35✨

376 59 2
                                    

‼️Anything that happens in this story is based on the character I was made. So it doesn't mean to hate speech or anything else. All of them are such kind personally and please look forward to their career‼️

~~~~

Tak ada lagi yang bisa mengembalikan semangatnya. Hari demi hari terasa semakin rumit, Haruto selalu berpikir setiap detik yang ia jalani akan selalu mendatangkan ancaman. Ia menjadi lebih pendiam dan semakin jarang berinteraksi dengan yang lain. Pemuda itu sudah kehilangan kesan dari indahnya pertemanan.

Kedua orang tua Haruto terus mencoba untuk menciptakan senyuman dari raut wajah putra semata wayangnya itu, hasilnya nihil. Ia justru acuh tak acuh kepada lingkungan sekitarnya.

Keramaian kembali memenuhi seisi kantin. Sudah menjadi hal yang biasa ketika bel istirahat berbunyi, seluruh tempat duduk pasti penuh. Antrian mengambil makanan juga sangat panjang.

"Sst!!" Doyoung memanggil Haruto yang tampak lesu menatap layar ponselnya.

"Makan To."

Pria itu menggeleng, "ngga laper."

Doyoung menghembuskan nafasnya pasrah, ia tahu temannya sedang berbohong. Lantaran ibunya sendiri yang berpesan supaya Haruto mau makan siang sebab seharian ia tidak keluar kamar.

Kemudian Doyoung memberikan beberapa makanan ringannya kepada Haruto, "harus habis."

Haruto tidak berselera, tetapi mau tidak mau ia menuruti perintah Doyoung.

Setelah itu Doyoung berganti mengurus sahabat yang satu lagi. Dari kemarin anak itu termenung, lebih tepatnya terlihat sangat sedih.

"Udah Woo, ikhlasin aja..." ucap Doyoung.

Jeongwoo pun mengalihkan pandangan, "udah kok. Gue juga ga mau peduli lagi."

Jawaban itu mengundang kekehan dari Doyoung, "kalo butuh temen kan masih ada gue sama Haruto."

"Tuh Ruto dengerin." Jeongwoo malah melempar pernyataan itu kepada Haruto yang sedang sibuk mengunyah makanan.

"Hmmm.."

Respons yang masih sama. Mereka berdua memaklumi sikap Haruto dan hanya bisa berharap semuanya kembali seperti semula.

✨✨✨✨✨

Kriiingg!!!

Seperti biasa, suara yang berdering nyaring mengundang seruan dari seluruh murid.

"Ruto mau pulang bareng gue ngga?" tawar Jeongwoo.

"Duluan aja. Gue bisa pake bus."

Jeongwoo dan Doyoung melempar pandangan. "Bareng gue aja yukk, lo harus tunggu di halte dulu. Misal busnya rame gimana?"

"Gue bisa jalan kaki," jawab Haruto sambil mencatat materi di papan tulis.

"Ya udah Woo duluan aja.." bisik Doyoung.

"Kita duluan ya To, lo hati-hati. Kalo udah sampe kabarin di grup," pesan Doyoung dan dibalas anggukan kecil.

Jujur saja kedua anak itu tidak tega meninggalkan Haruto sendirian dengan situasi kacaunya. Mereka tau pasti Haruto hanya butuh waktu sendiri, tetapi tetap saja mereka harus mengawasinya.

LOOVE | Wonruto ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang