17 days after

446 38 3
                                    


If you read this page, make sure you all vote first or vote at the end of the chapter^^

____________________________________

▪︎SICK▪︎



"Mama! Mama bangun! Papa! Mama, Papa, bangun!"


Yohan menggedor pintu kamar kedua orang tua nya dipukul sebelas malam. Keringat sudah mengucur dari pelisis nya ketika Haechan mengabarkan bahwa Jeno masuk kerumah sakit karena dipukuli preman dalam perjalanan pulang.

Sang empu cemas setengah mati sekarang, ia mau saja langsung tancap gas menuju rumah sakit yang Haechan kirim, namun Yohan juga harus memberitahu Ibunya tentang keadaan Jeno, karena Ibunya lah perwakilan lelaki itu.



"Mamaaahhh! Papaaaa! Bangun dooonggg" Yohan bergemetar kecil menggigiti jari kuku, berputar-putar didepan pintu kamar Mama dan Papa seraya mengusak rambutnya geram.

"MA-"

"Aduh, kamu tuh kenapa sih?" Tiffany berceloteh kecil. Dilihatnya Yohan dalam keadaan rapi menggendong helm disamping pinggang.

"Jeno masuk rumah sakit, Mah! Mama cepetan siap-siap, aku duluan ya!" Begitu Tiffany keluar dari kamar, Yohan langsung berlari membuka pintu utama dengan wajah yang amat sangat khawatir dan meninggalkan rumah secepat kilat.

"Ya Tuhan, Pa, ayo kita siap-siap" Ujar Tiffany pada suaminya untuk cepat bersiap mengunjungi Jeno.


***


Alat bantu nafas yang bertengger pada hidung mancung pria berhoodie itu membuat salah satu teman yang sempat wanita bertato salip tadi hubungi, menjadi sedih. Ditambah dengan holter yang menempel didada Jeno untuk mengukur aktivitas listrik jantung secara terus menerus selama 24 jam membuatnya Haechan terus menatap kondisi Jeno dari kejauhan antara sofa dan brangkar pasien.

Haechan menghembuskan nafas kasar, mengusak-usak rambutnya frustasi karena untuk kesekian kalinya Jeno masuk rumah sakit dengan kondisi yang mengenaskan. Beruntung bahwa dirinya belum tidur saat itu, kalau tidak, wanita bernama Karina yang menolong Jeno bisa menunggunya seharian. Haechan tertawa miris ketika melihat kondisi Jeno.



"Hebat ya lo, Jen. Seharusnya gue gak gengsi ngucapin selamat ulang tahun tujuh bulan lalu ke lo, mana tau kalo kondisi lo jadi makin parah kayak gini" Sorot matanya penuh kata-kata penyesalan yang tidak bisa ia ungkapkan walau Jeno sedang tidak sadarkan diri.

"Gue nyesel. Tapi gue gak bisa ngapa-ngapain buat lo. Gue gak sekaya Chenle sama Yohan, gue gak kaya Renjun yang pinter tujuh turunan tujuh belokan tujuh tikungan. Gue Haechan, sahabat lo yang cuma bisa bikin lo ketawa supaya lo gak terlalu mikirin soal penyakit lo." Sambungnya bergumam pelan. Kedua tangannya bertaut diatas paha dan sorot mata yang menatap Jeno dari sofa ruang rawat.

"Cewek yang udah bawa lo kesini, bahkan dia yang bayar administrasi. Dan gebleknya, tu cewek dah minggat pas gue belom sampe kesini, Jen" Ia tertawa hampa. Merasa sangat kosong jika melihat kondisi Jeno seperti ini lagi.



Pemuda berkulit tan itu menyambar sebotol air didepannya, membuka tutup botol itu dan menegak beberapa kali hingga air didalam botol tersisa setengah. Namun, disela-sela menegak air putih itu, Haechan berusaha mencegah air mata nya untuk turun setelah mengatakan kata-kata yang mungkin tidak Jeno dengar dalam keadaan dibawah alam sadarnya.



"Gue rela ngasih paru-paru gue ke lo, Jen, gue mau kok. Ngeliat lo tiduran terus diranjang rumah sakit kek gini bikin gue terus menerus merasa bersalah tau gak? Gue pengen lo sehat, biar kita bisa maen bareng-bareng lagi, ngumpul sama-sama, becanda, sedih dan susah bersama."

SICK [stay by my side] + Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang