Seungcheol bangun tersentak. Nafasnya menderu kencang seakan seseorang sedang mengejarnya dari belakang selama berjam-jam. Ia berkeringat cukup banyak, membuat punggung dan sekitar lehernya terasa sangat basah. Sekarang jam baru saja menunjukkan pukul sebelas pagi, tidak heran kenapa Seungcheol merasakan sinar matahari mulai memasuki kamarnya.
Pria tersebut akhirnya bangkit dari kasur untuk mematikan lampu kamar dan pergi ke dapur. Sudah tercium aroma makanan yang tersaji di atas meja makan dengan rapi, begitu pula dengan peralatannya yang tertata di meja. Menu makanan selalu berbeda-beda setiap hari, tetapi Seungcheol masih menyukainya karena ia tidak bisa memakan makanan lain. Nasib baik ia masih diberikan makanan dan minuman supaya Seungcheol tetap hidup dengan baik.
Seungcheol duduk di kursi, berusaha mengabaikan rasa tidak nyaman karena kursi yang ia duduki sudah mulai reyot. Mungkin karena hampir setiap hari Seungcheol duduk disini untuk melakukan semua kegiatannya. Ia harus melaporkan hal ini pada Jeonghan. Tangannya mengambil sendok dan mulai memakan sarapan sendirian. Angin berhembus dari arah balkon, meniup ke dalam seluruh isi ruangan seperti berusaha memberikan Seungcheol kenyamanan.
Pandangannya terarah pada kalender jelek yang menggantung di dinding. Ia ingat kalau kalender tersebut digantung oleh Jeonghan pada malam natal tahun lalu. Hari Senin setiap awal bulan adalah jadwal Jeonghan untuk pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari, karena tinggal berdua dengan pria yang banyak makan kini membuat Jeonghan semakin rajin untuk membuat jadwal.
Di samping kalender tersebut, ada papan magnetik yang berisi catatan tempel yang ditulis oleh Jeonghan tentang apa yang harus dilakukan oleh Jeonghan dan Seungcheol di dalam rumah. Hal ini dilakukan karena kadang-kadang Seungcheol kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Seungcheol memang memiliki ponsel pintar, tetapi Seungcheol tidak terlalu mengerti bagaimana cara menggunakannya. Mungkin nanti ia harus meminta Jeonghan untuk mengajarinya.
Sudah seminggu Seungcheol berlatih untuk makan sendiri secara kidal karena tangan kanannya terluka berat. Awalnya Jeonghan menawari Seungcheol supaya ia mau disuapi setiap kali makan, tetapi Seungcheol menolaknya karena beralasan ingin bisa melakukan segala hal dengan mandiri. Ia tahu kalau Jeonghan tidak akan selamanya berada di rumah, karena Jeonghan perlu pergi ke luar juga.
Tak terasa sarapannya sudah habis, Seungcheol membawa piring kotor tersebut dan menaruhnya di wastafel. Meski saat ini ia belum bisa mencuci piring dan melakukan kegiatan rumah lain, Seungcheol berusaha untuk membereskan barang-barang yang terlihat berantakan. Saat dirinya akan pergi ke dalam kamar mandi, sosok Jeonghan tiba-tiba saja masuk ke rumah sambil membawa beberapa kantong plastik.
Ketika melihat Seungcheol di depan kamar mandi, Jeonghan segera menghampirinya untuk membantu Seungcheol melepaskan pakaian. Kantong plastik itu seketika tergeletak begitu saja di lantai, menjadi saksi bisu Jeonghan yang terburu-buru. Senyum lebar tidak luntur dari wajah Jeonghan selagi ia membantu Seungcheol untuk membuka bajunya. Untung saja Jeonghan pulang pada waktu yang tepat. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Seungcheol jika tidak ada dirinya di rumah.
Setelah selesai membantu Seungcheol dan memastikan Seungcheol sudah masuk ke dalam kamar mandi, pria berambut pendek itu langsung mencuci piring yang ada di dalam wastafel. Jeonghan menggumam lagu kesukaannya di dalam hati, bahagia karena Seungcheol makan sampai habis. Perasaannya cukup membaik daripada hari kemarin, setidaknya Jeonghan memiliki perasaan kalau ia akan menjalani tahun ini dengan sangat baik. Hanya berdua di dalam rumah susun bersama Seungcheol, karena Jeonghan tidak perlu kedatangan orang lain di dalam hidupnya.
Jeonghan kembali lagi ke realita ketika ia sadar ada tangan yang melingkar di pinggangnya. Ia berbalik badan, melihat Seungcheol dengan malu meminta tolong Jeonghan untuk memasangkan perban lagi di tangannya yang terluka.
Lagi-lagi ia langsung bekerja secara otomatis, mengambil perban dan juga obat-obatan yang diperlukan untuk Seungcheol, semuanya diambil dalam sekali gerakan. Beruntung Jeonghan selalu menaruh kotak darurat dimana-mana supaya ia bisa lebih cepat mengobati Seungcheol yang terlihat mulai kedinginan.
Dengan telaten Jeonghan membalut tangan pria besar di hadapannya perlahan-lahan. Hatinya terasa nyeri setiap kali Seungcheol meringis. Ini memang bukan ulah Jeonghan, tetapi rasanya seperti Jeonghan yang melakukan ini semua padanya. Padahal ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk bisa mengobati Seungcheol lebih pelan.
Setelah memastikan tangan Seungcheol dalam keadaan baik, Jeonghan membawanya ke dalam kamar. Ia mengambil pakaian yang sudah terlipat rapi di lemari dan membantu Seungcheol untuk mengenakannya. Sesekali Jeonghan mencuri pandang ke arah jendela yang terbuka lebar. Mungkin nanti Jeonghan akan mengganti gorden tersebut dengan warna yang lebih cantik.
"Semuanya sudah selesai kan, Cheol?" Tanya Jeonghan sambil menatap pria di depannya.
Seungcheol menganggukkan kepalanya. Jeonghan masih bingung kenapa Seungcheol akhir-akhir ini jarang berbicara. Padahal Jeonghan sudah berupaya memberitahu Seungcheol kalau ia bisa melakukan apa saja di rumah, selama Jeonghan dapat mengawasinya. Jeonghan tidak mau Seungcheol terluka lagi, cukup tangannya saja yang sekarang terluka.
Jeonghan kembali menuntun Seungcheol ke luar kamar. Ia tahu kalau Seungcheol ini lebih tua daripada dirinya, tetapi Jeonghan selalu gemas tidak tertahan melihat wajah Seungcheol yang terdiam sambil menuruti perkataannya. Tanpa aba-aba, Seungcheol sudah lebih dulu berbaring di sofa, menepuk pelan bagian abdomennya untuk memberi kode pada Jeonghan.
Senyuman Jeonghan kini semakin melebar. Ia pelan-pelan berbaring di atas Seungcheol dan langsung memeluknya dengan erat. Jeonghan dapat merasakan tangan Seungcheol menepuk-nepuk punggungnya. Jeonghan meraih remote yang ada di samping bahu Seungcheol dan menyalakan TV, jarinya menekan-nekan tombol untuk mencari saluran TV yang sedang menayangkan kartun.
Jeonghan tidak sengaja berhenti di saluran TV yang menunjukkan berita baru hari ini. Muncul sebuah foto dengan wajah yang diberi efek blur, sampai Jeonghan tidak bisa mengenali siapa yang ada di dalam berita tersebut. Bisa saja itu adalah tetangganya, atau mungkin kakak kelasnya selama Jeonghan sekolah, tetapi ia sama sekali tidak bisa melihatnya. Jeonghan tidak sadar kalau ekspresi wajah Seungcheol kini berubah menjadi masam.
Tangan Seungcheol merebut paksa remote yang digenggam Jeonghan dan segera mematikan TV tanpa membolehkan presenter berita menyelesaikan kalimatnya. Nafasnya mulai menderu dengan cepat sambil mendekap erat kepala Jeonghan ke dadanya. Jeonghan yang menyadari hal tersebut seketika mengelus lengan Seungcheol yang terbalut, berusaha untuk menenangkan Seungcheol, meskipun ia tidak tahu kenapa Seungcheol bereaksi seperti itu.
Tetapi Jeonghan memang tidak melihatnya. Ia tidak melihat apapun dan ia juga tidak peduli dengan apa yang diberitakan di TV. Karena sekarang yang penting hanyalah dirinya yang merasa nyaman di dalam pelukan Seungcheol, dan juga Seungcheol yang aman tepat di dalam rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
confound | cheolhan
Gizem / GerilimOrang baik yang terlalu baik pada orang lain, akan terlihat jahat diantara sekumpulan orang baik. Begitu juga dengan orang jahat yang baik diantara orang-orang jahat lain, meski niat bengis mereka hanya berbeda tipis dengan satu sama lain. Maka keti...