9. Pilihan.

383 88 5
                                        

"Pasanganmu adalah rezekimu, pilihanmu, takdirmu. Maka jangan memandang kepada selain milikmu, dan jangan membanding-bandingkan dengan yang bukan milikmu."
#UstadzSyafikRizaBasalamah
Hafidzahullah.

Linda merasa tertampar dengan salah satu postingan Rosa di grup, mungkin bukan maksud sahabatnya itu menyindirnya, tapi momennya sangat pas dengan kondisinya saat ini. Di mana ia yang selalu merasa paling teraniaya karena menikah dengan Gara, sosok yang sama sekali bukan impiannya. Padahal faktanya ia yang dengan sukarela memilih Gara, mengambil jalan untuk menerima perjodohan.

Tidak mudah bagi Linda menghadapi Gara. Pria itu tidak mau di ajak bekerjasama sama sekali. Saat Linda menyuruh Gara sholat, laki laki itu malah abai dan lebih asyik bermain games. Di saat Linda mengajaknya ke kajian, laki laki itu malah hangout dengan teman temannya. Linda harus selalu menurut padanya, sedangkan Gara berlaku semaunya.

Sabar memang kunci utamanya.
Sedikit tidak, Linda sudah mengubah niat pernikahannya. Dari yang awalnya hanya untuk mencari ridho orang tuanya, sekarang bertambah untuk menyempurnakan separuh agamanya. Siapa yang tau, kelak sebelum mereka berpisah Gara sudah diberikan hidayah. Allahumma Aamiin.

Tidak adanya lingkungan yang baik bukan alasan untuk tidak Istiqomah.

Taukah engkau?
Tidak ada yang lebih buruk dibandingkan dengan rumah Fir'aun, akan tetapi dari rumah tersebut muncul seorang wanita yang Allah jadikan perumpamaan bagi orang orang yang beriman. Tulisan dari sebuah image PF salafiyah yang di terjemahkan secara bebas.

Lantas Gara tidak lebih buruk dari Fir'aun, kenapa Linda merasa sangat berat untuk Istiqomah menasehati suaminya? Kadang ada banyak nikmat yang kita pungkiri hanya karena kekurangan yang masih bisa kita perjuangkan dalam hidup ini.
Linda hanya harus lebih sabar lagi, mengabaikan bisikan setan yang terus terusan membisikkan agar ia durhaka kepada suaminya.

"Masak apa?" Gara memeluk Linda yang masih berkutat di dapur.

"Ayam pelecingan," Linda menjawab sembari melepaskan dekapan Gara, "mau makan sekarang atau nanti?" Linda bertanya setelah mematikan kompornya. Ia membantu Gara membuka jaket dan rompi anti pelurunya.

"Sekarang. Saya sengaja tidak makan di luar." Jawab Gara, menghadiahi kecupan ringan di pipi Linda, membiarkan istrinya membawa pakaiannya ke kamar.

Dengan cekatan Gara membantu isterinya membawa serta lauk pauk ke atas meja makan. Lalu meraih tangan Linda, menyematkan cincin mungil yang sengaja ia  beli untuk istrinya.

Gara mengecup tangan Linda kemudian mengatakan, "Cantik, saya sudah menduganya."

"Jazakallahu Khairan," Linda tersenyum malu. Sesuatu yang memang menjadi kebiasaan Gara setelah menikah adalah, pria itu selalu memberikan Linda hadiah sepulangnya bertugas. Entah makanan atau hal yang kadang membuat Linda tidak habis pikir, contohnya beberapa hari yang lalu, tepatnya dua hari setelah mereka menikah, Gara memberikannya satu set peralatan memasak, yang harganya fantastis. Meskipun Linda memiliki finansial yang cukup, ia tidak akan membeli perabotan memasak jika harganya di atas dua puluh juta.

"Terimakasih sudah memasak." Ucap Gara, kemudian mulai melahap makanannya.

"Pelan pelan." Linda tersenyum melihat suaminya yang makan tanpa menoleh samasekali. Sepertinya Gara benar benar lapar.

"Besok saya ada kajian ke rumah Rosa. Kamu mau ikut?" Linda bertanya hati hati, siapa yang tau kalau tiba-tiba hati Gara terketuk dan mau ikut dengannya.

"Saya ada janji besok, anak teman saya ulang tahun. Kalau kamu mau pergi, nanti pulangnya saya jemput." Jawab Gara, kembali memakan makanannya.

"Baiklah." Linda mengulas senyum. Ia tidak ingin memaksa Gara, karena semakin laki laki itu di nasehati maka akan semakin runyam urusan. Mungkin benar kata Alfa, bahwa laki-laki itu memang tidak suka di gurui, sifat dominannya merupakan sifat alamiah. Harga dirinya akan merasa tercoreng begitu orang menasehatinya lebih 'bawah' dari dirinya. Atau logikanya tidak mungkin seorang CEO mau di 'nasehati' oleh seorang office boy.

"Alfa nanyain kamu, kapan ada waktu main ke rumahnya? Kalian kan belum berkenalan secara pribadi." Linda mengubah topik, siapa tau kali ini Gara akan berminat.

"Suaminya Rosa?" Tanya Gara.

"Iya, yang wajahnya mirip Sehun." Linda mencoba mengingatkan. Ya, siapa tau Gara lupa karena saking banyaknya jumlah tamu undangan saat mereka menikah.

"Tau, Jackob cerita ke saya. Kamu sering kajian ke rumahnya?"

"Sering, jadwalnya memang rutin setiap Sabtu dan Ahad sore."
Linda membantu Gara menambah nasi, ayam pelecingan dan semangkuk sayur bening. Kalau Linda sudah selesai sejak tadi, porsi makannya memang menurun sejak masalah perjodohan muncul, dan ia tidak bisa mengatasinya sampai sekarang. Akibatnya, berat badannya turun hingga enam kilogram. Dari berat awalnya yang hanya mencapai limapuluh lima kilogram, sekarang menjadi empat puluh sembilan kilogram. Kata dokter, beratnya sudah termasuk normal karena tinggi badannya juga yang mencapai seratus limapuluh delapan centimeter.

"Besok, masakin saya cumi saos pedas, seperti saat di apartemen lama kamu itu." Ucap Gara, meraih tissue yang di serahkan Linda. Keringatnya memang bercucuran, meskipun pedas tapi rasanya ia tidak bisa berhenti menyentuh ayam pelecingan yang Linda masak untuknya.

"Kamu masih ingat? Dulu kan kamu mabuk berat." Linda ingat saat itu Gara mabuk berat dan meminta makan, karena yang tersisa hanya cumi saus pedas, jadi ia menghidangkannya lalu kabur ke kamar, mengunci dirinya sampai fajar menjelang. Ia mengira Gara membuang makanan karena sakau. Karena saat ia ke dapur, dapurnya seperti kapal pecah, perabot berceceran di lantai. Bahkan ada yang sampai rusak.

"Nope. Saya makan sampai saya ketagihan. Masakan kamu enak semua. Kamu tidak berniat mendirikan rumah makan?" Gara bertanya sambil memandang Linda. 

"Jangan bercanda. Saya tidak percaya diri." Linda tertawa, membayangkan jika masakannya di santap orang lain saja ia sudah insecure duluan. Apalagi jika mendirikan rumah makan, yang  ada ia bangkrut dalam seminggu.

"Saya serius. Kamu bisa mempertimbangkannya, saya siap jika harus mendanainya." Gara menerima piring berisi puding buatan Linda, ia memakannya dengan lahap.

"Gaji saya sebagai guru sudah lebih dari cukup. Belum lagi penghasilan butik, lumayan jika ingin umroh setiap bulan." Linda tetap menolak usulan Gara. Ia takut tidak bisa membagi waktunya untuk mengajar dan bekerja. Sejak menikah saja ia kewalahan jika harus mengurus Gara di pagi, atau bahkan subuh hari saat pria itu berangkat bertugas.

"Memangnya berapa gaji kamu mengajar?" Dalam bayangan Gara, Gaji Linda tak sampai tujuh digit.

"Sembilan juta per bulan." Linda menjawab pelan, mulai membereskan peralatan makan.

"Serius kamu?" Gara bertanya tak percaya. Di sekolah swasta yang fasilitasnya memadai saja jarang ada yang gajinya sampai di angka tujuh.

"Serius. Di sekolah kami, semua guru dan staf sekolah di pastikan memiliki  gaji yang memadai agar hanya fokus ke masalah siswa siswi kami. Karena banyak sekolah yang menggaji staf mengajarnya hanya sekedar, akibatnya mereka kurang fokus mengajar karena terpikirkan kondisi ekonomi yang sulit. Dan sepulangnya mengajar harus mencari tambahan nafkah untuk keluarganya. Memang tidak semua, tapi setidaknya sekolah kami berusaha memberikan yang terbaik kepada staf mengajarnya." Terang Linda panjang lebar. Sekolah swasta memang memiliki bayaran yang fantastis. Tapi sesuai dengan kualitas pendidikannya yang memadai. Di sekolah tempatnya mengajar memang ter-akreditasi A, siswa siswi yang masuk ke sekolahnya harus memiliki minimal lima juz hafalan surah, tentunya dengan biaya SPP yang juga tinggi. Mahal? Memang! Untuk ilmu dunia saja mampu mengeluarkan uang jutaan bahkan ratusan juta, namun saat menuntut ilmu agama, langsung menjadi fakir bahkan menjadi kikir karena berat mengeluarkan harta untuk bekal menuju akhirat.

Seorang ayah marah karena uang bulanan TPQ anaknya mencapai limapuluh ribu perbulan. Namun ia sendiri mampu membakar uang limapuluh ribu dalam sehari dengan merokok.

Bukan dilarang untuk menuntut ilmu dunia, tapi berfikirlah bahwa hanya ilmu agama yang menemani kita hingga akhir hayat.

.


.

.

To be continued ❤️

Sehat selalu ya, Barakallahu fiikum.

Marrying Mr PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang