12. Girls like me don't cry

43 7 2
                                    

Chapter Duabelas : Girls Like Me Don't Cry

“Don't put the sadness on your face because a strong girl stands up for herself.”

Have a nice day!

***

Amara menyenggol lengan Kara, bertelepati melalui tatapan. "Itu si Mahen kenapa liatin gue begitu, sih?"

Kara mendapati Mahen yang sedang menatapi Amara dengan mata kasmaran. Kara menyebutnya sebagai mata kasmaran karena pupil mata Mahen seolah membentuk hati.

"Liatinnya biasa aja kali." seru Kara membuat Mahen menoleh.

"Kak titip Kara yah, jangan disuruh lari di lapangan lagi. Awas aja kalo lo berani isengin dia."

"Aman. Kalo boleh jangan manggil Kak, Mar." ide Mahen.

"Terus gue harus panggil pake embel apa?"

"Babe aja."

"Gue bukan orang betawi."

Ini hari Jum'at terakhir sebagai latihan persiapan untuk tanding yang diadakan beberapa minggu lagi. Namun tentu saja belum secepat itu untuk dikatakan sebagai akhir. Berhubung satu minggu lagi ujian kenaikan kelas diadakan, Yohan sebagai pelatih mengumumkan latihan akan dimulai kembali setelah ujian berakhir agar inginnya para siswa dapat fokus pada ujian mereka masing-masing.

Apa-apaan nih wahai manusia. Kara melirik keduanya, Raga dan Bianca. Kedua orang itu tengah menyiapkan matras bersama.

"Cih, balikan tunangan lagi aja. Cocok lo berdua." cibirnya pelan, tak berniat untuk didengar siapapun.

Kara benar-benar serius akan ucapannya pada Mahen bulan lalu. Dia benar-benar ingin mendapat pengalaman bertanding karate. Salah satu mimpinya saat kecil.

Yohan— alumni Trinity yang menjabat sebagai pelatih karate sekolahnya bahkan berkata bahwa perkembangan latihannya meningkat walau tak sedrastis itu, bahkan Kara memdapat dua jempol dan diakui cepat tanggap dalam mempelajari setiap taktik dari pelatihan yang diberikan.

Walau dulu saat hari pertamanya berlatih, Kara hanya dikerjai dan mendapat tugas ringan seperti memukul samsak, memutari lapangan, ataupun latihan fisik lainnya yang itu-itu saja.

Kara berambruk memeluk Bianca, "Wah gue makasih banget loh sama lo."

"Lo pelatih gue paling terkeren, nih ya di banding Raga sama Mahen mereka mah gaada apa-apanya." senang Kara saat memuji Bianca habis-habisan atas rasa terimakasihnya.

Bianca ikut tersenyum, "Soalnya gue suka nih semangat lo."

"Gue traktir deh, lo mau apa?"

"Buat yang lain, istirahatnya kelar. Ada pengumuman boleh kumpul ya." ucap Yohan nyaring di tengah aula.

"Disuruh kumpul buat ngapain ya?" tanya Kara bingung.

"Gue juga gatau, kesana yuk."

Kara dan Amara ikut duduk bersila dengan anggota lainnya yang sudah duduk terlebih dahulu membuat formasi setengah melingkar. Ada Yohan, Raga, Mahen, serta kakak kelasnya yang lain berada dibagian terdepan.

"Sebelumnya gue mau ucapin makasih atas kerja keras kalian selama latihan, buat anggota eksul ataupun kalian yang baru tergabung nyalonin untuk ikut turnamen." jelas Yohan sebagai pembuka, latihan karate ini memang dilakukan bersama diantara kegiatan anggota ekskul biasanya dengan kegiatan seleksi calon perwalikan lomba karate.

Kara yang memang sebelumnya tidak tergabung dalam ekskul mendapat ilmu baru dari teman-teman ataupun adik kelasnya. Ini akan menjadi sebuah pengalaman tak terlupakan, apalagi jika Kara terpilih dan lolos dalam seleksi ini.

"Jadi disini gue mau umumin siapa aja calon yang bakal kita bawa ke turnamen. Kenapa gue umumin lebih cepet, karena tujuannya untuk mempersingkat waktu dan kita juga bakal latihan lebih intensif khususnya kepada para perwakilan fixs lomba agar kalian bisa meningkatkan performa kedepannya."

Setelah kalimat yang Yohan ucapkan berakhir, rasa tegang mulai menyelimuti Kara. Yakin tak yakin dengan dirinya sendiri.

"—buat yang terakhir, dari kelas sebelas ada Bianca, Kata perorangan."

"Buat semuanya gue tau betul lomba ini diperuntukan untuk siapapun yang berminat, tapi gue prefer dan lebih diutamakan anggota anak karate. Sisa satu bulan buat kita matengin semuanya, makasih buat kalian yang bener-bener niat latihan, semoga kedepannya kita masih bisa ketemu lagi." kekeh Yohan.

Kara tak bergeming, mood nya turun sekian persen.

"Ra, are you okay?" tanya Bianca memegang bahunya.

"Eh," dia terperanjat. "Gimana?"

"Lo gapapa?"

"Gapapa banget. Cailah, Bi gue gasabar liat lo nanti lomba. Gue pasti dukung lo bareng Amara, ya walaupin lewat video call." Kara terkikik, "Lo harus menang, wajib. Kalo menang hadiahnya fifty-fifty sama gue, hahahah becanda."

Kara mendatangi Yohan secara personal, bukan untuk mengadu nasib. Dia hanya akan berucap seadanya, tentang tujuannya yang sudah tuntas dan ucapan terimakasih.

"Bang, gue mau fokus ulangan, nih. Kita gaakan ketemu lagi ya kalo ga di ekskul karate?"

"Karena itu, lo harus ikut ekskul karate."

"Gue belum ada minat ekskul, bang. Gue menikmati hari-hari sekolah tanpa kegiatan apapun."

"Aneh lo."

"Gue juga mau bilang makasih udah ajarin gue split." ucap Kara membuat keduanya tersenyum.

"Bercanda mulu, Ra. Gue juga akui kalo progres latihan lo sebagus itu, tanpa melebih-melebihkan atau mengurangi, lo keren buat orang yang belum punya basic karate. Gue seneng karena lo cepet paham." ujar Yohan.

"Gausah dipuji. Gue nanti jadi sedih lagi karena gak bisa ikut lomba."

"Masih banyak kesempatan buat lo ikut turnamen lainnya. Masih banyak jalan menuju Roma."

"Iyadeh. Kalo gitu gue pulang duluan, keburu ujan." ucap Kara sebagai perpisahan.

"Gamau nebeng gue aja?"

"Eits, lo lagi pdktin gue ya, Bang?" selidik Kara pede.

"Gue udah punya pacar kali, Ra." kekeh Yohan, tak kuat dengan tingkah Kara.

"Pamer, itusih  gue juga tau. Lagian kita ga searah, gue naik ojek online aja."

"Yaudah, lo hati-hati."

"Aman. Duluan, Bang."

Ting. Ponselnya berdering bersamaan saat Kara berdiri dan hendak pulang.

Viona : /send a voice note/

"Cilaka duabelas. Aing ngerasa bakal ada perang dunia." ucap Mahen saat akan menutup pintu aula.

The Cheerful Girl : CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang