25. Amara (gila) Ratulisa

14 3 0
                                    

Chapter Duapuluh Lima: Amara (Gila) Ratulisa

"Jadi lo ke Bandung karena mau jemput sodara lo?"

"Ya gitu deh, bisa dibilang. Suka-suka lo aja." ucap Amara acuh dan kembali fokus memakan kentang sembari memainkan ponselnya. Sikap tak peduli perempuan itu membuat Kara sedikit kesal.

"Mar, gue pulang aja deh. Mood gue jadi gak bagus."

"Eh jangan dong, gue tauuuu banget perasaan lo, kalo pulang lo malah makin sengsara, gue takut lo kesurupan atau tiba-tiba mikir buat nelen sabun cair, mending ikut gue aja okidoki."

"Stress."

"Ah bentaran deh gue sibuk nih  bentar-bentar." peka Amara, membuat penjelasan singkat.

"Udah sampe nih dia, lo tunggu di taksi aja, Ra. Jangan ikut turun lah."

Kara mengangguk dan urung membuka pintu.

Kurang lebih lima menit berlalu, Kara dapat melihat dari kejauhan Amara yang sedang melangkah bersama seorang pria jangkung bertopi dengan pakaian super rapi. Ini bukan masalah persahabatannya yang dipertaruhkan, TAPI?! Saat maniknya saling bertatap— wajah tak asing itu... dia tidak siap bertemu Raga dengan segala resiko yang akan terjadi. #Karainginkabur

"Badjingan lo Amara gila Ratulisa." tak henti Kara melontarkan kalimat sarkasme untuk mengekspresikan segala rasa kesal yang sedang ia rasakan. Oh tidak ini belum seberapa.

"Amara lo babi!"

"Amara A-nya for anjing."

***

"Apa kabar, Kara?" tanya Raga tersenyum simpul di depannya.

Kara tersenyum, "Baik, haha." bahkan posture tubuhnya terlihat aneh saking canggung.

Kenapa juga dia baru tersadar bahwa Raga termasuk dalam list persaudaraan Amara.

Tolong, Kara ingin menangis karena tidak bisa bergerak. Dia shack shick shock.

"Ko bengong sih, masuk cepetan, Ra!"

Dia celingukan karena semua orang menghilang dan dia berdiri sendiri diluar mobil seperti orang tolol.

Kara membuka pintu mobil bagian depan yang sudah terisi sopir dan Amara.

"Ngapa lo? Duduk belakang, lah."

Belakang? Kara melirik Raga yang memejamkan mata dikursi penumpang dengan kursi sampingnya yang masih kosong.

Babi kau Amara

Nih, Amara masih menertawakan tingkahnya yang kikuk sedari tadi.

"Stop Amara gue kesel ya."

"Lucu banget deh lo kaya jadi beda orang gitu."

"Lagian lo ga bilang kalo mau jemput Rag-" Kara menutup mulut dan mata, dia merasa aneh menyebutkan nama Raga. Terlebih penampilan Raga yang lebih dewasa dan berbeda membuat Kara segan dalam bersikap, seperti ada benteng tak kasat mata yang menghalangi keduanya.

Lantas dia memajukan diri mendekat dan berbisik pada Amara, "-tai kenapa ga bilang sih."

"Kalo gue bilang lo gaakan mau ikut."

"Ya iyalah lo mikir aja mana mau gue face to face sama di-"

"Kenapa kamu gamau ketemu saya, Kara?"

Kara melotot melihat Amara tersenyum puas, "Tuh, lo ditanya bang Raga."

Kara manarik diri dan kembali pada tempatnya, "Sorry, tadi lo nanya apa?"

Raga menggeleng kecil, "Kita bahas kalau sudah sampai, ada yang mau saya obrolin."

"ANJING YA NI ORANG!!! Kenapa harus nanti. Tinggal obrolin sekarang aja apa susah nya si ahh."

"Raut muka kamu seolah menolak ngobrol sama saya."

"Hah, masa sih?" Kara tersenyum dua jari. Duhh canggung rasanya berbicara dengan Raga yang jauh seratus delapan puluh derajat sekarang.

Raga menyodorkan kotak berwarna biru bertuliskan swarovski.

"Ini gue dilamar, kah?"

"Your gift, same as the one Amara has." lalu lengan Amara menyembul memperlihatkan kotak yang sama.

Gila, Kara malu sendiri dengan kepedeannya tadi.

"Eumm gausah deh, gue gabisa nerima Ga."

"Rejeki ko ditolak si, Ra. Lo gamau kembaran kalung sama gue?"

"Apasih, Mar. Ngajak ribut aja."

"Tinggal terima ogeb, biasa juga lo suka yang gratisan."

"Mulut lo sembarangan! Yaudah, gue terima ya. Thanks, Ga." ucap Kara melirik Raga sekilas sehelum akhirnya memalingkan wajah kembali.

Tak tahu saja, tanpa sepengetahuan Kara, Amara dan Raga saling melempar senyum atas rencana keduanya yang berhasil.

***

"Terus gimana?" suara bersemangat Dhea terdengar meskipun melalui sambungan telepon.

"Awkward banget, De. Kebayang gak sih sebego apa akuu tadi. Gila Amara tuh gabisa ditebak."

"Reuni sama first love nih ceritanya?" Dhea tertawa.

"Dhe apaansih, mau dikirim nuklir ke kosan jam berapa? Pake express nih"

Dhea makin kencang tertawa, pasalnya semua kisahnya Kara ceritakan pada Dhea, tentang Oma, Amara dan bahkan Raga.

"Kenalin dong sama Amara, mau banget nih ketemu sahabat kamu."

"Boleh, dia exited juga mau ketemu."

"By the way, dosen matematika aku ganti loh, Ra. Katanya sih lulusan Nanyang. Dosen muda."

"Seriussan?? Enak banget sih, aku pindah teknik sipil aja apa ya."

"Ga yakin lulus sih."

"Sembrono sekali manusia, mulutnya seperti ingin dilakban." tak Amara tak Dhea, keduanya memang kompak dalam menjahili Kara, "Eh kalo dosen barunya ganteng wasap aku ya."

"Lah kalo cewek gimana?"

Tok!Tok!

"Dhe ada tamu, aku matiin dulu telponnya ya, see you besokk!"

Kara mematikan sambungan telponnya bersama Dhea setelah mengakhiri perbincangan.

Bu Darmi terlihat dari sela pintu yang sengaja Kara buka sedikit.

"Neng, ibu kos loh ini."

"Oalaa, ya aku kirain siapa— masuk bu."

Bu Darmi meletakan plastik berisi piring penuh makanan, wah Kara seperti di anak istimewakan.

"Bu apa ga keseringan ngasi makanan terus? Maksutnya aku kaya jadi gaenak gitu sama yang lain." entah sudah keberapa kali jika dihitung-hitung, Bu Darmi selalu baik kepadanya, seolah tahu latar belakang Kara?

"Ah sama aja, da ibu juga kasih ke anak kos lain atuh neng."

Kara mengangguk, "SAYUR LODEHH?!" dia melotot dan menganga. Hampir ileran jika-jika Bu Darmi tidak memaksa rahangnya untuk mengatup.

"Mingkem atuh aduh."

"Bu aku suka banget lodehh taukk." Kara berkaca dan memeluk sisi kanan tubuh Bu Darmi. Terharu dan membuatnya flashback sesaat. Sudah lama sekali Kara tidak memakan sayur lodeh, terlebih buatan Oma..

Bu Darmi menepuk-nepuk pundaknya beberapa kali, "Sok atuh dimakan, ibu mau bagiin ke anak kos yang lain."

Kara mengangguk lagi, penuh semangat. "Lop banget sama bu Darmi, sarangheyo yaa bu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Cheerful Girl : CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang