Bab 15 Dua Sisi

23 4 0
                                    

Andre berlari mengejar Sarah keluar apartemen. Dia tidak bermaksud untuk mengajak Sarah sarapan bersama lagi, ingin menyampaikan kabar jika mamanya menganjurkan mereka untuk honeymoon.

"Sar, tunggu! Aku mau ngomong sesuatu."

"Apa lagi?"

"Tolong ya, kamu mau untuk tawaran kita honeymoon. Anggap saja sebagai hadiah pernikahan kita."

"Aku udah bilang, kan, kerjaanku lebih penting saat ini. Aku nggak bisa, tolong dong kamu pahami keadaannya."

"Aku sudah berusaha memahamimu. Kenapa harus kerja? Keluarga besarku memiliki banyak usaha yang bisa kita kelola bersama."

"Bullshit, cukup ya, keluarga kamu nganggap aku sebagai benalu selama ini. Asal kamu tahu, perjodohan kita aja udah banyak menimbulkan masalah, jangan bikin aku marah!"

Sarah terlihat kesal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh suaminya. Sebenarnya Andre hanya menginginkan waktu berdua dengan istrinya lebih lama lagi. Namun, saat ini Sarah masih ingin mengejar karirnya yang sempat tertunda kala itu.

Entah mengapa tiba-tiba Andre merasakan pusing yang hebat, bahkan pandangannya sekarang sudah mulai kabur. Andre mulai mencari pegangan agar dia tidak terjatuh. Sarah yang hanya melihat sekilas menganggap hal itu wajar, lantaran Andre memang belum sepenuhnya sembuh dari sakit.

"Kamu sakit lagi?"

"Cuma pusing aja, mungkin tadi terlalu capek masak."

"Mangkanya kalau lagi nggak fit, nggak usah sok-sokan menawarkan diri buat masak. Sekarang kalau sakit gini, ngerepotin semua orang!"

Walau Sarah sedikit kesal dengan tingkah Andre, tetapi dia tetap membantu suaminya untuk masuk ke dalam apartemen. Sarah mengurungkan niatnya untuk bekerja. Dia menopang tubuh Andre dan menuntunnya untuk kembali masuk ke apartemen.

"Katanya kamu ada meeting? Kok, malah bantu aku?"

"Itu pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban," sahut Sarah sambil membuka pintu kamar Andre.

Segera Sarah membaringkan tubuh Andre di atas ranjang lalu mencari kan obatnya di laci. Tanpa diperintah oleh Andre Sarah mengambil segelas air mineral agar suaminya itu segera minum obatnya dengan cepat.

"Sar, aku belum sarapan, dosis obat ini terlalu tinggi, yang ada tubuhku malah gemetar."

Sambil menekuk wajah cantiknya, Sarah berjalan ke dapur untuk mengambilkan sarapan. Tidak ada senyum terlintas di wajah cantik itu. Nyatanya walau Sarah kecewa tidak dapat pergi meeting, tetapi dia tetap melayani Andre dengan baik.

Masakan yang tadinya telah selesai dihidangkan di atas meja untuk mereka berdua sarapan, sekarang seporsi dibawa ke kamar Andre. "Makan!" Sarah menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan lauknya.

"Kamu nggak ada inisiatif buat nyuapin aku?"

"Sekarang tangan kamu juga ikut sakit?"

"Ya, nggak gitu Sarah Sayang, aku juga mau mendapat perhatian lebih dari istriku."

Segera Sarah mengambil piring itu lalu mulai menyuapi Andre. Tanpa senyum manis, sesendok demi sesendok makanan itu masuk ke dalam mulut suaminya. Andre cukup senang dengan apa yang dilakukan Sarah. Walau terkesan terpaksa, tetapi Sarah melakukannya dengan cukup sabar.

"Makan yang banyak, biar cepet sembuh dan nggak ngerepotin banyak orang."

"Sebenarnya aku mau sakit terus kalau kamu melayani ku kayak gini."

"Ogah gila, emang kamu pikir aku untuk membantumu?"

"Aku paham, kodratnya istri untuk melayani suami bukan menjadi budak suami," sahut Andre berusaha memberikan pemahaman terhadap istrinya.

"Ya, udah, kalau gitu kita sewajarnya aja. Jangan pernah meminta lebih dan jangan pernah berharap kalau kamu bisa sakit lebih parah lagi."

"Cie ... ternyata kamu perhatian ya sama aku, emang nggak salah pilih, istri terbaik yang sekarang ada di depanku."

Tanpa meminta persetujuan dari Sarah, Andre segera mendaratkan kecupan manis pada pipi istrinya. Beberapa detik berlalu, namun Sarah tidak berniat untuk melawan. Dia seakan juga menikmati kecupan dari sang suami itu dengan tenang.

Andre akhirnya melepaskan kecupan itu dengan perlahan. Kecupan hangat di pagi hari yang membuat siapapun akan bersemangat menghadapi hari mereka. Sebenarnya Andre merasa tidak enak dengan apa yang dilakukan, terlepas dari  semua itu, jika Sarah diam dan tidak melakukan perlawanan, berarti mereka sama-sama menikmatinya.

"Kamu puas?"

"Aku pikir itu sebagai imbalan karena hari ini telah menyuapimu," jawab Sarah dengan tegas mengetahui pertanyaan itu mengarah pada kecupan hangat.

"Ya, nggak sepenuhnya, kalau kita lakukan secara rutin menurut penelitian akan membuat tubuh kita bersemangat."

"Itu penelitian dari mana? Jangan ngasal!"

"Tapi, kamu juga mau, kan? Buktinya tadi kamu nggak melakukan perlawanan apa pun, padahal kalau hari-hari biasa selalu penuh dengan pertengkaran."

"Suka-suka aku dong, kalau aku merasa nyaman pasti akan aku pertahankan. Tapi kalau aku merasa udah nggak nyaman, ya pasti emosiku yang akan ku tunjukkan."

Andre tertawa lepas mendengarkan jawaban dari sang istri. Dia tidak pernah menyangka sebenarnya Sarah selama ini menyimpan rasa, mungkin hanya sedikit, tetapi hal itu wajar dan lambat laun pasti akan sempurna untuk cinta mereka.

"Nggak peduli kamu mau ngomong apa, sekarang aku udah tahu jawaban yang sebenarnya," ucap Andre menarik tangan kiri istrinya.

"Nggak usah sok tahu! Ngapain juga sih tarik tangan aku?"

"Boleh aku mengecupnya lagi?"

"Cukup untuk pagi ini!"

"Jadi nanti siang, sore, atau malam, aku bisa mengecupmu lagi, kan, istriku Sayang?" Tanya Andre dengan begitu manis sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Sarah.

Segera Sarah memalingkan wajahnya, takut saja nanti wajah mereka saling bersentuhan satu sama lain. Sekalipun Sarah terlihat selalu emosional, tidak dapat dibohongi jika dia menikmati servis yang diberikan oleh Andre di pagi yang masih dingin. Walaupun hanya satu kecupan pada pipinya, itu sudah menandakan rasa cinta Andre yang benar-benar tulus untuk Sarah.

"Sembarangan, jangan kamu pikir aku itu adalah istri yang gampangan. Enak banget kamu minta jatah pagi, siang, sore, malam!"

"Aku seneng banget kamu manggil dirimu sendiri dengan sebutan istri. Ini hal yang luar biasa!" Seru Andre sangat bahagia lantaran Sarah secara sadar mengucapkan kata istri.

"Terus kamu mau aku panggil diriku dengan panggilan apa? Kenapa ya, hidup sama kamu tuh serba salah banget," gerutu Sarah kesal, namun menikmati omelan suaminya.

"Nggak usah emosi gitu, tadi kita udah terlihat seperti suami istri yang terlihat normal. Kenapa sih harus kembali lagi emosi?"

"Bukan emosi, emang ada suaraku tinggi seperti ini, jadi kamu itu nggak usah baper," ungkap Sarah berusaha memberikan alasan selogis mungkin pada suaminya.

"Terserah kamu mau ngomong apa, yang penting pagi ini aku bahagia banget karena kamu udah nyuapin aku."

Wajah Sarah masih terlihat datar, dia tidak menunjukkan kebahagiaan seperti yang dirasakan oleh Andre. Memang wanita seperti itu, bisa menyembunyikan setiap ekspresi yang tidak ingin ditampilkan.

Kali ini tanpa aba-aba Andre memeluk istrinya dengan hangat. Dia memberikan pelukan selamat pagi untuk ucapan terima kasih karena telah menyuapinya dengan sabar.

Di sisi lain sebenarnya Andre bersyukur jika dia sering sakit perhatian Sarah akan terus ada untuknya. Kembali lagi tanpa perlawanan, Sarah menikmati dekapan hangat dari sang suami. Rasa nyaman itu berangsur mulai hadir dalam hati mereka satu sama lain, tetapi belum bisa diungkapkan secara lisan.

***

Karma Manis Cinta Satu Malam ✓ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang