Hari ke-19 penyanderaan.
Seperti yang sudah kita ketahui, Bagas drop hingga pingsan di hari ke-14. Kabar baiknya, di hari ke-19 ini, kondisi Bagas sudah lebih baik meski belum benar-benar pulih berkat obat-obat Dokter Erik dan konsumsi nutrisi yang lebih bagus.
Bagas yang sedang sakit tentu tidak nafsu makanㅡsedang sehat saja, ia tidak nafsu makan selama disandera. Namun karena dirinya sangat takut mati di situ, ia pun memaksakan diri untuk makan banyak meski menahan mual yang kerap menghadang. Terkadang, hampir muntah saking mualnya bertarung dengan kepahitan mulut dan kehambaran rasa makanan yang disebabkan oleh sakitnya.
Ya, Bagas sempat putus asa. Rasanya ingin mati saja. Namun saat dirinya drop beberapa waktu lalu, ia tidak jadi ingin mati lantaran ingin bisa kembali bertemu Alma. Merasa dirinya begitu jahat jika menyerah pada ajal di tempat bagai neraka. Tidak apa mati jika di samping Alma, tapi kalau di samping Valencia? Bagas tidak sudi dunia-akhirat.
Lalu apakah perlakuan bagai anjing gila yang Valencia terapkan pada Bagas tetap berjalan? Jawabannya, iya. Bagas sudah pasrah ketika ditelanjangi lagi oleh Valencia, ketika tangannya harus diborgol lagi ke tiang-tiang ranjang.
Bagas hanya ingin hidup. Ia sudah lama hilang harga diri, maka sekarang hanya ingin hidup. Itu saja. Agar harapan pertemuan dengan keluarganya masih bisa terajut meski asa sering hilang terpuruk.
"Honey, you always look sexier with those hickeys by me." Valencia tersenyum bangga, kemudian terkekeh sendiri melihat hasil karyanya.
Sudah menjadi hobi Valencia memberikan banyak tanda cintaㅡmaksudnya nafsu dan pemaksaan, ke bagian-bagian tubuh Bagas. Bagian favoritnya adalah leher jenjang, tulang selangka, lalu paha sang pria.
Bagas kerap pesimis pada takdir, menggiringnya dalam tangis di antara ribuan buih pedih. Namun tak ingin benaknya kian terdistorsi. Segala intimidasi dan invasi harus ia sanggupi, demi meraih harap yang semoga bukan hanya mimpi di siang hari.
"Kamu udah agak sehat kayaknya, ya? Aku seneng deh liatnya." Perempuan itu tersenyum lagi.
"Iya. Karena gue gak mau mati di sini, gue harus sembuh supaya bisa pulang," sahut Bagas datar.
Wajah tersenyum Valencia langsung mengeras. "Pulang ke mana? Rumah kamu di sini!" balasnya ketus.
Bagas mengerling dingin. "Meski gue gak bisa ngelawan lo saat ini, gue tetep yakin, kalau gue pasti bisa bebas dari rumah lo ini suatu saat nanti," katanya setia dengan nada rendah dan lambat.
*PLAK!
Wajah Bagas terhempas ke kanan. Tidak lagi kaget dengan apa yang didapatnya, tidak lagi kesusahan menahan perihnya pipi yang memerah. Bagas sudah hafal di luar kepala.
"Gak usah ngomong macem-macem kalau gak mau kena tampar lagi." Valencia berujar dingin dengan sorot intens.
Bagas hanya diam sambil menatap tajam. Ketakutan telah hilang. Ia sangat ingin mencekik Valencia andai tangannya tak terborgol ke atas seperti sekarang.
"Oh, aku punya ide." Wanita itu memaniskan mimik.
Lelaki itu tak merespons apa pun.
"Kamu ceraiin Alma, terus kita nikah. Nah, kalau udah nikah, aku janji gak akan ngeborgol kamu kayak gini lagi. Kita bakal jadi suami-istri yang normal. Gimana?" Valencia tersenyum tanpa dosa.
"Jangan harap."
"Aku mau kok ikut agama kamu..."
Bagas mendelik. "Agama bukan permainan yang bisa lo mainkan semudah itu."
"Tapiㅡ"
"Lebih baik lo ke gereja, buat pengakuan dosa di sana!" potong Bagas keras.
Valencia memicing tak terima. "Kamu ngelunjak ya sekarang," gumamnya geram.
KAMU SEDANG MEMBACA
34 DAYS HOSTAGE ✔️
Misteri / ThrillerHilang setelah bekerja, tidak pulang selama 34 hari, meninggalkan istri yang sedang hamil besar, Bagas akhirnya ditemukan dengan keadaan linglung, mengenaskan, tetapi masih bernyawa meski sangat lemah. Adalah Valencia, yang secara tidak manusiawi me...