18. Something else

27 3 0
                                    

Chapter Delapan Belas : Something Else

"Ternyata tak semua hal harus kita ketahui, justru hal lain yang seharusnya tak kita dengar ialah awal dari masalah yang sebenarnya."

***

"Teh Kara, ibu pamit pulang, ya. Makan buat malemnya udah disiapin, kalo gaabis ditaro di atas meja makan aja."

"Iya, ibu hati-hati ya pulangnya."

Hari ketiga skorsing bagi Kara adalah hal tersulit, karena esok dia harus menebalkan muka, menegarkan hati dan menutup telinga rapat-rapat.

Sudah tak ada alasan lagi untuk Elang datang kerumahnya, kini semua benar-benar terasa sepi.

Kara dilanda rasa tak nyaman hati, seperti menanggung beribu rasa bersalah, seperti dimusuhi teman terdekatnya, padahal sudah setengah mati dia katakan pada diri sendiri bahwa apa yang telah terjadi bukanlah salahnya. Dia hanya terjebak pada suatu hal yang tak terduga akan berdampak sebesar ini.

Anak ayam dengan kertas cup cake berwarna ungu sebagai rok itu menelusupkan kepalanya saat sedang Kara usap, seolah menguatkan.

"Yakan Berd, Caramel Aquenna itu kuat. Hari ini pasti gaada nangis-nangisan kaya kemaren, masalah sepele kaya gini mah— tetep aja berat," kalau dijalanin sendiri.

"Duh kenapa mules ya,"

"GATAHAN!! Berd tunggu bentar ya." ngacirnya dua kali lebih kencang menuju toilet, perutnya berasa diputar dan dililit.

Lima menit Kara kembali dengan raut wajah lega, rasanya semua bakteri dalam perut sudah terkuras. Dia berniat makan namun betapa terkejutnya saat nasi serta lauk dimeja yang sebelumnya rapih tersusun sudah terkacak tak berbentuk dengan telapak kaki mini berwarna merah dari bumbu telur balado.

"BERDDDDDDDDDDDDDDDDD!!!!!"

***

Kara duduk tak nyaman dengan sepiring telur balado di pangkuan yang dapat ia selamatkan. Dia malu setengah mati karena harus meminta nasi pada Zeina.

"Ganti lauknya aja, kamu ga jijik kalo ternyata itu udah di pup-in Berd?"

Parah, Kara sampai bergedik membayangkannya, "Ada ikan mas di dapur, ambil sendiri aja kalo kamu mau. Tante mau jemput om Edric dulu."

"OM EDRIC BAKAL PUL—"

"Syuahh, tante buru-buru kamu gausah banyak tanya, gaada waktu nih. Nanti tante bisa cerita pas pulang oke, pretty?"

"Ay ay captain!"

Setelah Zeina menghilang Kara merasa merinding dirumah luas itu, satu menit menuju dapur rasanya menjadi seperti supuluh menit. Bahkan saat akan membuka rice cooker pun dia celingak-celinguk was-was, serasa ada sepasang mata yang mengawasi Kara.

"Belum mateng, Ra." Raga mengambil alih centong nasi ditangan Kara.

Untung saja piring yang sudah menjadi kepingan tak terhitung itu ber-kepemilikan pribadi, bayangkan jika itu milik Zeina dia harus berpikir keras bagaimana cara menggantinya, apalagi jika dilihat koleksi piring Zeina tak main-main.

"Sorry-sorry." ucap Kara refleks berjongkok dan memunguti pecahan piring dari ukuran yang terbesar hingga ke serpihannya.

"Don't worry. Biar bibi aja, Ra. Nanti lo luka."

The Cheerful Girl : CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang