17. Oma, Kara kangen

30 3 0
                                    

Chapter Tujuh belas : Oma, Kara Kangen

Kara meremat ponselnya dalam isak. Layar ponsel yang menyala itu menampilkan unggahan intagram Bianca bersama Raga yang sedang berpose di depan air mancur Sri Baduga— salah satu tempat iconic Purwakarta.

Semoga keduanya berada di pihak Kara, dia ingin Bianca disampingnya, membela Kara seperti biasa. Semoga.

Seharian ini kara hanya menelisik sudut-sudut rumah yang sudah lama tak ia datangi. Kamar oma Melisa yang sunyi sepi, serta kamar ate Gege juga yang nampak kosong tak berpenghuni. Tidak terhitung sudah berapa tahun kamar itu tak ter-tempati. Hanya Ibu Laras yang setiap sore datang untuk membersihkan rumah dan membuat makanan hingga jam kerjanya selesai pukul lima sore.

“Teh, belum siap-siap sekolah?”

“Kara lagi gak sekolah, bu, hehe. Boleh gak kalo hari ini Kara aja yang bersihin kamarnya oma.” pinta Kara mengambil alih kemoceng ditangan bu Laras.

“Aduh jadi enak atuh ibu, eh maksudnya jadi gaenak, teh.”

“Kali-kali bu, lagian kerjaan Kara cuman makan-tidur makan-tidur aja. Pulang sekolah jam empat, terus mandi, makan. Aku tiga hari libur, ibu temenin aku dirumah ya.” Kara tersenyum penuh makna.

“Boleh atuh teh, tapi paling ibu temenin teh Karanya dari jam satu sampai jam lima kaya biasa.”

“Iya gapapa, nanti ajarin Kara masak juga ya.” ucap kara semangat lantas diangguki bu Laras.

Kamar Melisa terlihat rapih, mungkin karena tak ditempati hingga Kara malah meringkuk diatas kasur sembari memeluk lututnya sendiri, lain hal dengan kegiatan yang akan dilakukan sebelumnya. Dia berhasil menceritakan semuanya susah payah, menghirup aroma khas dari kamar oma yang sesaat dapat membayar rasa rindunya.

“Oma, Kara kangen.” dia terlelap disana, rasanya nyaman seperti oma sedang mendekapnya. Kara belum memberanikan diri untuk terbuka pada Melisa dan Gege perihal masalah ini secara langsung, dua hal yang menjadi alasan terbesar, karena tak ingin membuat keduanya khawatir dan takut akan respon Melisa dan Gege nantinya. Kara cukup tau rasanya di asingkan dan tak dipercaya oleh orang terdekat.

Tidurnya terasa nyaman, begitu ringan. Rasanya seperti hidup kembali. Usapan lembut pada surai membuat Kara membuka mata dengan sempurna.

“Pagi, sayang.” sapa Zeina yang sedang memperhatikan Kara merubah posisi tidurnya menjadi duduk.

Kara mengucek mata, “Hai, tan. Ini jam berapa ya?” tanya Kara karena merasa penglihatannya kurang jelas.

“Jam sembilan lebih lima.”

“Tan aku telat!” Kara terburu-buru turun dari kasur, baru saja di ambang pintu dia terdiam karena merasa bodoh dan kembali keatas kasur.

“Aku belum cerita ya, tan?”

“Tante udah tau.” Ucapan Zeina membuatnya melotot dengan kedua alis yang terangkat.

“Kok bisa?”

“Bu Laras cerita karena denger kamu ngoceh di kamar oma Meli, tante juga udah curiga sih karena kamu kemarin pulang sekolah siang, terus gak berangkat sekolah kaya biasa hari ini. Tante tanya Amara dia diem doang. Ya tante kira kamu sakit makanya tante samperin.” jelas Zeina.

The Cheerful Girl : CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang