June, 20th.

190 9 1
                                    

Seungcheol ingin mati sekarang.

Minggu lalu, Jeonghan masih mengecup kedua pipi Seungcheol sambil mengucapkan selamat malam untuknya. Ia juga memeluk badannya erat ketika hujan besar datang, diiringi alunan lagu dari Elton John di sore hari ketika mereka tidak ada kegiatan apapun selain berciuman. Bahkan Jeonghan masih membuatkan makanan kesukaan Seungcheol dan menemaninya makan hingga selesai.

Sudah lebih dari satu minggu lebih lima jam Jeonghan memperlakukan dirinya seperti angin lalu tanpa mengucapkan apa-apa. Kekasihnya muncul dengan rambut yang jauh lebih pendek daripada sebelumnya, namun kini berganti warna menjadi silver. Tulang selangka yang semula tidak terlalu kelihatan pun sekarang sudah cukup menonjol dan membuat Jeonghan terlihat seperti yang tidak sehat. Seperti ada kehadiran orang lain yang Jeonghan sengaja bayar untuk berubah menyerupai tubuhnya dan bertugas menemani Seungcheol di rumah.

Hari ini tepat sepuluh hari untuk merayakan perilaku Jeonghan yang berubah drastis terhadap Seungcheol. Sepuluh hari Jeonghan tidak menyapanya meskipun mereka tidur di ranjang yang sama. Sepuluh hari Jeonghan tidak melakukan pekerjaan rumah dan hanya menonton televisi, sehingga Seungcheol harus memasak dan melakukan pekerjaan rumah. Sudah empat hari sejak Seungcheol memberanikan diri untuk pergi berbelanja makanan sambil berharap Jeonghan akan memberikan pelukan hangat ketika ia pulang, dan berujung nihil ketika Seungcheol disambut dengan Jeonghan yang sibuk menyesap teh hangat di sofa.

Patah hati? Tentu saja iya. Mungkin ini jauh lebih menyakitkan daripada apapun yang sudah Jeonghan lakukan kepadanya. Seungcheol sama sekali tidak peduli jika ada seseorang yang berpikir kalau ia sudah gila karena ia memilih untuk disakiti Jeonghan daripada tidak dianggap ada. Lebih dari enam kali dadanya berdenyut gila-gilaan karena merasa sakit hati dan sangat sedih karena perilaku Jeonghan ini.

Sebenarnya apa yang harus Seungcheol lakukan? Ia juga tidak pernah melihat Jeonghan sebahagia ini sejak pertama kali ia berpacaran dengannya. Senyum Jeonghan ketika melihat film kesayangannya sama sekali tidak pernah Seungcheol dapatkan selama mereka tinggal bersama. Lagi-lagi, rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal dan lama kelamaan akan menjadi sangat berat. Apakah Seungcheol harus berhenti melakukan semuanya lalu pergi bermain di taman? Belum tentu Jeonghan akan mencarinya meskipun ia bermain hingga larut malam. Apakah Seungcheol juga harus memarahi Jeonghan? Bagaimana caranya? Seungcheol menyapanya saja tidak ada balasan apapun.

Seharusnya Seungcheol merasa senang karena Jeonghan tidak pergi keluar dari rumah. Seungcheol harus tetap bahagia dan cinta kepada kekasihnya karena sudah tidak memarahi atau memukulinya lagi ketika ia salah membeli sayuran. Seharusnya Seungcheol bersyukur saat Jeonghan tidak memiliki niat untuk pergi, karena di televisi kini sudah marak banyaknya selebriti yang berselingkuh dengan sesama selebriti yang lain. Seungcheol mendapatkan apa yang orang lain tidak dapat, dan lagi-lagi seharusnya ia jauh lebih bahagia daripada manusia lain di bumi ini. Iya kan?

Namun kenyataannya tidak. 

Semakin lama Seungcheol berusaha untuk tetap menjaga kewarasan dirinya di pagi hari, semakin sulit juga tangannya menggapai lengan cantik milik Jeonghan. Bahkan ia sama sekali tidak menatap Seungcheol lagi. Jeonghan benar-benar seperti orang lain dan bukan seperti kekasihnya yang dahulu sering kali menggodanya ketika Seungcheol sedang tidur. Sekarang pun Seungcheol sedang memperhatikan Jeonghan yang memindahkan bantal juga selimutnya menuju sofa, lalu kembali tidur lagi seolah tidak sadar kalau Seungcheol sedang memasak panekuk kesukaannya dengan stroberi yang cukup banyak.

Seungcheol mematikan kompornya. Tidak peduli dengan adonan yang sudah hampir matang dan stroberi yang sudah dipotong kecil-kecil di mangkuk kesukaan Jeonghan. Ia melepaskan celemeknya, lalu berjalan pelan-pelan menghampiri kekasihnya yang kini sudah tertidur lelap.

Setiap langkah yang Seungcheol ambil untuk mendekati Jeonghan rasanya seperti batu yang bertambah satu demi satu ke dalam dadanya. Membuatnya berat dan sesak, menyebabkan dada Seungcheol terasa semakin hampa sembari menatap wajah cantik Jeonghan yang kemungkinan sedang mimpi indah tanpa ada dirinya. Seungcheol tidak sengaja memikirkan wajah Jeonghan yang menolak untuk menatap wajahnya, dan hal tersebut sudah berubah menjadi sebuah gunting.

Gunting tajam yang memutuskan sebuah tali biru. Tali yang melambangkan kesadaran diri dan kewarasan Seungcheol yang hilang. Lepas dan bebas, membuat Seungcheol jatuh berlutut sambil menutup wajahnya yang merah padam. Dadanya yang sesak sudah berubah menjadi sebuah panci besar yang merebus air panas, perlahan-lahan naik ke atas hingga akhirnya tumpah. Semuanya basah dan sebagian air tersebut membasahi kompor yang sedang menyala, dan kembali menguap panas. Semuanya terasa panas dan Seungcheol tidak bisa melakukan apapun kecuali menangis sambil mengeluarkan isi batinnya yang sudah lama memberat. Ia tidak mampu melihat wajah Jeonghan yang masih tertidur pulas, tetapi ia juga tidak kuat ingin menatap kedua mata Jeonghan yang dahulu pernah menaruh rasa cinta dan kasih sayang untuknya.

Seungcheol ingin mati sekarang. 

Meskipun sesaknya sudah menghampiri tenggorokan, ia masih tidak bisa berhenti menangis histeris di dekat sofa tersebut dan Seungcheol tidak tahu kenapa. Semuanya masih terasa panas sampai badannya pun bergetar cukup jelas, tidak mampu menahan atau menghentikan tangisannya. Seungcheol merasa malu dengan dirinya sendiri, tetapi di sisi lain ia sudah benar-benar muak dengan bagaimana Jeonghan memperlakukan dirinya selama satu minggu lebih.

Seungcheol tidak tahan.

Seungcheol ingin mati sekarang.

"Apa maksudmu?"

Seungcheol mendongak ke arah suara tersebut. Wajah Jeonghan yang baru saja bangun kini menatap Seungcheol yang berlutut. Tangisannya berhenti pelan-pelan, tetapi nafas Seungcheol masih tersendat. Jeonghan tidak melakukan apa-apa selain bangun dari tidur siangnya, namun rasanya seperti sudah menarik Seungcheol dari danau yang hampir membuat sukses dirinya tenggelam di dasarnya. 

Hal ini tidak membuat Seungcheol bahagia. Ia membungkukkan badan hanya untuk kembali menangis histeris entah kenapa. Seungcheol sama sekali tidak bisa mengontrol badannya, seperti ada sesuatu yang mengambil alih semua perasaan dan kesadarannya sehingga ia kembali menunduk untuk meluapkan perasaannya yang sudah tertahan sejak Jeonghan tidak ingin menganggapnya ada di muka bumi.

Ia kebingungan. Pikirannya tidak bisa berjalan lurus ketika ia dapat merasakan kedua tangan Jeonghan tiba-tiba mendekap badannya erat. Didekatkannya wajah Seungcheol ke dada Jeonghan sambil mengelus-elus tengkuk Seungcheol yang basah kuyup dengan keringat. Seungcheol benar-benar kebingungan sekarang, walaupun ia bisa mengatur sedikit nafasnya yang terengah-engah.

Seungcheol dapat mendengar sayup-sayup detak jantung Jeonghan.

Kekasihnya masih bernyawa.

"Maafkan aku ya, sayang?" ujar Jeonghan sambil mengecup dahinya beberapa kali.

Kekasihnya masih sayang padanya.

Meskipun begitu, entah kenapa Seungcheol merasakan jika ia akan meninggal sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

confound | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang