24 - Reverberation

792 104 62
                                    

⚠️TW: Kata-kata kasar⚠️

Tanggal 29 November. Sudah empat hari lamanya Valencia menggunakan pakaian berwarna oranye. Tidur seadanya di dalam rutan yang dingin dan sesak bersama tahanan-tahanan wanita lainnya.

Kini, perempuan itu sedang duduk diam di pojokan sel. Tidak berinteraksi dengan siapa pun, tidak pernah pula memedulikan caci dan makian para tahanan 'senior' sejak hari pertama.

Sudah rahasia umum, seorang tahanan baru pasti akan dibuli habis-habisan oleh para tahanan lama. Valencia dibuli juga, secara fisik dan verbal. Pembulian fisik yang ia terima tidak separah pembulian verbalnya, paling didorong dan ditoyor-toyor saja kepalanya.

"Eh, L*nte! Ngelamun mulu. Kangen ya sama si siapa? Si Bagas, ya? Kangen lo? Najis. Muka lo sok sedih banget dah, tai! Predator betina!"

Predator betina, adalah salah satu julukan yang Valencia dapatkan. Tentu masih banyak lagi julukan yang para tahanan buatkan untuknya. Yang sangat-sangat kasar, vulgar, dan tidak layak tuk dituliskan pun disebutkan.

Suasana sel seharusnya menakutkan juga mencekam, namun tidak untuk Valencia. Ia tak gentar apalagi gemetar. Laksana jiwa yang keras, perasaan takut seolah tak ada dalam dadanya. Ia tak segan membalas setiap perlakuan yang ia terima dari tahanan lain.

Karena perilaku obsesif, terlampau apatis, terlalu tenang, dan condong ke arah psikopat itu, Valencia diagendakan untuk menjalani konsultasi kejiwaan juga dengan psikiater khusus yang menangani masalah-masalah mental para tahanan dan narapidana di rutan maupun lapas.

"Valencia. Ada yang mau bertemu sama kamu," kata seorang sipir penjara di depan jeruji.

Yang dipanggil hanya menatap datar, tak berminat. Si sipir tak ambil pusing sebab tatapan-tatapan seperti itu sudah makanan sehari-hari.

Lantas walau malas, Valencia tetap berdiri, menghampiri pintu jeruji untuk kemudian dikeluarkan dari sana. Setelah itu, berjalan menuju ruang khusus kunjungan yang luas dan memanjang.

Mendapati seseorang yang membuatnya mendendam, emosi Valencia menguat. Rasa ingin menjambak membesar. Keduanya bertatapan dengan sorot memancar berbeda. Padahal, wajah mereka sama. Ya, itu Valeria.

Valencia mendekat, kemudian duduk di depan sebuah meja. Di depan meja, duduklah Valeria. Mereka berhadapan dibatasi meja. Tampak sorot marah Valencia semakin lama semakin mengental.

"Dasar kurang ajar kamu!" geram Valencia pada kembarannya setelah dua bulan lebih tak bertukar kabar.

Lalu, melirik ke arah belakang Valeria, pada bangku panjang. Ada Ten, si adik ipar di sana. Duduk sendirian sambil menatap ke arahnya dengan sorot tak bersahabat.

Valencia mendengus remeh, tersenyum miring. "Sampai Ten juga ada jadi pengkhianat keluarga," sarkasnya.

"Jaga mulut, Vale. Gak usah bawa-bawa Ten. Harusnya kamu renungi kesalahan kamu, minta ampun sama Tuhan. Aku bener-bener kecewa sama kamu. Bikin malu keluarga," tutur Valeria pelan, namun penuh penekanan. Menahan jengkel, kecewa, sedih, semuanya.

Yang tersangka menatap tajam Valeria. "Kamu tau apa? Kamu kan lama di Amerika, terus abis itu, hidup di Thailand. Kamu tau apa aku tanya, hah?" tantangnya meninggi.

"Just because I 'know nothing', artinya kamu berhak culik suami orang dan nyiksa dia kayak binatang?" Valeria membalas, tapi tidak sekasar Valencia.

"Ria, coba pikir pakai otak. Kamu cinta kan sama Ten? Apa itu salah? Enggak, kan? Lantas, aku cinta sama Bagas, apa bedanya? Kenapa aku harus berakhir di sini? Oh iya, karena kamu sok jadi pahlawan." Lagi-lagi menyindir ketus. "Harusnya kamu urusin aja sana hidup dan karir kamu! Ngapain susah-susah ngurus aku sama Bagas?!" bentaknya nyalang.

34 DAYS HOSTAGE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang