Seungcheol yang awalnya sedang sibuk membetulkan lampu meja tiba-tiba mendengar senandung bahagia yang berasal dari luar kamar.
Suara tersebut menarik perhatian Seungcheol, karena beberapa hari terakhir Jeonghan selalu terlihat agak murung sejak acara televisi kesayangannya sudah selesai. Hal ini membuat Seungcheol bergegas merapikan peralatan miliknya, lalu pergi keluar kamar untuk mencari Jeonghan yang ia ingat berada di kamar mandi.
Ketika Seungcheol baru saja membuka pintu, ia disambut dengan kehadiran Jeonghan yang tersenyum lebar menghampirinya. Rambut Jeonghan semula berwarna coklat terang kini menjadi warna hitam gelap. Sangat kontras dengan pakaian yang dikenakan, membuatnya terlihat sangat cantik di bawah cahaya lampu ruang tengah yang remang-remang.
"Seungcheol," Jeonghan membalikkan badan untuk menunjukkan wajahnya, "warna rambutku bagus kan?"
Pria berbahu lebar itu menganggukkan kepalanya. "Jeonghan jadi cantik sekali."
Seungcheol berusaha untuk merapikan pakaian Jeonghan yang kusut di bagian bahu. Sebelum ia sempat menyentuhnya, Jeonghan sudah lebih dulu menangkap tangan Seungcheol dan menatap matanya dengan tajam.
Satu hal yang perlu kamu tahu soal pria ini adalah, kalau kamu menarik kerah baju Jeonghan dengan sengaja ataupun tidak, ia akan langsung merasa waspada karena itu membuatnya mengingat trauma di masa lalu.
Seungcheol mengetahui hal ini melalui cara yang sangat menyakitkan, yaitu dengan tidak sengaja marah dan menarik Jeonghan keras-keras. Membuat Jeonghan histeris tiba-tiba sambil berusaha melepaskan tangan Seungcheol dengan cara mencakarnya.
Terkadang kamu memang harus melalui sesuatu untuk mendapatkan pengalaman yang pahit.
Seungcheol menarik Jeonghan ke dalam pelukan. Ia tidak tahu harus mengatakan apa ketika melihat Jeonghan yang mulai sadar dengan aksinya. Dielus pelan rambut hitam tersebut sambil menepuk-nepuk erat badan Jeonghan. Berusaha membuat Jeonghan melupakan apa yang tadi ia tidak sengaja lakukan. Dan semoga saja Jeonghan tidak akan membicarakannya.
"Kenapa kamu tiba-tiba memelukku?" Jeonghan mendongak, menatap mata Seungcheol yang terlihat panik.
Harapan Seungcheol tidak terdengar oleh siapapun sejak dahulu. Mungkin, bisa disebut tidak pernah terdengar oleh siapapun.
"Aku.. mau meminta maaf." ujar Seungcheol dengan kikuk. "Aku tidak sengaja hampir memegang kerah bajumu."
"Kamu mau meminta maaf karena kamu tidak sengaja menarik kerahku?"
"Sayang, aku benar-benar tidak sengaja. Aku tidak memiliki maksud apapun."
Jeonghan terkekeh mendengar kata yang dilontarkan dari bibir Seungcheol. Tangannya yang semula berada di punggung Seungcheol kini merosot pelan, mulai menyusuri setiap lekukan badan di hadapannya. Merasakan tekstur lembut dari pakaian katun, lalu menuju lengan kaku Seungcheol yang belum sembuh total, bergeser ke arah dada bidangnya, dan berakhir di leher.
Nafas Seungcheol seketika berhenti, tenggorokannya menutup jalur pernafasan. Jemari dan tangan Jeonghan memang tidak besar seperti miliknya, tetapi jika jempol Jeonghan mulai menekan lehernya, Seungcheol bisa saja tidak hidup keesokan hari.
Tiba-tiba saja Jeonghan tertawa pelan. Suara tawanya tidak membuat Seungcheol kembali merasa tenang seperti sebelumnya. Jeonghan menepuk-nepuk bahu Seungcheol lalu berbalik badan, berjalan sambil bersenandung lagu menuju dapur. Seolah kejadian tadi tidak pernah terjadi di dalam rumah susun ini. Seolah Jeonghan senang membuat Seungcheol berjalan di antara cangkang telur yang bercampur dengan pecahan beling.
"Baiklah." Jeonghan membenarkan posisi kerah baju, "mau makan malam apa, Cheolie?"
Setiap gerak-gerik yang Jeonghan lakukan selesai ia marah selalu membuat Seungcheol merasa sangat grogi dan juga tidak nyaman. Terkadang Seungcheol selalu berpikir jika suatu saat Jeonghan akan membunuhnya ketika ia terlelap di dalam kamarnya. Bayangkan saja Jeonghan seperti malaikat yang terjatuh dari surga, tetapi Jeonghan jatuh dengan keadaan kepala terlebih dahulu.
"Mungkin.. aku mau makan pasta lagi." Seungcheol berjalan mundur. Kepalanya terasa agak pusing tiba-tiba, mungkin karena seharusnya Seungcheol sudah meminum obat penambah darahnya hari ini. Ia sadar kalau hari ini Jeonghan belum mengajaknya untuk pergi makan sejak tadi pagi.
Jeonghan mengeluarkan sebungkus farfalle dari dalam kabinet, lalu menutup pintunya dengan sikut. Kemudian ia mengambil susu dan bahan-bahan lainnya dari laci atas, laci bawah, kulkas, dan mengambil sebuah kepala-
Seungcheol tersentak. Matanya saling bertatap-tatapan dengan bagian manusia tersebut. Sebentar, apa tadi matanya mengedip?
"Mau pakai krim lagi tidak?" tanya Jeonghan. Ia menggoyang-goyangkan kepala malang itu seperti sedang mengocok sebuah botol. "Rasanya krim ini masih ada. Kita habiskan saja ya? Biar nanti aku bisa membelinya lagi dari supermarket, harganya lebih murah daripada biasa- Seungcheol?"
Jeonghan menaruh botol krim di atas konter dan bergegas untuk menghampiri Seungcheol yang jatuh berlutut. Kedua tangannya berusaha menopang badan yang hampir roboh karena syok melihat Jeonghan membawa sesuatu yang tidak pernah ia lihat di rumah ini. Jeonghan menyangga ketiak Seungcheol dan berusaha untuk membantunya duduk di atas sofa.
Raut wajah Jeonghan berubah menjadi khawatir ketika sadar Seungcheol mulai berkeringat dengan nafas terengah-engah. Ia mengelap dahi pria tersebut menggunakan pakaiannya, lalu bangkit untuk mengambil kain bersih dari kamar mandi. Tetapi aksinya tertahan oleh Seungcheol yang menggenggam erat pergelangan tangan Jeonghan, memintanya untuk diam di sampingnya dan tidak pergi kemana-mana.
"Seungcheol, dahimu basah dengan keringat. Biar aku membawa kain dulu ya? Aku hanya akan mengambil sesuatu dari kamar mandi saja." Ujar Jeonghan pelan, tidak tega melihat kekasihnya menahan nyeri di kepalanya. "Aku tidak tahan melihatmu kesakitan lagi."
Seungcheol menggelengkan kepala keras-keras, menolak untuk membiarkan Jeonghan pergi dari sisinya dan mengerang ketika gerakan itu semakin membuat dahinya berputar-putar kencang.
Rasanya seperti ada seseorang yang menghantamkan pemukul baseball tepat di atas ubun-ubunnya. Jeonghan tersenyum tipis sambil mengecup dahi Seungcheol berkali-kali dengan sedikit harapan semoga sakit kepala Seungcheol hilang.
Setelah beberapa menit terlewat dan melihat dada Seungcheol yang mulai naik turun dengan normal, Jeonghan pelan-pelan melepaskan genggaman tangan Seungcheol dan berjalan mengendap-endap kembali menuju dapur. Perasaannya bercampur aduk, khawatir-ragu-waspada kini menjadi satu perasaan yang semakin lama semakin mengembang di dalam hati Jeonghan. Seperti roti yang berada di dalam oven lima hari yang lalu.
Jeonghan kembali fokus memasak untuk makan malam. Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan Jeonghan berusaha untuk mempercepat gerakannya agar ia dapat selesai masak tepat dengan Seungcheol yang bangun dari tidurnya. Seungcheol sudah dipastikan akan bangun tiga puluh lima menit lagi sambil mengucek matanya dan berjalan pelan untuk memeluk Jeonghan dari belakang. Seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya.
Mengapa Jeonghan bisa hafal dengan kegiatan yang Seungcheol lakukan? Jawabannya sangat mudah, ini bisa dilakukan karena Jeonghan sangat menyayangi Seungcheol apa adanya. Bahkan ia bersumpah di dalam hidupnya kalau Jeonghan akan selalu bersama dengan Seungcheol dan akan membangun rumah tangga sesuai dengan keinginannya.
Meskipun itu memiliki arti kalau Jeonghan harus melakukan apapun demi menjaga Seungcheol di hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
confound | cheolhan
Mystery / ThrillerOrang baik yang terlalu baik pada orang lain, akan terlihat jahat diantara sekumpulan orang baik. Begitu juga dengan orang jahat yang baik diantara orang-orang jahat lain, meski niat bengis mereka hanya berbeda tipis dengan satu sama lain. Maka keti...