"Selamat atas keberhasilanmu menjadi dokter hewan, Hansol."
"Sekarang namaku di lapangan medis itu Vernon, bukan Hansol."
"Sama saja. Kamu masih anak kecil yang tidak sengaja menduduki es krim milikku kemarin." Ujar Jeonghan sambil memutar matanya kesal. "Apa yang akan kamu lakukan nanti setelah membuka praktek di rumah?"
Hansol mengernyitkan dahinya, "aku belum berpikir sampai sejauh itu. Memiliki rumah untuk tinggal sendiri saja tidak, uangnya hanya cukup untuk membeli sepatu."
"Lalu apa yang akan kamu lakukan? Kukira orang medis akan membuka praktek untuk hewan dan mengecup setiap dahi hewan yang mereka obati."
"Bilang saja kamu masih teringat oleh sosok—" kalimat Hansol terhenti karena melihat tatapan masam dari Jeonghan. Hansol justru tertawa karena ia tahu jika topik tersebut masih sangat sensitif untuk dibahas dengan Jeonghan. Asik rasanya menggoda seseorang yang belum pulih dari masa lalu yang menghantuinya.
Jeonghan mengarahkan garpu tersebut kepada Hansol. "Jika kamu menyebut namanya, aku yakin benda ini akan membuatmu masuk ke Rumah Sakit." ujarnya sambil mendekatkan benda tajam itu ke wajah Hansol.
"Apa? Agar punya alasan supaya bisa bertemu Wonwoo lagi?" Hansol tertawa terbahak-bahak, merebut garpu tersebut dengan satu gerakan karena Jeonghan lemah. "Lagipula dia tidak mau melihatmu lagi kok, jadi tidak perlu sampai menusuk mataku juga."
"Benar-benar anak keparat." Ucap Jeonghan sambil menggerutu. "Lebih baik kamu cepat memanggil pelayan dan pesan makanan yang jelas. Sudah lebih dari sepuluh menit aku menunggumu memilih makanan."
Jeonghan mengusap wajahnya gusar sambil menunduk ke bawah meja. Kepalanya pusing karena ia belum bisa sadar seratus persen dari pesta alkohol semalam. Hanya untuk merayakan keberhasilan pembangunan saja, Jeonghan sampai minum mati-matian. Memikirkannya saja membuat Jeonghan semakin menyesal dan geli pada dirinya sendiri.
Ia juga ingat bagaimana situasi semalam yang tidak hilang dari pikirannya. Ada banyak orang yang menyemangati Jeonghan untuk mengambil banyak shots dan meneriakinya untuk tidak tumbang secepat mungkin. Situasi tersebut membuat ego Jeonghan semakin naik terus menerus. Menolaknya pun tidak bisa, karena kapan lagi Jeonghan bisa minum alkohol gratis tanpa harus pusing membayar?
Hansol mengetuk kepala Jeonghan, "benar-benar terlihat tidak sehat ya. Setidaknya kamu tidak perlu merogoh kocek lagi untuk minum."
"Kenapa kamu bisa-bisanya berbicara seperti itu?" Ujar Jeonghan sambil mengernyitkan dahi.
"Memangnya kenapa tidak?"
Jeonghan menghela nafasnya panjang. Ia malas berdebat dengan Hansol setelah merasakan perutnya berbunyi lagi untuk kelima kalinya. Lebih baik Jeonghan menyimpan energinya agar bisa berjalan pulang nanti tanpa sempoyongan.
Sesaat sebelum Jeonghan akan mengeluh, datang seorang pelayan pria yang membawa nampan berisi makanan miliknya dan Hansol. Dengan sigap, ia menaruh piring-piring tersebut di atas meja dan kembali memeriksa ulang pesanan. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, pria tersebut menoleh ke arah Hansol dan Jeonghan secara bergantian.
"Apakah ada tambahan yang lainnya?" Tanya si pelayan dengan ramah. Melihat Hansol yang menggelengkan kepalanya, pelayan tersebut membalikkan badan untuk kembali ke dapur.
Sayangnya, ia kalah cepat dengan reflek Jeonghan yang memegang erat lengan pelayan. Sontak saja pria itu spontan menoleh kaget ke arah Jeonghan, meski beberapa saat ekspresi tersebut hilang berganti dengan senyum tipis. Terpaksa atau tidaknya senyum itu, Jeonghan merasa agak puas.
"Aku memesan cola float lagi satu. Tolong tambahkan ceri diatasnya ya?" Tanya Jeonghan, yang seketika memiringkan kepalanya manja. Membuat Hansol agak bergidik ngeri melihat perubahan sikap Jeonghan yang terbilang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
confound | cheolhan
Mystery / ThrillerOrang baik yang terlalu baik pada orang lain, akan terlihat jahat diantara sekumpulan orang baik. Begitu juga dengan orang jahat yang baik diantara orang-orang jahat lain, meski niat bengis mereka hanya berbeda tipis dengan satu sama lain. Maka keti...