanya nanti na"

-------------------0000000---------------------

"Gue mau pulang sekarang!"

"Lo gila ya? Lo baru sadar dari operasi"

"Anna butuh gue ge"

"Dia pasti nyariin gue sekarang, boleh ya?"

"Gue baru aja nemuin dia, dia baik-baik aja. Bahkan pulang sekolah dia bakal kencan sama orang yang dia sayang"

"Lo cukup fokus sama kesehatan lo, udah cukup sekali aja gue direpotin sama lo"

"Anna bakal kencan?.........."

"Cepet selesain ini semua, jangan sampek takdir yang mau lo rubah justru merubah semuanya"

"Gue pergi dulu, mau ngurus pasien lain "

-------------------0000000---------------------

"Thanks na, udah mau nemenin gue dari tadi siang"

Anna mengangguk sambil tersenyum pada Angga yang masih diatas motor didepan rumah Anna.

Seharian Anna menemani lelaki itu mencari buku rujukan olimpiade. Dari pulang sekolah siang tadi hingga sekarang langit telah menggelap. Anna meirik jam dipergelangan tangannya, jarum kecil menunjuk ke arah 8, orang tuanya bisa saja belum pulang kantor.

"saya masuk dulu ya"

Angga lantas memutar motornya dan mulai menjalankan meninggalkan rumah Anna.

Anna berjalan memasuki rumah dan berjalan menuju kamarnya

"bagus ya, dicariin orang tua malah enak-enakan pacaran."

"Kamu itu masih belum bikin bangga, jangan bikin malu, karena pulang sama laki-laki malam malam."

Anna kembali terdiam mendengarkan ucapan ayahnya yang barusaja keluar dari kamarnya.

"Saya sudah izin siang tadi lewat chat"

"Izinnya keluar, cari buku, nggak bilang sama laki-laki, nggak bilang pulang malam, nggak bilang Cuma berdua!" ayahnya kembali menyudutkan Anna dengan banyak pertanyaan

"udahlah yah, biarin Anna bersih-bersih dulu" jawab ibu Anna yang sedaritadi mengamati Anna dan Ayahnya.

Anna lantas menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Anna memasukikamarnya, namun dirinya masih mendengar suara dari arah bawah,

"Pasti ayah bertengkar sama ibu, sekarang" ucapnya lirih

"Itutuh, kalau kamu masih memanjakan dia!"

"Biarin dia menikmari masa mudanya mas... dia juga boleh buat suka atau kasih perhatian ke orang lain"

"Ya gitu aja terus, kamu itu kurang tegas buat didik dia"

"Dia itu pelajar, tugasnya ya belajar! Ikut olimpiade itu baru bener, bukan malah keluyuran nggak jelas"

Suara ayah dan ibunya keras, Anna mendengar semuanya dari lantai atas

Bughht

Bughh

Bughh.

"Saya itu suami kamu,jangan banyak bantah"

Anna yang mendengar suara pukulan lantas berlari menuruni tangga dengan cepat,

"Ini salah saya, jangan pernah menyalahkan ibu saya."

"Pinter ya, udah bisa jawab omongan orang tua kamu"

Plak..

Sudah biasa Anna ditampar, emosinya justru semakin memuncak

"Tampar saja saya.... Harusnya memang saya yang mati, bukan kakak" ucap Anna sambil berlari meninggalkan rumahnya

Anna berlari tanpa arah, dengan dada sesak dan air mata yang tidak berhenti menetes

"yang mati harusnya saya, saya hanya beban ayah" ucap Anna lirih

Huhh...huhh..

Anna terduduk di bangku taman yang tidak jauh dari kompleks rumahnya. Gadis itu meletakkan kepalanya di atas lengkupan tangan di bangku taman.

Hishh... hishh..

Dirinya terus saja menangis. Entah kenapa semua yang dilakukan Anna tidak ada artinya untuk orang tuanya.

Hishh.. hishh...

"Tidak ada gunanya saya hidup" kata Anna masih dengan posisi yang sama

"Kata siapa?"

Anna terkejut dan langsung menegakkan duduknya

"Kamu?"

Feign [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang