"Cewek tadi siapa?" tanya Sarah membuka percakapan sambil menyiapkan obat untuk suaminya.
"Dia Melly, tadi niatnya mau ketemu sama kamu, eh, kamunya lama banget gak balik-balik."
"Sebenarnya udah balik, tapi kayaknya kalian sedang mengobrol kan sesuatu yang penting. Jadi, aku urungkan buat masuk ke kamarmu."
"Nggak ada sesuatu yang penting, kita cuma bahas hal biasa," ucapkan Andre sedikit salah tingkah.
"Ya, biasa aja kalau emang kalian itu cuma bahas hal-hal yang biasa, nggak perlu kamu masang wajah segugup itu."
"Aku takut kamu marah atau kecewa denganku."
"Ngapain coba aku marah atau kecewa? lagian biar kamu jalin hubungan sama Melly, biar kamu balikan sama Melly, nggak ada urusannya sama aku. Sekalipun kita suami istri itu hanya di atas kertas."
Sarah mempertegas kembali hubungan mereka yang hanya sebuah perjodohan dan pernikahan di atas kertas itu pun terjadi. Tidak ada dasar cinta di hati Sarah kala janji Suci terucap. Apa yang perlu dikhawatirkan ataupun dicemaskan, jika memang semua ini hanya sandiwara yang tersusun begitu apik dalam perjanjian pernikahan negara.
"Jangan mempermainkan pernikahan, kalau kamu mau jujur lebih awal mungkin tidak ada hati yang tersakiti saat ini."
"Udah deh gak usah ngomong yang aneh-aneh, nih, obatnya diminum, biar cepat sembuh dan bisa pulang," ucap Sarah memberikan beberapa pil obat milik suaminya dan segelas air mineral.
Andre menerimanya dengan senyum yang terus dia tampilkan untuk mengapresiasi sikap Sarah yang berangsur membaik padanya. Andre meminumnya satu per satu dengan cukup hati-hati. Dia tidak ingin tersedak konyol di depan istrinya.
"Terima kasih, Sayang, aku suka dengan perlakuan seperti ini, terus layani aku dan aku nggak akan pernah ngecewain kamu," ucap Andre sambil menyerahkan gelas kosong pada istrinya.
"Apa? Nggak usah manggil 'Sayang' deh, berasa hubungan pernikahan kita romantis banget," sahut Sarah ketus sambil dengan kasar meletakkan gelas kosong itu di atas meja.
"Ih, gitu aja marah, kan, emang kita udah suami istri, pantas saja kalau aku panggil kamu dengan sebutan 'Sayang' atau ada panggilan yang lebih romantis?" tanya Andre menantang istrinya untuk memberikan pendapat lain pengganti panggilan itu.
"Terserah, nggak penting banget, deh!"
"Ya, kalau gitu berarti aku terus panggil kamu dengan sebutan 'Sayang'. Nggak peduli kamu terima atau nggak, pokoknya itu adalah panggilanku untukmu."
Sarah langsung pergi meninggalkan ruang rawat suaminya dengan membanting pintu cukup keras. Hal itu tidak membuat Andre merasa kaget dan takut karena beberapa waktu memang sikap dari Sarah terlihat keras. Dia malah tersenyum tipis melihat apa yang dilakukan istrinya, Andre yakin semuanya itu hanya permainan waktu, yang nantinya akan membuat Sarah lebih baik dan mencintainya apa adanya.
"Aku udah janji pada diriku sendiri, kalau menerimamu apa adanya. Jadi, apa pun perlakuanmu padaku, aku tidak akan marah," gumam Andre sambil menarik selimutnya untuk menenggelamkan tubuhnya yang terasa sedikit dingin.
***
"Nyonya Sarah?"
"Iya," sahut Sarah secara otomatis membalikkan tubuhnya mencari sumber suara itu.
"Dari kemarin saya mencoba mencari Nyonya, eh, malah ketemu di kantin rumah sakit."
"Memangnya ada apa, Dok? Jangan bikin saya penasaran, jika benar ini mengenai Andre."
"Tidak bisa, membalasnya di ruang pribadi saya saja," ajak dokter Almira untuk membawa Sarah berkonsultasi perihal suaminya di ruang pribadinya agar data pribadi milik Andre tidak tersebar luas.
"Oke, ya, emang harus seperti itu," sahut Sarah sambil berjalan mengekor dokter Almira untuk sampai ke ruang pribadinya.
"Oh, iya, kami sudah melakukan observasi yang cukup mendalam dan ada hal yang harus segera kami sampaikan kepada keluarga pasien."
Seketika hati Sarah menjadi tidak karuan. Dia merasa ada sesuatu yang salah pada suaminya itu. Berusaha untuk memasang wajah tabah, Sarah mengikuti kemana arah dokter itu pergi untuk mengabarkan perihal kondisi Andre. Sepanjang perjalanan menuju ruang pribadi dokter Almira, detak jantung Sarah mulai tidak beraturan menandakan dirinya dalam kondisi gugup.
Dua wanita itu duduk saling berhadapan. Menatap tajam seakan saling memberikan kekuatan untuk kabar, yang nantinya akan membuat Sarah menjadi lebih sedih. Menata hati bukanlah perkara yang mudah, namun Sarah berusaha untuk memahami posisinya saat ini, menjadi seorang istri dan lambat laun melayani suami dengan baik.
"Sebenarnya ada kejanggalan yang harus segera kami sampaikan agar bisa mengambil tindakan terbaik."
"Maaf ya, tapi saya tidak paham dengan apa yang dokter Almira ucapkan. Secara sederhananya kondisi jantung Andre bermasalah?"
Dokter itu mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun. Terlihat duka terlintas di wajah manisnya itu. Tidak sekali dua kali harus mengabarkan kabar buruk ini pada keluarga pasien, Hal itulah yang pasti membuat Almira harus memiliki mental baja untuk menerima semua argumen dari keluarga pasien.
"Apa jantung Andre mengalami penolakan? Jangan bikin saya semakin merasa tidak karuan, Dok!"
"Jantung itu terus mengalami pembengkakan, hal ini di luar prediksi kami."
"Jadi, walaupun Andre telah menerima transplantasi jantung, ternyata jantung itu tidak begitu cocok dengan tubuhnya?"
"Bisa dikatakan seperti itu. Hal ini memang sangat sering terjadi dalam dunia medis."
Entah apa yang terjadi, air mata Sarah menetes membasahi pipi pucatnya. Dia segera menghapus tetesan air mata itu dengan kasar agar tidak ada yang mengetahuinya. Namun, secepat kilat dokter Almira memberikan tisu agar Sarah bisa merasa lebih nyaman.
"Sabar, sekarang pengobatan sudah canggih, alat medis berkembang pesat, pasti ada jalan untuk Andre bisa sembuh."
Dokter Almira terus memberikan semangat untuk Sarah yang terlihat syok dengan kabar itu. Sarah menekuk wajahnya, dia merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya selama ini. Hati nurani Sarah mulai bekerja dengan baik kembali, jika kemarin egonya yang terus meningkat, kali ini mendengar kondisi suaminya yang memburuk membuat hati Sarah terusik.
"Tapi, Dokter yakinkan Andre bisa sembuh?"
"Kami dari tim medis tidak bisa memberikan harapan kosong, setidaknya kami akan melakukan usaha terbaik untuk Andre."
"Bagaimana kalau operasi?"
"Itu bisa dilakukan, tapi untuk sekarang belum bisa."
"Emangnya kenapa, Dok?"
"Begini, mengingat kondisi Andre yang masih lemah dan sebelum operasi Kita juga harus memeriksa apakah pasien dalam kondisi stabil atau yang lainnya."
"Terima kasih, Dok, atas segala pemaparan mengenai kondisi Andre saat ini, kalau begitu saya mau kembali lagi ke ruang rawatnya Andre untuk menemaninya."
"Sarah, kamu harus yakin ada keajaiban di dunia ini. Tolong kamu juga lebih perhatian pada Andre, jangan membuatnya merasa-marah karena akan mempercepat kerja jantung dan terus membuatnya semakin bengkak." Dokter Amira sebelum Sarah meninggalkan ruangannya.
"Iya, Dok, sebisa mungkin saya akan menjaga perasaan Andre agar tetap tenang dan nyaman."
"Benar, kamu ingat juga ya, jangan memberikan kabar buruk pada Andre dan jangan terlalu memberikan kabar bahagia padanya. Dua hal itu yang mungkin akan membuat penyakit jantungnya semakin parah."
"Pasti, saya akan membuat Andre merasa nyaman sampai operasinya dijadwalkan kembali."
Terlihat wajah sendu terus arah tampilkan. Berjalan menyusuri lorong untuk segera tiba di kamar rawat sang suami. Secepat kilat masuk ke kamar rawat Andre lalu tanpa permisi Sarah mendaratkan kecupan manis pada kening sang suami.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Manis Cinta Satu Malam ✓ (TAMAT)
RomanceKehidupan wanita ini berubah seratus delapan puluh derajat sejak kali pertama kembali bertemu lelaki asing itu. Namun, semua tidak berjalan seimbang lantaran ego mereka sama-sama tinggi. Nyatanya mereka saling menyimpan rasa hingga hal tidak terduga...