1. "Tumbal"

1.1K 97 14
                                    

"Papa sudah putuskan, kamu yang akan menikah dengan Tenggara. Cukup sudah kamu membuat papa kecewa dengan keanehan kamu selama ini! Kini saatnya kamu berbakti kepada papa dan mama."
Tegas Erwin kepada putrinya.

Linda tak mampu berkata kata, air matanya menggenang siap untuk tumpah. Sang mama mengusap punggungnya mencoba untuk menenangkannya.

"Mas, apa tidak ada bisa di batalkan?" Reana mencoba membujuk mantan suaminya.  Sebagai seorang ibu, tentu ia sedih dengan keputusan sepihak mantan suaminya, bagaimanapun ia tidak ingin anak gadisnya menikah tanpa cinta--seperti dirinya dahulu- yang berujung perceraian.

"Keputusan saya sudah mutlak. Seharusnya kamu mendukung saya! Dengan begitu posisi kamu di perusahaan akan semakin kuat." Erwin menatap mantan istrinya tak suka, ia bersusah payah membangun sekutu, mantan istrinya malah tidak menyetujuinya.

"Pa, sudah jangan marah." Dera, ibu tiri Linda menenangkan suaminya. Wanita yang Linda cap sebagai pelakor itu memang tak ada kapoknya, selalu saja mencari cari masalah dengannya. Entah dengan memfitnahnya atau dengan menghasut papanya.

Linda yakin, perjodohan itu pasti ide dari ibu tirinya, ia juga mendengar issue seputar politik yang masih berterbangan bagai debu. Salah satunya adalah papanya yang berniat menjadikannya sebagai 'tumbal' untuk kepentingan politiknya, dari kabar burung yang tersebar di kalangan elite, Papanya sedang membangun sekutu untuk naik tingkat ke kursi menteri. Padahal jabatan papanya sudah sangat mapan, namun seperti apapun Linda mencoba menasehati papanya, maka makian dan sumpah serapah yang akan ia dengar sebagai jawaban.

Miris memang. Tapi Linda sudah melalui itu Lima belas tahun lamanya, atau sejak kedua orang tuanya bercerai.

Linda sebagai anak yang paling besar, memilih tinggal bersama sang papa, sedangkan adiknya Cyntia, memilih tinggal bersama sang mama. Linda memutuskan untuk keluar dari rumah sang papa saat  papanya menikah lagi, Lima tahun yang lalu. Kemudian saat ia mulai hijrah, ibu tirinya yang selalu mengadu domba ia dan ayahnya. Jadi wajar saja sampai saat ini papanya masih tidak menyukai hijrahnya.

Lalu sekarang ini secara mendadak papanya mengajak mamanya makan malam, sekaligus menyampaikan rencananya.

"Baik," Linda tak dapat menahan sesak di dadanya, air matanya jatuh perlahan-lahan, "Jika itu keinginan papa, bismillah aku terima." Ujar Linda dengan suara yang bergetar menahan Isak tangisnya.

"Bagus, kamu tau diri juga. Besok sore saya akan menyuruh Tenggara menjemput kamu, sekaligus membicarakan masalah pertunangan kalian." Erwin tersenyum puas, rencananya berjalan mulus untuk maju ke kursi menteri.

"Bisakah langsung menikah? Aku tidak ingin bertunangan." Linda mencoba menawar, berharap papanya bisa mengerti bahwa dalam Islam tidak ada istilah tunangan.

Bagaimana mungkin engkau mengharapkan keluarga sakinah, mawadah, warahmah sementara pondasinya di bangun dengan mengikuti perayaan orang kafir?

Atau coba sebutkan tunangan yang syar'i seperti apa?

Kata si Fulan, Tunangan adalah sebuah kata untuk menghalalkan zina. Benar, karena saat acara pertunangan terjadi ikhtilat, acara tukar cincin yang sebenarnya tidak perlu sama sekali di lakukan.
Dan masih banyak lagi hal lainnya yang sama sekali tidak ada manfaatnya.

Ada! Manfaatnya setelah tunangan kita bisa mengikat kedua calon mempelai. Kata si Fulana membela diri.

Hey, Makaroni! Ikatan dalam Islam itu pernikahan, bukan pertunangan.  Dalam banyak kasus, biasanya yang bertunangan itu bebas memegang calon istrinya, bahkan sudah seperti pasangan suami-istri, wana'udzubillah.

"Kamu ingin mempermalukan saya! Apa kata orang-orang jika kamu langsung menikah tanpa bertunangan!! Kamu pikir saya tidak mampu menanggung biaya pestanya?" Lagi lagi emosi Erwin terpancing. Itulah sebabnya ia malas bertemu dengan Linda karena darahnya selalu naik.

Marrying Mr PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang