"kita semua sama"
Ucap nenekku waktu itu. Ketika rumah kami penuh dengan ratap pilu dari para pelayat untuk kakekku yang tidur tenang dengan setelan jas hitamnya.
Sambil mengusap air mata, aku menoleh kearah nenek.
"Iya, kita juga mayat yang tertunda. Kakek juga mayat yang kemarin seperti kita, manusia. Jangan nangis lagi, sana mandi, terus bantu-bantu di dapur. Fokus, sejak awal Tuhan mengijinkan kita lahir untuk hidup dengan akhir kematian. Udah sana" lanjutnya sambil berdiri bersiap untuk menyambut dan menghibur orang-orang yang datang.Aku rindu mereka, kini hanya sesak saja yang tersisa. Aku meratap mengingat harap bagus mereka untukku yang sampai sekarang belum bisa aku lakukan.