32 - Tentang Jeno
Beberapa minggu lalu ...
Hari menjelang ujian selalu menjadi hal paling menyebalkan bagi Jeno. Selain selalu dibuat pusing oleh pelajaran yang diujiankan, ia juga selalu dibuat stress oleh tekanan dari kedua orangtuanya.
"Kamu gak malu jadi nomor dua terus di sekolah, Jen?" tanya ayahnya dengan nada tak suka. "Percuma papa jadi donatur tetap di sana kalau kamu bahkan gak bisa jadi murid nomor satu, memalukan!"
Jeno hanya diam. Nasi di mulutnya mendadak terasa hambar mendengar ucapan sang ayah.
"Apa susahnya sih ngalahin si peringkat satu itu? Dia cuman anak beasiswa, dia bisa sekolah di sana berkat kita. Kalau gak ada kita dia mana bisa sekolah di sana," timpal ibunya.
"Dia cuman anak miskin, yatim piatu, apa sesusah itu ngalahin dia di sekolah?"
"Ma!" Jeno memegang sendoknya erat hingga buku-buku jarinya memutih. "Resya memang miskin, tapi bukan berarti mama bisa ngehina dia kaya gitu."
"Lihat anak kamu, Pa!"
"Otak dia sudah tercemar pengaruh buruk karena selalu berdekatan dengan gadis itu," sahut ayahnya. "Pokoknya ujian kali ini papa mau kamu dapat peringkat satu."
Selalu saja seperti ini, seolah menjadi peringkat dua adalah hal paling memalukan untuk kedua orangtuanya.
"Jangan selalu mengalah hanya karena kamu menyukainya," ujar ayahnya lagi. Tak tinggal diam, ibunya ikut menimpali.
"Tcih, dia menyukai gadis yang sudah punya suami, memalukan!"
Gerakan tangan Jeno terhenti. Pemuda itu mendongak, menatap ibunya terkejut. "Mama bilang apa?"
"Sudah mama duga, kamu pasti gak tahu tentang ini." Ibunya berdecih sinis, menatap Jeno remeh dengan seringai di ujung bibir. "Gadis yang kamu sukai itu sudah menikah. Percuma kamu terus berkorban buat dia, dia bahkan gak nganggap kamu sebagai temannya, Jeno."
"Mama jangan bohong!"
"Mama serius, tanya aja papa."
Jeno menoleh pada ayahnya yang membalasnya dengan anggukan. "Dia memang sudah menikah, kamu gak tahu itu?"
Jeno diam. Mendadak kepalanya terasa pening. Bagaimana bisa Resya menikah di saat mereka bahkan belum lulus SMA?!
Lalu, seolah tertampar kenyataan, ingatannya kembali mengulang hari di mana Resya mulai dijemput oleh seseorang asing yang diperkenalkan sebagai paman, juga seorang kakek yang mengambil raportnya semester lalu. Bukankah kakek itu adalah pemilik Derrens Group yang pernah ia lihat fotonya di majalah bisnis milik ibunya.
"Kalau dipikir lagi kayanya ini bakal jadi cara yang bagus buat ngeluarin dia dari sekolah," ujar sang ayah.
"Memang, tapi kita gak bisa gegabah. Itu terlalu beresiko. Mama denger suaminya itu salahsatu pewaris Derrens Group. Kita gak bakal bisa terang-terangan nyari masalah sama dia." Dengan gerakan elegan, wanita paruh baya itu memasukan steak ke dalam mulutnya lalu mengunyahnya pelan, sebelum kembali berujar tanpa beban.
"Banyak cara buat jadi nomor satu, Jen. Kalau kamu gak bisa ngalahin dia dari depan, tusuk dia dari belakang, buat mentalnya down!"
"Ma!" Jeno menatap mamanya tak percaya. Bagaimana bisa wanita paruh baya yang sering bersikap lembut di depan media bahkan sering memuji-muji Resya saat mereka tak sengaja berpapasan di sekolah, ternyata begitu jahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
WGM - (Bukan) Nikah Kontrak -ft. Aresh
Ficção AdolescenteSelamat datang di We Got Married series! WGM berisi tentang tiga lelaki dewasa yang enggan menjalin hubungan serius. Komitmen tentang berumah tangga adalah omong kosong belaka. Tak ada satupun dari mereka yang tertarik dengan itu. Tapi bagaimana ji...