Suasana malam hari di bulan Maret itu sangatlah damai. Dengan pintu balkon yang sengaja dibuka oleh Seungcheol, angin malam masuk dan berhembus ke dalam ruang tengah. Menyapu rambut halus Jeonghan yang kini hampir terlelap sambil memeluk erat badan Seungcheol.
Jeonghan terlihat nyaman layaknya bayi yang baru lahir dalam pelukan ibunya. Lagu milik Amy Winehouse sudah diputar lebih dari dua kali malam itu, semakin membuat suasana hangat dan tenang. Tanpa sadar, Jeonghan yang berbaring di atas badan Seungcheol tiba-tiba mengeratkan pelukan sambil menyembunyikan wajahnya di dada bidang tersebut.
Mereka berdua sedang sibuk berpelukan di sofa sejak tadi sore. Kini sudah tiga jam Seungcheol dan Jeonghan saling diam, tetapi badan mereka masih menyatu seperti kunci dan gembok. Tidak melakukan apa-apa kecuali berendam dalam kehangatan pelukan satu sama lain. Acuh terhadap semua yang terjadi di dunia luar, karena ini akan menjadi kenangan indah untuk nanti.
Jaga-jaga kalau Seungcheol dan Jeonghan harus berpisah.
Seungcheol tidak mengucapkan apa-apa melihat Jeonghan menggeliat manja di atasnya. Hari ini bisa dibilang cukup melelahkan untuk Jeonghan karena pekerjaannya yang banyak, dan Seungcheol harus bisa membuat dirinya merasa aman juga tentram. Rasanya Seungcheol tidak berguna kalau ia tidak bisa menenangkan Jeonghan.
Tangan Seungcheol pelan-pelan mengelus tengkuk Jeonghan, jemarinya bisa merasakan bekas luka jahitan yang Jeonghan dapatkan tahun lalu. Jeonghan tidak menjelaskan kapan, tetapi Seungcheol tahu hal itu sangat menyakitkan. Katanya luka tersebut didapatkan karena Jeonghan terlalu banyak tingkah. Entah tingkah aneh apa yang Jeonghan lakukan.
Seungcheol termenung.
Memang apa yang Seungcheol tahu tentang Jeonghan?
Ya, Seungcheol sudah tahu kalau Jeonghan bekerja di sebuah firma besar, ini karena Jeonghan selalu mengenakan pakaian rapi dengan mantel tebal abu-abu kesayangannya. Seungcheol tahu kalau Jeonghan menyukai parfum dengan aroma Sour Cherry, karena buah tersebut mengingatkan Jeonghan pada Seungcheol. Ia juga tahu kalau Jeonghan sangat menyukai cola float buatannya, meskipun tidak ada bedanya dengan float buatan restoran.
Dan Seungcheol tahu Jeonghan menyayanginya, karena tatapan dari kedua mata Jeonghan selalu membuatnya kembali jatuh cinta lagi.
Ada rasa yang bergejolak di dalam dada Seungcheol yang membuatnya merasa sangat berharga, yaitu ketika Jeonghan ingat dan tidak akan melupakan dirinya. Ia merasa sangat senang setiap Jeonghan pulang dari kerja atau dari supermarket, dan Seungcheol merasa aman saat ia memeluk badan Jeonghan dengan erat, ditambah dengan kecupan manis Jeonghan yang selalu mendarat di pipinya pada jam sembilan pagi. Semuanya terjadi seperti ada teori Pavlov.
Sebut saja Seungcheol tidak bersyukur, tapi ia merasa kalau dirinya sama sekali tidak mengenal Jeonghan dengan akrab. Rasanya seperti bertemu dengan teman SMP dimana kamu hanya mengingat namanya saja, tetapi tidak mengingat peristiwa dan memori yang dilalui bersama dirinya. Seperti sebuah kolam renang yang hanya bisa dirasakan tanpa bisa menjelaskan apa yang sedang dirasakan. Kosong.
Apakah Jeonghan memiliki adik? Bagaimana dengan kedua orang tuanya? Benarkah Jeonghan memiliki sebuah hobi yang tidak pernah disebutkan dirinya? Pertanyaan simpel seperti itu sering kali muncul di dalam kepala Seungcheol. Membuatnya meragukan Jeonghan dan segala wajah manisnya yang ditunjukkan oleh Seungcheol.
Lagipula, Jeonghan memang pernah menulis peringatan untuk mengunjungi rumah orang tuanya di catatan tempel. Entah kenapa kini catatan tersebut sudah hilang, dan Seungcheol tidak berani untuk menanyakan apapun tentang hal itu pada Jeonghan. Karena ia tidak mau kehilangan semua yang dimilikinya sekarang. Apa yang kurang dari rumah, makanan yang cukup, dan juga seseorang yang menyayangimu? Tidak ada. Maka karena itu, Seungcheol harusnya berterima kasih kepada Jeonghan.
Seungcheol berusaha mengingat-ingat apa saja yang ia ketahui soal dirinya. Ia lahir pada 8 Agustus sebelum Jeonghan lahir, tandanya Seungcheol sebulan lebih tua daripada Jeonghan. Lalu ia bisa memainkan piano dengan baik karena Jeonghan mengajarinya saat ia bosan menonton TV. Bahkan Jeonghan sampai membeli piano yang ada di ruang tengah, biasanya Seungcheol memainkan Interstellar dari Hans Zimmer setiap Jeonghan sedang melakukan pekerjaannya di rumah.
Hei, Seungcheol juga bisa memasak dengan baik. Meskipun kadang-kadang ia tidak hati-hati dengan pisau, Seungcheol bisa membuat kue atau masakan kesukaan Jeonghan jika Jeonghan pulang dengan wajah yang sedih. Ada dua tanaman tomat yang Seungcheol pelihara di balkon karena rasa tomat yang segar selalu membuatnya senang. Dan yang terakhir, Seungcheol bisa melukis karena Jeonghan mengajarinya juga.
Hanya.. itu saja.
Haruskah Seungcheol merasa khawatir juga ragu dengan kekurangannya dalam mengingat fakta soal diri sendiri? Lagipula Seungcheol pikir semua jawaban itu cukup jelas jika seseorang bertanya sebuah fakta tentangnya. Seringkali ia berpikir tentang apa yang harus ia jawab jika orang lain menanyakan darimana dirinya berasal.
Jeonghan. Rumah Yoon Jeonghan. Hanya itu.
Lamunan Seungcheol terhenti ketika mendengar suara klakson di luar yang mengagetkan dirinya. Sepertinya Jeonghan tersentak mendengar suara tersebut, sampai ia mengerang pelan dan Seungcheol harus menepuk punggungnya agar kembali tidur. Untung saja suara tersebut tidak membuat Jeonghan bangun dari tidurnya.
Jika Seungcheol bisa jujur, rumah susun ini tidak terlalu jelek untuk ditinggali. Pas untuk dua orang pria dewasa, tidak berada di tengah perkotaan, dan tetangganya pun ramah. Seungcheol hanya melihat mereka saat ia membuang sampah ke lantai bawah atau jika ia naik lift dari atas. Mereka menyapa Seungcheol dan ia menjawabnya. Mereka semua memiliki hubungan yang baik antar tetangga karena mereka saling membutuhkan satu sama lain.
Pergi jauh ke luar rumah? Itu juga hanya tiga kali. Saat Jeonghan mengajaknya pergi membeli pakaian, mengunjungi Rumah Sakit untuk mengecek kesehatannya, dan saat Jeonghan mengajaknya berkencan di taman kota pada malam hari. Itu pun jika Seungcheol tidak salah, karena ingatannya remang-remang dan ia sudah berumur dua puluh enam tahun sekarang.
Sekarang sudah bulan Maret. Sangat tidak terasa, karena ia yakin bulan kemarin masih saja Januari. Tetapi apa iya Seungcheol tidak hidup selama bulan Februari? Rasanya ia tidak ingat apa-apa. Kalau tidak salah, Jeonghan membelikannya sebuah buku yang penuh not balok agar Seungcheol bisa belajar banyak soal lagu-lagu klasik.
Isi kepalanya seperti labirin dan Seungcheol tidak masalah dengan hal itu. Hanya saja, sesekali Seungcheol ingin mengajak Jeonghan untuk pergi menonton film di bioskop dan kencan sepuasnya hingga dini hari, mencium bibir Jeonghan di bawah pohon gingko saat musim gugur. Melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh pasangan dalam umumnya yang sering ia lihat di dalam film dan TV.
Mungkin apa yang Seungcheol inginkan terlalu muluk-muluk. Jika Seungcheol membicarakannya lagi, Jeonghan hanya terkikik manis dan mengecup bibirnya agar diam. Kondisi kesehatannya yang mudah pingsan tidak menjamin ia akan hidup lebih lama lagi disini. Setidaknya Seungcheol memiliki harapan untuk bisa mati di pelukan Jeonghan satu saat nanti. Karena Jeonghan selalu pulang untuknya dan tidak pernah pergi dari pandangannya.
Kenapa Seungcheol merasakan kalau hidupnya lebih dramatis daripada film yang biasanya ia dan Jeonghan tonton di TV?
Mudah, karena Seungcheol menyayangi Jeonghan dan Jeonghan selalu menyayangi Seungcheol apa adanya. Bahkan Jeonghan seringkali mengucapkan janji untuk selalu bersama Seungcheol apapun yang terjadi nanti di masa depan.
Dan Seungcheol, selalu percaya dengan kata-kata Jeonghan.
KAMU SEDANG MEMBACA
confound | cheolhan
Mystery / ThrillerOrang baik yang terlalu baik pada orang lain, akan terlihat jahat diantara sekumpulan orang baik. Begitu juga dengan orang jahat yang baik diantara orang-orang jahat lain, meski niat bengis mereka hanya berbeda tipis dengan satu sama lain. Maka keti...