20. Actually, he fell harder

37 4 0
                                    

Chapter Duapuluh : Actually, He Fell Harder
Happy reading, love!

"Kara marah sama gue."

"Tolol dipiara." Mahen yang sebelumnya segan dengan Raga hari ini mati-matian membela Kara.

"Jujur aja, gue di posisi Kara juga bakal gitu."

"Gue cuman heran kenapa dia bisa tau." Raga sungguh bertanya-tanya siapa yang tega menyebarkan fakta tak mengenakan tentang gadis mungil itu.

"Coba lo cerita rentetan kejadiannya ke kita? Siapa tau kita bisa bantu jelasin ke Kara dikit."

"Kelas 2 SD, gue, nyokap dan oma Melisa dateng ke salah satu yayasan panti asuhan untuk ngasih sumbangan rutin tiap bulan. Kebetulan itu pertama kali gue kesana." jedanya, Raga menatap kearah kedua temannya yang sedang serius mendengarkan.

"Gue liat Kara, rambutnya sebahu berponi, pipi putihnya bersemu waktu gue liat pertama kali. Damn, she's cutest."

"Wah merindink, aing sampe bisa liat emoji hati debar-debar dimata maneh, Ga. Mulai bucin Kara, yeuh?" Mahen menggoda Raga habis-habisan. Kapan lagi dia bisa melihat tingkah kawannya yang mirip anak abg puber.

Raga hanya menatap Mahen biasa, namun tak ayal dengan rahangnnya yang mengeras.

"Serius dulu elah." cibir Kean. "Lanjut, Ga."

"Gue yang awalnya males tiap diajak kesana, sampe tiap bulan gue maksa ikut sampe rela bolos sekolah."

"Bulol fixs! Bucin tolol sejak dini, aing sampe ga habis fikri."

"Weh anjing berisik." Kean yang tak tahan akhirnya menyumpeli mulut Mahen dengan beberapa lembar tisu.

"Udah biarin aja si Mahen ngecoh, gausah lo tanggepin. Gue dengerin tanpa mendebat, lo tenang aja."

"Lah maksut? aing diusir gitu?" mahen bertanya-tanya. Kean sedang menahan untuk tidak menjawab kamoe nanyea?

"Gue jorokin ke liang lahat atau diem? Lo pilih aja mau yang mana."

"Kalo kata aing sih, kamu tega sama aku, mas?"

"Najis!"

"Gue lanjut." Raga kembali bersuara setelah keadaan kondusif, "Entah takdir atau apa, kelas 1 SMA saat acara gue tunangan sama Bianca gue ketemu Kara disana, gue kaget tapi gue seneng." Raga tersenyum-senyum sendiri.

"Wajah manisnya masih sama, dia yang bantu gue kabur. Besoknya setelah gue tanya nyokap, dia pindahan dari Bandung. Cucu tiri oma Melisa yang ternya udah diadopsi dari dua tahun lalu."

"Gue pura-pura gatau kalo dia mantan anak panti dan cucu tiri oma Melisa. Gue gamau dia ngerasa gue cuma kasihan sama dia, tapi kanapa jadi gini sih anjing?"

"Sabar, Ga. Kara salah paham aja sama lo."

Mahen mengangguk setuju, "Iya, aing pasti bantu cerita ke Kara yang benernya juga, asal maneh jangan aneh-aneh."

"Masalahnya, siapa yang sebarin info kalo Kara anak panti asuhan?"

"Selain lo, lo pasti tau siapa aja yang tau masa lalu Kara?"

"Amara.." jawab Raga ragu.

"Dia temenan semenjak hari pertama Kara pindah. Obrolan absurdnya mungkin yang bikin mereka klop. Gue yakin Amara tau."

"Tapi gamungkin Amara, kan?" Mahen seolah membela.

"Ada satu orang lagi."

"Siapa?"

***

"Viona, woi!" Amara berjalan cepat menghampiri perempuan itu. Tangannya sudah dekat kurang lebih sejengkal untuk dapat menjambak rambut terurai itu.

"Gue tau lo dalangnya ya, setan. Jujur atau pala lo gue botakin."

"Apasih, gila ya lo?" Viona menatap Amara aneh dari bawah hingga atas.

"Lo yang gila, setan." teriaknya hilang kesabaran, dia mulai menarik rambut Viona bagian depan sekepal tangan, hinggal Viona tetunduk dan sulit untuk membalas.

"Jujur gak lo, tai?!"

"Manusia aneh, gue harus jujur apa!"

"Weh weh weh, aya ribut naon sih."

"Anjing garelut." Mahen, Kean beserta Raga yang kebetulan mencari Viona tak sengaja berpaspasan dikoridor belakang dengan Amara yang sedang jambak-jambakan, ralat menjambak satu pihak.

"Lepas, Mar." ucap Raga menarik tangan Amara kebelakang.

"Si tai yang udah nyebarin berita di mading, SETAN LO bisa-bisanya bikin gue di adu domba. LO PIKIR GUE GATAU?! LO PIKIR GUE SEBODOH ITU." Amara berapi-api, dia masih tak puas menjambak Viona, hingga Raga dan Mahen pun kewalahan menghadapi tenaga kebonya yang sedang meluap.

Senyum tak ramah Viona muncul, "Kalian bego apa gimana? Setiap berita di mading pasti selalu ada narasumber yang kita wawancarai. Gue gak asal berani pajang atau nyomot itu berita tanpa fakta dari saksi atau orang terkait. Lo pada gak curiga sama temen sendiri?"

Kean menatap Viona tak suka, "Jujur aja, Vi gue gak suka punya cewek licik."

"Segitunya, kak? Lo lebih belain mereka ketimbang gue dan hubungan kita?"

"CEWEKK?? HUBUNGAN KITAA?!" bila ada efek zoom-out raut wajah Amara pasti tersorot dengan mata membola dan mulut menganga.

"Jadi kalian ini pacaran?" tanya Amara.

"Lo kok mau sih kak pacaran sama uler?" pertanyaan menohok ini dikhususkan untuk Kean.

"Sejak kapan?" kini Raga yang bertanya.

"Aing ngerasa dikhianati, jadi cuman sampe segini pertemanan kita? Bisa-bisanya maneh gak cerita ke aing."

"BENER KAN??!!!" Amara berteriak antusias, "Kalian juga pasti curiga sama ni orang."

"Bukan begitu, Mar." kata Mahen, "Arurang sebenernya datengin si Viona bukan karena sieta pelakunya."

"Terus?"

"Dia tau siapa pelaku sebenernya." ucap Raga.

The Cheerful Girl : CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang