Feromon

836 96 3
                                    

















Pagi menjelang dan suara-suara kendaraan membangunkan Seokjin dari tidurnya.

"Sudah pagi rupanya,"

Kemudian ia melangkah ke air mancur buatan yang ada di taman tersebut hanya untuk membasuh mukanya dan berkumur , setelah itu ia merapikan rambutnya dengan sisir kecil yang selalu tersimpan di dalam tasnya. Kegiatan paginya di mulai dengan mencari sarapan. Ia memutuskan membeli tteobokki sebagai sarapannya . Usai sarapan barulah ia berangkat ke tempat kerjanya dengan menaiki bus . Setidaknya toilet di perusahaannya terjamin kebersihannya jadi ia akan mandi di sana , sedangkan seragamnya sudah ia simpan rapi di dalam loker.

Tidak akan ada yang berubah pada hidupnya sekalipun mate nya ternyata adalah seorang yang kaya raya. Seokjin tetaplah Seokjin yang miskin dan harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup nya sendiri. Bahkan tak terlintas di pikirannya bahwa ia dan mate nya akan hidup bahagia bersama sebab kehidupan yang mereka jalani bagai bumi dan langit. Terlalu mustahil tuk bersatu. Itu lah yang ia tanam dalam benaknya.

Tugas Seokjin di awali dengan membuang berkantong kantong sampah di tempat pembuangan yang letaknya dekat dengan parkiran. Di bawah terik matahari , ia menjejal jejalkan kantong sampah itu pada tempatnya. Dan semua itu tak luput dari pandangan Namjoon yang baru saja tiba di perusahaan. Ia bahkan belum turun dari mobilnya hanya untuk melihat Seokjin dari dalam.

"Selamat pagi , Presdir..." Seokjin sangat sadar diri kalau dia hanya bawahan jadi sudah sepantasnya Namjoon harus di sapa.

"Apa yang kau lakukan?" Namjoon pura-pura tak tahu apa yang Seokjin lakukan.

"Membuang sampah , Presdir..."

Namjoon hanya menganggukkan kepalanya.

"Sudah sarapan?"

"Sudah... " jawab Seokjin. Ia tak ingin membuat sebuah percakapan dengan Namjoon. Seokjin berusaha menjaga jarak ketika melangkah dengan Namjoon. Wangi amber dan mint menguar merasuki indera penciuman Seokjin. Seokjin tahu bahwa itu adalah feromon milik alphanya. Namjoon memilih tak melanjutkan pembicaraan lagi. Sepertinya omeganya ini terlalu irit bicara. Namjoon juga belum memikirkan pendekatan seperti apa yang akan ia lakukan pada Seokjin. Mungkin karena Seokjin adalah seorang pria sehingga ia tak merasa begitu menggebu untuk mendekatinya. Apa ia harus merangkai sebuah acara dinner romantis bersama Seokjin seperti yang ia lakukan pada beberapa teman kencan wanita nya saat di Amerika dulu? Tapi Seokjin adalah seorang pria, dan sepertinya menerapkan hal seperti itu pada Seokjin terasa menggelikan.

Namjoon melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjanya meninggalkan Seokjin di belakang. Ia tak peduli meski Seokjin adalah omeganya ia tak akan mau menunjukkan kedekatan di tempat kerja. Baginya urusan pekerjaan tetaplah sebuah prioritas yang utama.

Menjelang siang, ia pergi meninggalkan perusahaan menuju bank untuk mengajukan sejumlah pinjaman dana. Namjoon memiliki tekad kuat untuk memulai segalanya dari bawah dengan hanya berbekal ilmu yang ia miliki. Ayahnya bisa saja mendanainya namun Namjoon ingin mandiri tanpa harus terus bergantung di balik nama besar ayahnya. Ia akan buktikan bahwa dirinya bisa. Usai bertransaksi dengan pihak bank, sisa waktu nya ia gunakan untuk makan siang.

Namjoon memutuskan untuk makan siang di sebuah cafe yang tidak begitu jauh letaknya dari perusahaan. Cafe tersebut di design dengan menggunakan dinding kaca . Ia hanya memesan grill salmon dan mash potato sebagai menu makan siangnya. Ketika ia mengarahkan pandangannya ke jalan raya, ia tak sengaja melihat Seokjin yang sedang menenteng beberapa kantong belanjaan di kedua tangannya. Sepertinya isi kantong belanja tersebut adalah makanan mengingat ini merupakan jam makan siang para pegawai. Terlintas di pikirannya apa omeganya itu sudah makan siang? Namun apa pedulinya? Tak mungkin juga ia akan memanggil Seokjin dan mengajaknya makan siang bersama.

Aku yang tak di inginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang