Sarah masuk ruang rawat suaminya. Dia berjalan perlahan karena tidak ingin membuat Andre terbangun dari tidurnya. Itu memang terlihat sangat pucat, tidak seperti Andre tadi pagi, kali ini rasa empati Sarah kembali terusik, merasa tidak tega melihat kondisi sang suami.
Sarah duduk di kursi di samping ranjang Andre. Tatapannya tajam ke arah sang suami. Ingin hati menggenggam tangan itu, nyatanya keegoisan Sarah masih kuat. Dia masih belum bisa menerima Andre seutuhnya.
"Sarah?" tanya Andre kali pertama membuka mata melihat sang istri di sampingnya.
"Jangan GR ya, aku ke sini karena perintah dari mamaku. Jadi, nggak usah berpikir kalau aku khawatir denganmu."
"Aku nggak peduli, kamu datang aja aku udah senang. Aku tahu hari ini waktu sangat berharga, tapi kamu bela-belain buat temui aku di rumah sakit."
"Bukan hanya menemuimu, tapi aku juga nemenin kamu. Ingat, yang perlu kamu garis bawahi semua ini atas perintah mamaku, bukan kemauan ku sendiri."
Sarah begitu apik memainkan peran antagonisnya. Nyatanya, dalam hati kecilnya, merasa khawatir dengan kondisi Andre. Terbukti rela membatalkan klien pertamanya hanya demi ke rumah sakit dan menemani suaminya.
"Aku yakin nanti juga hubungan kita akan semakin baik. Tentunya tanpa perintah dariku pun kamu akan datang ke rumah sakit ketika aku sakit."
"Kamu ngomongnya nggak jelas, pengaruh obat. Udah lebih Baik istirahat aja, jangan bikin masalah semakin rumit."
"Tapi aku baru siuman, aku capek kalau harus tidur terus."
"Aku lebih capek kalau lihat kamu kayak gini. Sok kuat, tapi lemah," ejek Sarah sambil mengangkat kedua bahunya.
Andre tidak marah dengan perkataan istrinya. dia malah tertawa terbahak-bahak ketika mengetahui jika Sarah bisa bercanda dalam situasi yang cukup sulit saat ini.
"Aku sebenarnya tahu kamu perhatian padaku, secara kita kan suami istri, lambat laun cinta akan mulai hadir."
"Lagu lama, nggak mempan di aku," sahut Sarah dengan sangat percaya diri.
"Kita lihat aja nanti, di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin."
"Udah deh nggak usah banyak ngomong, banyakin istirahat. Takut aja nanti jantung itu semakin rusak."
"Tenang aja Sarah, aku akan selalu setia menjaga jantung ini, aku nggak akan pernah membiarkan jantung ini rusak lagi."
"Ya, harus dong, itu kan jantung ayahku. Jangan sampai ayahku menyesal telah memberikan jantungnya padamu."
Andre tersenyum tipis lalu mengangkat kedua jempol tangannya. "Aku pastikan ayahmu tidak salah memberikan jantungnya padaku."
"Semakin lama ngocehnya semakin gak jelas! Udah tidur sana!"
Andre memejamkan kedua matanya sesuai dengan perintah istrinya untuk beristirahat. Ada keyakinan yang kuat pada diri Andre jika Sarah tidak akan meninggalkannya kali ini. Apa yang mulai merasuk dalam benak istrinya itu, sejauh ini Andre menikmati perannya sebagai suami yang mendapatkan perhatian dari sang istri.
Sebenarnya dari kalimat-kalimat yang Sarah ucapkan, walau dengan nada kasar dan tinggi, dia sebenarnya menyimpan rasa khawatir kepada suaminya itu. Namun, penyampaiannya dalam cara yang lain, yaitu dengan terus menyudutkan Andre.
***
Sarah memutuskan untuk pulang ke rumah mengambil pakaian pakaiannya untuk segera dipindahkan ke apartemen mereka. Entah hantu apa yang merasuki perempuan itu, hingga memiliki pemikiran untuk segera memindahkan pakaian dan tinggal bersama di apartemen.
Tanpa permisi seperti biasanya, Sarah membuka pintu rumahnya dengan kunci yang dia bawa. Dia buru-buru masuk berjalan menuju kamar pribadi miliknya. Ternyata Sarah sudah ditunggu mamanya sedari tadi, ada ikatan batin yang begitu kuat antara keduanya. Tanpa Sarah mengatakan ingin mengambil pakaian di rumah, mamanya telah menyiapkannya.
"Gimana kondisinya suamimu?"
"Mama ini apa-apaan sih, aku baru nyampe rumah udah ditanya tentang Andre."
"Ya, kan, wajar, Andre itu menantu Mama."
"Udah baik, udah siuman dan bisa berantem lagi sama aku."
"Kamu itu jadi istri jangan keterlaluan, sampai suamimu pingsan karena serangan jantung."
"Pasti Mama termakan hasutan mertuaku, ya?"
"Ya, nggak, wajar dong sekarang seorang mertua khawatir dengan mantunya. Apalagi tinggal bersama perempuan bar-bar seperti kamu."
Sarah memicingkan satu matanya. Dia kaget mendengar ucapan dari mamanya yang cukup ekstrim di telinganya. Sarah pun kembali merapikan pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper.
"Kenapa, kalau Mama mengetahui Andre kena serangan jantung dari besan Mama?"
"Nggak salah juga, pasti banyak yang ditambahi. Jangan-jangan kalian berdua menggunjingkan aku, ya?" tebak Sarah memberikan pertanyaan berat untuk mamanya.
"Heh, jadi anak itu jangan asal ngomong. Kamu mau Mama kutuk jadi Malin Kundang?"
"Jamannya udah beda, Ma, lagian yang ada itu Mama yang durhaka sama aku, bukan aku yang durhaka sama Mama," ucap Sarah seakan melakukan perlawanan secara jelas kepada mamanya.
"Kok bisa? Mama tuh sayang banget sama kamu, apa butuh bukti lagi?" tanya wanita paruh baya itu sambil ikut membantu Sarah merapikan pakaiannya untuk dimasukkan dalam koper.
"Aku percaya Mama sayang banget sama aku. Kalau Mama nggak sayang, pasti aku nggak akan hidup sampai hari ini."
"Udah deh enggak usah melow, itu tanggung jawab orang tua untuk mendidik dan membesarkan anaknya dengan baik. Sekarang Mama kembali ke pertanyaan awal, gimana kondisinya Andre?"
"Tadi kan aku bilang, Andre udah baik-baik aja, mangkannya aku pulang untuk ambil pakaian, terus sekalian aku bawa ke rumah sakit."
"Syukurlah kalau begitu, Mama jadi lebih tenang."
Sarah teringat akan rentetan kejadian yang selama ini terjadi tanpa kehendaknya. Hidupnya seperti roller coaster naik turun tanpa mampu dia kendalikan. Di depan sang Mama, Sarah terlihat kuat dan tegar, seakan tidak terjadi permasalahan dalam hidup dan rumah tangganya.
"Ma, apa aku salah ya, kalau belum bisa nerima Andre sampai saat ini?"
"Ya nggak salah, kalian kan dijodohkan, wajar saja sampai hari ini mungkin kamu belum bisa menerima Andre seutuhnya."
Sarah mengangguk. Apa yang mamanya ucapkan benar adanya. Saat ini hanya mamanya lah yang menjadi pusat dari tempat curhat yang paling aman untuk Sarah. Dia yakin rahasianya akan aman selamanya di telinga yang tepat.
"Sarah, Mama cuma mau pesan, kamu jangan terlalu keras sama Andre. Iya, walaupun untuk saat ini sulit, kedepannya Mama berharap hubungan pernikahan kalian akan baik-baik aja."
"Aku nggak bisa janji mah, tapi aku akan mencoba menjadi istri yang baik untuk si Andre."
"Tapi, bagaimana hubunganmu dengan pacarmu itu?"
"Kita masih tetap berjalan, walau tidak pernah bertemu karena dia masih ada di luar negeri."
"Tolong pikirkan ya Sarah, kamu tidak bisa mendapat keduanya. Harus ada yang dipilih dan dikorbankan."
Apa yang diucapkan oleh ibu kandung Sarah benar adanya. Tidak selayaknya Sarah memiliki dua rasa dalam menjalin sebuah hubungan percintaan. Sejauh ini Sarah tidak bisa memberikan keputusan. Hanya waktu yang mampu mengungkap semua tabir hidup kisah cinta Sarah.
"Kita lihat nanti ya, Ma, Mama doain aja yang terbaik buat Sarah. Selebihnya biar takdir yang menentukan apa yang harus Sarah pilih."
Sarah memeluk mamanya, berharap bisa saling memahami satu sama. Hubungan antara ibu dan anak itu semakin kuat. Seakan tidak dapat terpisahkan oleh segala permasalahan dan percekcokan yang selama ini sering dialami oleh mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Manis Cinta Satu Malam ✓ (TAMAT)
RomanceKehidupan wanita ini berubah seratus delapan puluh derajat sejak kali pertama kembali bertemu lelaki asing itu. Namun, semua tidak berjalan seimbang lantaran ego mereka sama-sama tinggi. Nyatanya mereka saling menyimpan rasa hingga hal tidak terduga...