16 - Extremely Tired

909 100 89
                                    

Andra Nabastala Kaivan.
Nama yang diberikan Alma untuk anak lelakinya yang lahir di hari kemarin, di tanggal 13 November. Bertepatan di hari ke-22 hilangnya ayah dari si bayi tampan.

Sementara Ayah Andra, sedang berjuang di seberang sana. Berjuang bertahan hidup agar dapat bertemu Andra. Ayah belum tahu Andra sudah datang, tapi Ayah selalu menyayangi Andra meskipun belum dapat berjumpa.

"Artinya apa, Mbak?" tanya seorang pria bernama Fikar.

Ibu itu tersenyum. Menatap bayi yang ada dalam gendongannya sebelum balik menatap si penanya. "Andra artinya kuat, Nabastala artinya langit, Kaivan artinya tampan," jelasnya dengan senyuman simpul.

Fikar ikut mengulas senyum. "Bagus kali namanya."

Alma tersenyum saja menerima pujian Fikar. Sementara Fikar, kembali menatap si bayi mungil di gendongan Alma.

"Mirip Bagas kalau aku liat." Lelaki itu kembali berkomentar, membuat senyuman Alma kontan memudar.

"Iya," balas Alma pelan. Tersenyum agak paksa di atas ranjang di mana dirinya biasa tidur dengan Bagas.

"Baru dua hari kenapa Mbak Alma udah minta pulang? Gak apa-apa memangnya?" tanya Fikar lagi, penasaran.

"Gak apa-apa, Bang Fikar. Saya udah ngerasa sehat, kok. Lagian Andra juga sehat, jadi ngapain lama-lama tidur di puskesmas? Mendingan tidur di rumah." Alma menjelaskan perlahan, lalu tersenyum sendu menampakkan kelelahan jiwa raga. Wajahnya agak pucat, khas ibu-ibu setelah melahirkan.

"Fikar!" panggil seseorang.

Yang dipanggil pun menoleh ke arah ambang pintu. "Ya, Bu?" sahutnya pada seseorang yang ternyata Evi.

"Ikan gorengnya udah, tuh. Makan dulu, yuk!" ajak wanita itu akrab. Tanpa sadar telah menganggap Fikar kerabat dekat karena pemuda itu punya kehadiran yang banyak.

"Eh?" Fikar menggaruk tengkuknya, merasa malu.

"Udah, ayo!" Ngapain malu-malu?" Evi tersenyum.

Fikar cengar-cengir, lalu mengiyakan saja ajakan ibunda Alma tersebut.

"Minta tolong tutupin pintu kamarnya, Bang," ucap Alma melihat Fikar yang berdiri dari kursi sebelah ranjangnya.

Fikar mengangguk sebelum ke luar. Tertinggal Alma dan Andra saja berdua di kamar. Sempat tersenyum melihat interaksi ibunya dan Fikar, lantas setelah sudah sepi semua, senyuman itu surut seiring nelangsa akan Bagas yang tak pernah padam.

Menatap lurus ke depan sambil memeluk bayi kecilnya, teringat hari-hari indah bersama suaminya, kemudian kemungkinan ketiganya yang tak dapat bertemu lagi. Tak butuh waktu lama untuk mata Alma terasa perih. Air hangat pun meluncur elok mengaliri wajah yang letih.

Andra merengek manja, mendistraksi kesedihan ibunya.

Alma sedikit menunduk, mengecek putra pada gendongannya. "Kenapa, Sayang? Haus, ya?" tanyanya lembut sambil menyeka wajah.

Yang ditanya hanya melanjutkan rengekan. Alma tersenyum, mengangkat bajunya ke atas untuk menyusui Andra yang sudah gelisah dan kehausan.

Bibir kecil itu pun menangkup sumber makanannya dengan semangat. Mata kecilnya terbuka lebar, menyedot-nyedot hingga terdengar. Katanya, bayi lelaki lebih kuat menyusu ketimbang bayi perempuan. Alma harus banyak makan. Kalau tidak, bisa lemas karena nutrisinya diambil Andra semua.

"Pelan-pelan, Sayang, nanti keselek. Gak ada yang mau ngambil, kok. Susunya punya Andra semua..." Alma mengusap-usap dahi kecil itu dengan ibu jari.

Lalu Andra terbatuk, tersedak asi. Suara batuknya lucu, tapi tetap saja Alma panik.

34 DAYS HOSTAGE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang