🍃 37 - Teman Apa Teman?

597 107 41
                                    

37 - Teman Apa Teman?
 
Jangan lupa spam komennya manteman !
 

Setelah selesai dengan baju kotornya, ia dan Jeya kembali ke ruang UGD. Di sana ada Aresh dan orang tua Jeno yang masih duduk menunggu di depan ruangan tersebut. Resya tak tahu apa yang mereka bicarakan saat dirinya pergi, karena saat ia dan Jeya kembali, orang tua Jeno hanya menatapnya sekilas tanpa bicara sepatah katapun.

"Udah selesai?" tanya Aresh. Resya hanya mengangguk lalu duduk di sampingnya.

Sedangkan Jeya hanya berdiri tak jauh dari mereka. "Mas, aku duluan ya, ada jadwal bimbingan sama dosen," ucap gadis itu.

Aresh hanya mengangguk membiarkan Jeya beranjak dari sana. Tanpa tahu kalau gadis itu sebenarnya tidak benar-benar bertemu dosen.

"Hallo, bang Arkha?" Iya, tujuan utamanya adalah menemui Arkha.

["Tumben nelpon, Je?"] tanya Arkha dari sebrang sana.

"Aku ke apartment abang sekarang ya?"

["Abang masih di kantor, ke kantor aja sini---"]

"Males ah, abang aja buruan pulang jangan lembur mulu." Belum sempat Arkha menjawab, si bungsu segera melanjutkan ucapannya. "Ini soal Resya sama mas Aresh, Bang."

Helaan nafas terdengar pelan dari ujung panggilan. ["Iya, abang otewe pulang."]

Kalau urusannya tentang kangmas dan istri kontraknya, Arkha selalu siap dihuhungi kapanpun karena itu juga berhubungan dengan masa depannya nanti.

***

Di depan ruang UGD ibu Jeno sudah menangis meraung-raung mendengar ucapan dokter yang baru keluar dari ruangan itu. Tak jauh beda dengan wanita paruh baya itu, Resya juga sudah ambruk di lantai. Ia sudah tak punya lagi tenaga untuk berdiri. Tangisnya kembali pecah, terdengar begitu pilu membuat Aresh segera menariknya ke dalam pelukan.

Hal yang paling Resya takutkan benar-benar terjadi. Ia harus kehilangan Jeno, kehilangan sahabat yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri.

Jeno pergi. Ia pergi meninggalkan Resya untuk selamanya. Dan kini Resya hanya bisa tersedu menangisi kepergiannya.

"Om bilang Jeno akan baik-baik aja, kenapa dia malah pergi, om Aresh?!"

Aresh hanya bisa diam. Ia juga tak tahu harus menjawab apa. Ia hanya ingin menenangkan gadis itu tapi sepertinya itu tak berguna sama sekali. Resya masih terus menangis dan Aresh hanya bisa diam, mengelus kepalanya menemani kesedihan gadis itu di sana.

***

Seminggu berlalu sejak kepergian Jeno. Tapi Resya masih setia dengan keterdiamannya. Gadis itu seolah menjauhi Aresh. Mereka tak pernah lagi sarapan atau makan malam bersama, dan Aresh hanya bisa pasrah memaklumi semua itu karena ia tahu Resya masih dalam keadaan berduka atas kepergian sahabatnya.

Begitu pula dengan kakeknya. Kakek Jay tidak lagi mendesaknya untuk membawa Resya ke rumahnya sejak Aresh memberitahu kabar duka tersebut.

Aresh yang sudah terlanjur peduli pada Resya tentu saja tidak bisa tenang saat tengah bekerja. Tak bisa Aresh pungkiri, seminggu ini ia sangat mengkhawatirkan keadaan gadis itu. Ia ingin ada di samping Resya, menyemangatinya, menghiburnya, tapi Resya yang kembali menjaga jarak dengannya membuat Aresh sadar diri untuk tidak lagi melewati batas.

Karena itu Aresh memilih diam, bahkan ia jadi sering lembur di kantor dan pulang malam hanya untuk memberikan waktu sendiri untuk Resya.

Tapi tidak untuk hari ini. Tidak ketika Resya tiba-tiba menelponnya lalu menyuruhnya pulang dengan suara bergetar juga tangis tertahan. Aresh tak bisa lagi berpikir jernih, ia segera meraih kunci mobilnya lalu berlari ke parkiran. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata menuju rumah.

WGM - (Bukan) Nikah Kontrak -ft. AreshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang