January, 10th.

79 9 0
                                    

Hansol menghela nafas panjang ketika melihat temannya yang tergeletak tidak berdaya di lantai tanpa menggunakan apapun kecuali celana dalam. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu karena Jeonghan hanya mengucapkan kalau ia dan Wonwoo sudah putus, namun Hansol benar-benar tidak menyangka kalau Jeonghan akan bertindak sampai sejauh ini.

Gorden dan jendela yang tertutup rapat, seluruh lampu dimatikan, dan Hansol hanya bisa mendengar lagu Amy Winehouse yang menggelegar dari ponsel milik Jeonghan. Lirik lagu Back to Black terngiang-ngiang di kepala Hansol, membuatnya kembali menghela nafas panjang sambil berlutut untuk membangunkan Jeonghan yang dimana kemungkinan besar pria ini pingsan karena minuman keras atau memang sedang lelah.

God, patah hati memang seburuk itu ya?

Yang telinga Hansol tangkap di telepon dua jam lalu hanyalah suara serak Jeonghan yang memohon dirinya secara terus menerus untuk mengobati luka bakar di tangannya karena tidak sengaja terkena panci panas ketika sedang memasak pasta, namun Jeonghan sama sekali tidak menyebutkan kondisinya yang sangat berantakan. Terlihat seperti seolah ada angin puting beliung yang parkir di dalam kamar Jeonghan untuk beberapa hari, kemudian pergi keluar sambil mengacak seluruh benda yang ia miliki di dalamnya.

Jadi ketika Hansol baru saja membuka pintu kamar tersebut, ia disambut dengan tumpukan sampah dan benda besar yang tidak bisa Hansol sebutkan karena ia tidak tahu apakah benda itu sampah atau Jeonghan yang sedang merintih tergeletak di lantai. Dengan mengabaikan temannya yang sudah dua puluh menit hampir telanjang tidak bulat di lantai, Hansol dapat membersihkan hampir seisi ruangan yang kini lumayan terlihat lantainya. Meskipun ia tahu kalau Jeonghan berbohong kepadanya soal memasak pasta, Hansol tidak bisa melakukan apa-apa kecuali meredam amarahnya.

Hansol mengguncang bahu Jeonghan perlahan. Melihat tidak ada reaksi dari pria itu, Hansol mengusap-usap pelan bahu Jeonghan sambil berharap kalau manusia ini masih bernafas dan tidak meninggal di dalam rumahnya. Tangan Hansol mengusap seluruh badan Jeonghan yang bisa ia raih sambil menekannya perlahan, memastikan kalau tidak ada luka atau lebam apapun yang Jeonghan alami selama ia belum masuk ke dalam rumah ini. 

Ia hanya bisa tersenyum miris melihat bekas luka di tengkuk Jeonghan, sembari berdoa dalam hati agar pelaku dari luka tersebut bisa meninggal saat ini juga. Tetapi Hansol mengurungkan doa tersebut, sebab ia yakin seratus persen kalau Jeonghan akan semakin histeris apabila ia tahu Wonwoo meninggal karena doanya. Hansol selalu berada di posisi dilema apabila ia memikirkan tentang hubungan Jeonghan dengan Wonwoo. Rasanya seperti berdiri diantara orang tua yang sudah bercerai, namun keduanya sama-sama tidak bisa memalingkan wajah dari satu sama lain. Namun keduanya selalu bermain kasar. 

Entahlah. Hansol semakin tersenyum miris terhadap Jeonghan.

Dengan terpaksa, Hansol menarik kedua tangan Jeonghan dan memapahnya untuk bisa berdiri. Ia mengarahkan tangan Jeonghan ke kasur supaya bisa bertumpu kesana, sehingga Hansol bisa memakaikan piyama kepada Jeonghan yang sudah dipastikan kedinginan karena tidak mengenakan apa-apa kecuali celana dalamnya yang berwarna gelap itu. Jeonghan tertegun sambil membiarkan Hansol melakukan apapun yang ia inginkan, dan tidak protes saat tangan Hansol terlalu lama menggenggam erat pinggang kurus Jeonghan. Dengan posisi Jeonghan yang membungkuk di kasur sambil membelakangi Hansol, ia tidak terlalu memperdulikan apapun yang akan terjadi kepadanya.

Tanpa mengucapkan apapun kepada Hansol, helaan nafas Jeonghan tertangkap seperti kode untuk Hansol agar ia kembali bergerak dan tidak membuatnya bungkuk lama-lama. Jeonghan dapat merasakan tangannya ditarik perlahan oleh Hansol, dan laki-laki itu membantunya berjalan ke arah kamar mandi. Ia hanya bisa diam, diam, dan diam saja tanpa memberikan komentar apapun kepada Hansol yang kini sedang kembali membuka piyama yang susah-susah dipakaikan.

"Dua hari kemarin, makan apa saja?"

"Mentos dan vodka."

Hansol menghela nafas sambil memposisikan Jeonghan agar duduk di kloset. Ia melepas piyama dan celana dari Jeonghan, kemudian menarik kepala shower agar mengarah ke Jeonghan. Hansol memutar keran, dan air otomatis menyembur wajah Jeonghan yang otomatis memejamkan kedua matanya erat.

"Aku tahu nanti kamu akan menjadi dokter hewan," ujar Jeonghan sambil menundukkan wajah basahnya, "tapi- uhuk- jangan memandikan aku seperti binatang-"

Hansol terdiam. Ia mengambil shower tersebut dan menyemprotnya ke wajah Jeonghan lagi tanpa peduli Jeonghan yang mulai tersedak air. Badannya bergeming sambil menyirami pria di depannya yang sudah marah-marah, namun Hansol sadar kalau Jeonghan sama sekali tidak berusaha untuk mendorong badannya atau mematikan keran yang berada di sebelahnya. Ia terus mengomel dan mengomel sampai tidak sadar kalau celana dalamnya sudah basah, mencetak sesuatu yang membuat Hansol ingin tertawa.

"Berhenti- pueh- ugh Hansol, biarkan aku- uhk"

Tangannya memutar keran kembali. Kedua mata Hansol menatap tajam ke arah luka bakar di tangan Jeonghan, dan ia menghela nafas panjang-panjang lagi. Kemudian ia berjalan mundur keluar dari kamar mandi sambil menaruh shower tersebut di atas kedua paha Jeonghan. 

"Mandi yang benar. Kalau sudah, keluar kamar mandi. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan."

Jeonghan mengangguk, "jangan tanyakan apapun soal pria itu atau aku akan bunuh diri di kamar mandi."

Mendengar kalimat tersebut, Hansol tertawa terbahak-bahak. "Katakan itu lagi di telingaku sekarang juga karena aku akan tertawa. Aku sudah tahu dari dulu kalau kau lebih suka untuk dibunuh perlahan ketika melakukan hal seksual daripada bunuh diri dengan melompat dari balkon. Attention whore."

"Sialan."

"Tidak menyangkal sama sekali, tandanya ucapanku benar kan?"

"Tapi aku akan benar-benar bunuh diri kalau ada pertanyaan tentang Wonwoo yang muncul dari bibirmu itu." Jeonghan memasang ekspresi serius, dan tawa Hansol semakin menggelegar memenuhi kamar mandi. Hal itu lama kelamaan membuat Jeonghan merasa jengkel, sehingga ia langsung menendang pintu kamar mandi sampai menutup dengan rapat.

Mendengar sayup-sayup tawa Hansol dari dalam kamar mandi rasanya seperti membiarkan harga dirinya tercoreng begitu saja di hadapan anak ingusan. Namun Jeonghan sadar kalau sebelumnya ia memohon-mohon kepada anak ingusan itu untuk datang dan menyelamatkannya dari pikiran buruk Jeonghan yang semakin hari semakin memenuhi kepalanya. Seperti mendorongnya untuk melakukan hal jahat.

Diam-diam Jeonghan merasa berterima kasih kepada Hansol, namun di sisi lain, ia ingin mewujudkan keinginan dirinya untuk bunuh diri di kamar mandi saat ini juga. Setidaknya nanti sosok yang akan menyelamatkan badan tidak bernyawanya adalah Hansol, bukan Wonwoo. Ugh, memikirkan namanya saja membuat Jeonghan ingin memukuli kepalanya menggunakan shower keras-keras hingga ia tidak ingat siapa nama pria yang menghajarnya di taman. 

Jeonghan memegang kloset sambil berdiri perlahan, menahan kakinya yang lemas karena tadi tengkurap tanpa mengenakan apa-apa di lantai. Kedua tangannya memegang botol sabun juga shampoo, dan tanpa sadar Jeonghan melakukan semuanya seperti sudah diprogram untuk mandi sambil melamun. Matanya menatap fokus ke sebuah titik di tembok, namun ia bergerak automobile seolah sudah hafal apa yang akan ia lakukan. Badan Jeonghan masih miliknya, tetapi ia merasa kalau apa yang ada di dalam dirinya bukanlah Jeonghan. 

Rasanya seperti sudah meninggal, namun jiwanya memaksa dirinya untuk tetap bertahan.




confound | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang