18. Haruskah?

302 71 17
                                    

"LINDA, LINDA!! KELUAR KAMU! PEREMPUAN TIDAK TAHU DIRI!!"

Linda menatap sekelilingnya, terkejut oleh gedoran pintu di kamarnya. Selarut malam ini, siapa yang menggedor-gedor pintu kamarnya? Lagipula bukankah ada satpam di depan? Seharusnya tamu menunggu di ruang tamu.

"LINDA! SAYA TAHU KAMU SUDAH BANGUN!! KELUAR KAMU!!"

Suara di luar kamarnya membuat Linda akhirnya memutuskan untuk meraih long outer-nya, memasang kaos kaki, kemudian hijab terusan yang biasa Linda pakai di dalam rumah. Linda membuka pintu dengan pelan, pintu belum terbuka sempurna, tamparan sudah melayang di pipinya.

Adalah Naura, mama Gara yang menjadi tersangka. Tak cukup sampai di sana, Naura hendak kembali melayangkan tamparannya, namun Linda dengan cepat menahannya.

"Kenapa anda datang ke sini? Bukankah Anda tidak Sudi melihat saya lagi?" Linda menatap mertuanya, hanya sebentar, lalu mengalihkan pandangannya. Jujur saja ia tidak bisa berkata sarkas, apalagi dengan orang tua.

"Bu Naura, kita bisa bicarakan baik baik. Mari duduk dulu." Mama Linda berusaha bersikap sopan, meskipun hatinya sudah panas saat tidak dapat menahan tamparan Naura kepada putrinya.

Naura mendengus, kemudian dengan langkah terpaksa mengikuti Linda dan besannya duduk di sofa.

"Gara tertembak! DAN KAMU SEBAGAI ISTRINYA TIDAK BECUS! SEHARUSNYA KAMU MELAYANINYA, MENGURUSNYA, BUKAN ORANG LAIN!" Naura kembali emosi, mengingat putranya yang terbaring lemah di rumah sakit dengan tiga luka tembak, di paha, perut, dan juga di bagian dada sebelah kanan. Dan sudah empat hari putranya di sana, Linda sebagai isteri sama sekali tidak pernah datang menjenguk. 

"Saya tahu," Linda menjawab dengan tenang, "tapi saya ingat janji saya dengan anda, dan papa saya untuk tidak menemui Gara lagi agar Gara atau anda mencari jalan untuk menceraikan saya. Juga agar perusahaan mama saya baik baik saja. Saya bisa kehilangan Gara, tapi saya tidak bisa kehilangan mama saya." Sambung Linda. Ia tentu saja sedih dengan kondisi Gara, namun perusahaan mamanya sedang dalam masalah, tentu saja penyebabnya adalah papanya sendiri.

"Kamu tidak merasa bersalah dengan suami kamu?!! Perempuan seperti apa kamu yang tidak memiliki hati nurani?! ANAK SAYA MENYEBUT NAMA KAMU HAMPIR DUA PULUH EMPAT JAM! KAMU BENAR BENAR PELAC*R! KAMU SENGAJA INGIN BERCERAI DARI GARA AGAR BISA BERSAMA DENGAN SELINGKUHAN KAMU!"
Naura kehilangan kesabaran, tangannya sudah gatal ingin menampar Linda.

"Anda lupa dengan hati nurani anda sendiri? Anda tega membunuh cucu anda sendiri demi melancarkan rencana anda. Lalu sekarang anda mempertanyakan hati nurani saya? Ada dan tidaknya hati nurani saya bukankah sama saja di pandangan kalian? Anda yang ingin melihat saya bercerai dengan Gara bukan? Seharusnya anda senang saat saya tidak lagi memperhatikan anak anda. Dengan begitu rencana kalian berjalan mulus, besok mungkin tajuk berita utamanya adalah,"Suami koma, isteri malah berselingkuh," atau berita sampah lainnya. Saya sudah hafal alur drama yang mungkin akan terjadi. Kalian akan selalu menjadi tokoh protagonis, tidak perduli berapa luka yang kalian torehkan ke kami, dan kami akan menjadi tokoh antagonis." Lugas Linda. Ia berusaha bersikap setenang mungkin, meskipun sedih di relung hatinya karena ia sudah melakukan dosa karena mengabaikan Gara yang sedang berjuang.

"TUTUP MULUT KAMU!" Naura emosi, ia sudah berdiri hendak menyerang Linda. Namun di tahan oleh mama Linda.

"Jadi anda ingin saya menemui Gara dan merawatnya? Jika begitu sebaiknya anda berbicara dengan papa saya. Saya takut...." Linda menangis, ia takut papanya melukainya, atau mamanya. Mengingat kilas balik tempramen papanya yang suka main tangan, bahkan kemarin mencekiknya, hingga ia nyaris kehilangan nafas. Untung saja mamanya datang tepat waktu hingga ia terselamatkan.

"Anda tidak tahu seberapa ganas mantan suami saya. Jadi sebaiknya anda membicarakannya terlebih dahulu."  Mama Linda kembali menengahi. Ia tahu anaknya di selimuti ketakutan karena bayang bayang mantan suaminya.

.

.

Disinilah Linda sekarang, menatap Gara yang di penuhi dengan alat-alat medis, sampai bernapas-pun laki laki yang berstatus suaminya itu di bantu oksigen. Nyaris seluruh tubuh Gara tertutup perban, kecuali kaki dan wajahnya. Linda bergidik ngeri jika membayangkan timah panas mengoyak satu persatu tubuh suaminya.

"Kamu di sini?" Gara mencoba membuka matanya, melihat Linda yang duduk di sampingnya dengan hijab berwarna Milo. Rasa rindunya menyeruak begitu saja, sampai ia menitikkan air mata.

"Kamu nggak perlu gerak!" Linda gelagapan saat Gara mencoba duduk, alhasil daripada membantu Linda malah membentak.

"Saya merindukan kamu, sangat rindu." Lirih Gara, mengecup tangan Linda dengan pelan. Kemudian mengisyaratkan Linda agar memeluknya, untungnya isterinya itu menurut, meskipun kaku.

"Bisa tinggikan ranjangnya? Nah di sebelah kanan saya." Gara sedikit meringis, jahitan di bahu kirinya belum kering, salahnya yang terlalu bersemangat menarik Linda agar jatuh di pelukannya. Luka tembaknya memang di tiga tempat, namun luka sayatan pisau nyaris memenuhi tubuhnya. Tangannya saja penuh dengan perban karena luka gores serta terkena serpihan kaca.

Gara bahkan tidak ingat saat ia di selamatkan, tau tau ia sudah berada di rumah sakit. Lalu hal pertama yang ia lihat saat berhasil membuka matanya adalah mamanya yang menangis, dan baru sekarang ia melihat Linda.

"Kamu sudah makan?" Tanya Gara, berusaha memecah keheningan antara dirinya dan Linda.

"Sudah."
Jawab Linda pelan, sambil memperbaiki selang infus Gara.

"Bagaimana perasaan kamu sekarang? Apa lebih baik melihat saya yang terluka? Dengan begitu kamu bisa meninggalkan saya bukan?"

"....

Linda tidak menjawab, ia memperhatikan wajah laki laki yang menjadi suaminya, ia tau bahwa Gara memang mempesona, bahkan dalam keadaan kurang sehat seperti inipun ketampanannya tidak bisa di abaikan begitu saja. Namun bukan itu yang menjadi fokus Linda, melainkan pola pikir Gara yang selalu berprasangka buruk kepadanya_entah dalam kondisi apapun dan bagaimanapun.

"Saya ingin merawat kamu, jadi bisakah kamu sedikit berprasangka baik kepada saya?"  Linda menghela nafasnya, memegang tangan kanan Gara lalu menciumnya dengan pelan.

"Kamu serius?" Mata Gara berbinar, bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Tentu saja ia senang jika Linda mau repot-repot mengurusnya.

"Iya." Linda ikut menyunggingkan senyumnya. Ia tidak menyangka Gara akan sesenang itu, padahal ia hanya melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Sebelum semuanya terlambat, atau jika seandainya mereka berakhir di pengadilan agama, setidaknya ia sudah melakukan sesuatu untuk pernikahannya.

"Terimakasih, saya akan berusaha melakukan yang terbaik agar tidak menyakiti kamu lagi." Gara tersenyum lebar, tangannya berusaha bergerak mengelus pipi Linda, namun gagal karena rasa sakit di dadanya. Linda yang melihat itu menundukkan kepalanya, menaruh tangan Gara di pipinya.

"Permisi.....

Seorang perawat laki-laki memasuki kamar inap Gara, ia terdiam melihat wajah Linda. Hanya beberapa saat kemudian menyampaikan informasi bahwa Gara harus minum obat.

"Ini istri saya," Gara bersuara, yang di balas sang perawat hanya berupa senyuman tipis di balik maskernya.

"Kemarin Alfa kesini, anaknya lucu sekali." Gara bercerita saat perawat menyuntikkan obat ke infusnya, lalu ia melanjutkan meminum beberapa obat, sampai kemudian sang perawat undur diri meninggalkan Gara dan Linda.

"Namanya Fatima, dia memang pintar, Masaya Allah."

"Nanti anak anak kita juga pintar."

Mungkinkah?

Linda meragu, karena ia tahu sampai detik ini pun Gara masih berpikiran liberal. Karena jika menginginkan anak seperti Fatima setidaknya ayahnya harus seperti Alfa, yang pintar dan sholih. Mampu menjadikan masa lalunya menjadi sebuah pelajaran sekaligus tumpuan hingga hidupnya membuahkan hasil seperti sekarang ini. Tak ada kata terlambat untuk bertaubat, asal nyawa masih di kerongkongan, dan diri mau berubah.

.

.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Semoga sehat selalu ya shalihah.
Minta komentar 50 yooo
Biar semangat update akutuh😭😭

Marrying Mr PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang